II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Pengeluaran Pemerintah
Menurut Suparmoko (2000), pengeluaran pemerintah merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa-masa yang akan datang. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat. Selain itu pengeluaran juga merupakan penyedia kesempatan kerja yang lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.
Sejak Orde Baru sampai dengan tahun 2004, pos belanja pemerintah dalam APBN dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, yaitu dengan sistem anggaran dual atau Dual Budgeting System (Abimanyu, 2005).
Pada hakekatnya yang dimaksud dengan anggaran belanja rutin adalah anggaran yang dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya terus-menerus, sedangkan anggaran belanja pembangunan dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya tidak terus-menerus dan ada akhirnya (Suparmoko, 2000). Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran cicilan dan bunga utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya, sedangkan pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran untuk program pembangunan dan pengeluaran bantuan proyek.
Pada tahun 2005 pemerintah melakukan kebijakan perubahan format belanja negara. Perubahan format belanja negara tersebut dilandasi oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan yang dimaksud adalah dengan menjalankan sistem penganggaran yang terpadu (unified budgeting system), yaitu dengan menyatukan anggaran belanja rutin dan anggara belanja pembangunan yang sebelumnya dipisahkan (Purwanto, 2006).
2.3. Investasi Swasta
Menurut Sukirno (1991), investasi merupakan pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dalam konteks makroekonomi, investasi merupakan pergerakan arus pengeluaran yang dapat menambah stok modal secara fisik, seperti pembangunan pabrik dan kantor.
Investasi dalam identitas pendapatan nasional merupakan investasi rumah tangga dan swasta, serta investasi pemerintah yang merupakan bagian dari
9
pengeluaran pemerintah (Mankiw, 2000). Investasi swasta di Indonesia terdiri dari investasi domestik dan investasi asing. Investasi swasta domestik merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh pihak-pihak swasta di dalam negeri, sedangkan investasi asing merupakan penanaman modal yang berasal dari luar negeri yang meliputi semua pinjaman dan bantuan pemerintah dalam bentuk uang dan barang.
Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Lailatussholiha (2005), investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat (efek jangka pendek) yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kemudian investasi mendorong terjadinya akumulasi modal yang dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi (efek jangka panjang).
2.4. Pekerja
Menurut konsep labour force approach atau pendekatan angkatan kerja, pekerja tergolong ke dalam angkatan kerja yang bekerja dengan maksud memperoleh pendapatan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu sebelum pencacahan (Dumairy, 1996). Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvai memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak
bekerja misalnya wanita karir yang sedang cuti melahirkan atau petani yang sedang menanti panen.
2.5. Inflasi
Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga secara umum yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara permintaan dan penawaran di pasar. Interaksi tersebut akan menghasilkan keseimbangan antara tingkat harga dan jumlah output yang diminta dan yang ditawarkan di pasar.
Inflasi dapat terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan (demand pull inflation) dan sisi penawaran (cost push inflation). Inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi, karena menyebabkan naiknya harga output. Sebaliknya apabila secara agregat terjadi penurunan penawaran terhadap barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi, maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi disertai kelesuan usaha dalam perekonomian, yang ditunjukkan dengan menurunnya sejumlah output. Kondisi ini dinamakan cost push inflation (Mankiw, 2000).
11 2.6. Model Pertumbuhan
Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah modifikasi dari model pertumbuhan yang digunakan oleh Kweka dan Morissey (2000). Mereka meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania dengan menggunakan data runtun waktu periode 1965-1996. Model tersebut diterapkan untuk melihat pengaruh pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1975 sampai dengan 2004. Peneliti menggunakan model penelitian Kweka dan Morissey karena model tersebut telah memenuhi syarat sebagai model pertumbuhan dimana dalam variabel penjelasnya terdapat variabel kapital dan tenaga kerja.
Persamaan atau model pertumbuhan yang digunakan Kweka dan Morissey adalah sebagai berikut :
g = ao + a1 ( Ip / Y ) + a2 ( Ig / Y ) + a3 ( Hg / Y ) + a4 ( Cg / Y ) + e (2.1) dimana :
Y = Gross Domestic Product (milyar), Ip = Investasi swasta (milyar),
Ig = Pengeluaran investasi pemerintah (milyar),
Hg = Pengeluaran investasi modal manusia pemerintah (milyar), Cg = Pengeluaran konsumsi pemerintah (milyar),
g = Pertumbuhan ekonomi (ln Yt – ln Yt-1), e = Error.
Dalam penelitiannya, Kweka dan Morissey tidak mempunyai data jumlah pekerja, oleh karena itu mereka menggunakan data pengeluaran investasi modal manusia pemerintah sebagai proksinya. Namun dalam penelitian ini peneliti mengganti variabel pengeluaran investasi modal manusia pemerintah dengan pekerja. Hal tersebut dikarenakan menurut konsep labor force approach pekerja mencerminkan angkatan kerja yang sebenarnya yang berpengaruh terhadap perekonomian.
Selain itu peneliti mengganti variabel pengeluaran investasi pemerintah (Ig) dan pengeluaran konsumsi pemerintah (Cg) dengan pengeluaran rutin pemerintah dan pengeluaran pembangunan pemerintah. Hal tersebut dilakukan karena pengeluaran rutin digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif dan cenderung mengarah kepada konsumsi, sedangkan pengeluaran pembangunan mengarah kepada investasi. Kemudian peneliti juga memasukkan variabel inflasi dalam model karena pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya pengaruh inflasi. Inflasi disebabkan oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran di pasar yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tingkat harga dan output.
2.7. Penelitian Terdahulu
Kweka dan Morissey (2000), meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania periode 1965-1996 dengan menggunakan data runtun waktu (time series) selama 32 tahun. Dasar teori yang digunakan yaitu studi yang dilakukan oleh Barro (1990) yang dibangun dari model yang dilakukan oleh Rati Ram (1986).
13
Dalam model penelitiannya digunakan empat variabel bebas, yaitu: investasi swasta yang menggunakan data pembentukan swasta, pengeluaran pemerintah yang produktif atau investasi fisik yang diproksikan dengan data pengeluaran pembangunan atau modal total pemerintah, pengeluaran konsumsi pemerintah yang merupakan jumlah pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi dikurangi pengeluaran di sektor pendidikan dan kesehatan, dan pengeluaran modal manusia yang merupakan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Semua variabel yang digunakan menggunakan nilai riil dengan menggunakan indeks harga konsumen tahun 1985. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Error Correction Model (ECM) dan pendekatan kointegrasi Johansen serta Engel-Granger.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Kweka dan Morissey adalah disatu sisi peningkatan pengeluaran produktif (investasi fisik) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang negatif ini diperkirakan karena adanya ketidakefisienan investasi publik yang terjadi di Tanzania pada periode penelitian. Namun di sisi lain, pengeluaran konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pada waktu tertentu berpengaruh pula terhadap konsumsi swasta. Kemudian ditemukan juga bahwa tidak ada pengaruh pengeluaran publik dibidang modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta juga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sihotang (2003), meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap pendapatan nasional di Indonesia periode 1969-2000. Peneliti menggunakan model persamaan
simultan dengan metode pendugaan parameter yang digunakan yaitu metode Two Stage Least Square (TSLS). Persamaan simultan yang digunakan terdiri dari 14 persamaan termasuk persamaan identitas. Persamaan-persamaan tersebut yaitu pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, ekspor, impor, pendapatan nasional, pendapatan disposibel, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, tingkat pengangguran, laju inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat upah. Selain mengestimasi persamaan-persamaan tersebut, peneliti juga melakukan analisis simulasi kebijakan fiskal yaitu dengan mengkombinasikan berbagai variabel fiskal dengan menggunakan data tahun 1969-2000 dimana persentase perubahan variabel fiskal tersebut disesuaikan dengan rata-rata persentase perubahannya dari tahun 1969-2000. Variabel-variabel fiskal yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu:
1. Pengeluaran total yang terdiri dari subsidi, pengeluaran pembangunan, pembayaran utang luar negeri beserta bunganya, belanja luar negeri pemerintah, dan pengeluaran lain-lain.
2. Pengeluaran pembangunan yang merupakan bagian dari pengeluaran total. 3. Pengeluaran subsidi yang merupakan bagian dari pengeluaran total.
4. Penerimaan dari pajak total yang terdiri dari pajak ekspor, pajak impor (pajak pertambahan nilai, bea masuk dan cukai), pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, serta penerimaan pajak lainnya.
5. Penerimaan dari bea masuk, cukai, dan pajak pertambahan nilai yang merupakan bagian dari penerimaan pajak total.
15
6. Penerimaan dari pajak ekspor yang merupakan bagian dari penerimaan pajak total.
7. Penerimaan dari migas.
Berdasarkan hasil estimasi dan validasi model ekonomi Indonesia dalam penelitiannya secara umum variabel-variabel kebijakan fiskal kurang berpengaruh terhadap pendapatan nasional, konsumsi, investasi, ekspor, impor, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, upah, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan pendapatan disposibel. Sedangkan berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, kebijakan fiskal memiliki dampak terhadap pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan inflasi di Indonesia. Simulasi kebijakan fiskal selama tahun 1969 sampai dengan tahun 2000 menunjukkan bahwa kebijakan pengeluaran total pemerintah lebih dominan dalam meningkatkan pendapatan nasional dibandingkan variabel-variabel kebijakan lain terutama kebijakan penerimaan pajak total.
Sutriono (2006), meneliti tentang hubungan timbal balik antara pengeluaran pemerintah dan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia periode 1970-2003. Metode yang digunakan adalah Granger Causality dan Vector Autoregression (VAR) dengan memperlakukan kedua variabel sebagai variabel endogen. Variabel-variabel yang digunakan yaitu: PDB, total pengeluaran pemerintah riil, realisasi pengeluaran rutin riil, realisasi pengeluaran pembangunan riil, realisasi pengeluaran pembangunan (sektor pertanian dan kehutanan), realisasi pengeluaran pembangunan (sektor transportasi,meteorologi
dan geofisika), dan realisasi pengeluaran pembangunan (sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan YME, pemuda dan olahraga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara perubahan (peningkatan atau penurunan) total pengeluaran pemerintah dengan perubahan (peningkatan atau penurunan) PDB. Pengeluaran rutin tidak signifikan mempengaruhi perubahan PDB karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara perubahan pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausal positif dan signifikan terhadap perubahan PDB. Hal ini dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian, infrastruktur, dan transportasi serta pendidikan terhadap PDB dan pengaruh positif perubahan PDB terhadap pengeluaran pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya mencakup perbedaan dalam periode penelitian dan variabel-variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan dari tahun 1975 sampai dengan 2004, yaitu selama kurun waktu 30 tahun. Kemudian variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.
Selain itu penelitian ini juga memasukkan variabel dummy krisis untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Dengan menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen, maka penelitian ini menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari
17
variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, inflasi, dan dummy krisis terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM).
Pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan merupakan perangkat dalam kebijakan fiskal. Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pendapatan nasional. Gambar 3.1 menjelaskan bagaimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempengaruhi harga dan pendapatan nasional. Adanya peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan permintaan agregat (AD) dari AD0 ke AD1. Jika penawaran agregat (AS) relatif konstan maka kenaikan AD akan berdampak pada peningkatan harga umum dan pendapatan nasional dari Y0 ke Y1. Peningkatan terhadap pendapatan nasional pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. P AS P1 P0 AD1 AD0 Y0 Y1 Y Sumber: Mankiw (2000)
Gambar 3.1. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah terhadap Inflasi dan Pendapatan Nasional
Relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian menurut pandangan kaum Keynesian dinotasikan pada identitas keseimbangan pendapatan
19 nasional Y = C + I + G + ( X-M ). Dari notasi yang sangat sederhana tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan (penurunan) pengeluaran pemerintah akan menaikkan (menurunkan) pendapatan nasional (Dumairy, 1996). Secara teori dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengeluaran pemerintah dengan pendapatan nasional.
Pengeluaran rutin pemerintah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga dan cicilan utang, subsidi, serta pengeluaran rutin lainnya. Jika pengeluaran rutin tersebut sebagian besar digunakan untuk konsumsi maka akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena adanya peningkatan konsumsi akan menggeser kurva permintaan agregat ke kanan atas dan meningkatkan pendapatan nasional, sehingga pada selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun jika sebagian besar digunakan untuk pembayaran bunga dan cicilan utang maka akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena baik utang dalam negeri maupun luar negeri memiliki resiko. Jika pemerintah melakukan pencetakan uang untuk pembayaran utang dalam negeri maka hal ini akan memicu inflasi, selain itu juga akan menggeser investasi domestik karena dana yang seharusnya untuk investasi digunakan untuk membayar utang dalam negeri, sedangkan utang luar negeri akan memperlemah posisi tawar negara terhadap negara-negara lain di dunia internasional. Utang luar negeri sangat rentan terhadap perubahan kurs dan akan berbahaya jika terjadi depresiasi mata uang sehingga utang akan melonjak tinggi (Muhammad, 2005). Menurut Fischer dan Easterly dalam Pradhan 1996, jika pemerintah melakukan
pinjaman yang berlebihan akan mendorong terjadinya krisis utang, penerimaan berlebih dalam bentuk valuta asing (foreign reserves) dapat mendorong krisis dalam neraca pembayaran (balance of payment), pencetakan uang untuk menutupi utang akan mendorong inflasi, dan terlalu banyak pinjaman dalam negeri mendorong suku bunga riil meningkat sehingga dapat menghambat investasi swasta. Secara teori dapat disimpulkan bahwa pengeluaran rutin pemerintah dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pembangunan pemerintah adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran ini mencerminkan peranan pemerintah dalam perekonomian yang lebih mengarah kepada investasi seperti pengeluaran untuk membangun jalan raya dan gedung sekolah. Pengeluaran pembangunan jalan raya dan gedung sekolah akan meningkatkan permintaan agregat akan barang dan jasa yang berhubungan dengan pembangunan itu sendiri. Kenaikan dalam permintaan agregat akan meningkatkan output dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi secara teori pengeluaran pembangunan pemerintah akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Lailatussholiha (2005), investasi merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar pada investasi akan mempengaruhi permintaan agregat (efek jangka pendek) yang pada akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kemudian investasi mendorong terjadinya akumulasi modal yang dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan
21 ekonomi (efek jangka panjang). Dengan demikian secara teori investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Salah satu determinan penting dari produksi barang dan jasa suatu negara adalah tenaga kerja, semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka semakin banyak output yang diproduksi. Adanya tambahan jumlah pekerja harus diimbangi pula dengan adanya tambahan modal. Jika modal untuk produksi tetap, maka dengan bertambahnya jumlah pekerja dapat menurunkan output yang diproduksi itu sendiri. Namun sebaliknya jika modal untuk produksi fleksibel mengikuti pertambahan jumlah pekerja, maka peningkatan jumlah pekerja dapat meningkatkan output. Dengan demikian secara teori dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
LRAS
Tingkat harga, P AS2
P3 C AS1 P2 B P1 AD2 A AD1 Y1 = Y3 = Y Y2 Output, Y Sumber: Mankiw (2000)
Gambar 3.2. Dampak Pergeseran dalam Permintaan Agregat terhadap Inflasi dan Output
Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus (dalam jangka panjang). Hubungan inflasi dan output dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Ketika pemerintah melakukan kebijakan fiskal untuk meningkatkan permintaan agregat, kebijakan tersebut akan menggerakkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek ke titik output yang lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih tinggi, yaitu dari titik A ke titik B. Output yang lebih tinggi berarti pengangguran yang lebih rendah, karena perusahaan membutuhkan lebih banyak pekerja ketika mereka memproduksi lebih banyak dan berarti juga pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tingkat harga yang tinggi dibandingkan tingkat harga tahun sebelumnya berarti inflasi yang lebih tinggi. Jadi ketika pemerintah menggerakkan perekonomian ke atas sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek maka akan menurunkan tingkat pengangguran atau meningkatkan output (pertumbuhan ekonomi), dan meningkatkan inflasi. Adanya inflasi menyebabkan harga-harga barang input produksi menjadi tinggi yang berakibat pada pengurangan kapasitas produksi oleh produsen, dengan kata lain terjadi penurunan penawaran dari AS1 ke AS2.
Ketika perekonomian kembali ke keseimbangan jangka panjang yang baru, yaitu titik C, output akan turun (kembali pada tingkat alamiah) dan tingkat harga yang terbentuk semakin tinggi, dengan kata lain inflasi yang lebih tinggi. Secara teori dapat disimpulkan bahwa inflasi dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
23 3.2. Kerangka Konseptual
Pengeluaran pemerintah yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang dapat digunakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta sebagai pembentuk akumulasi modal dapat meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Pekerja sebagai salah satu faktor penting dalam produksi barang dan jasa dapat memberikan efek dalam pertumbuhan ekonomi. Inflasi sebagai cerminan dari peningkatan harga-harga juga memberikan efek pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dilakukan estimasi pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.
Estimasi tersebut menggunakan pendekatan koreksi kesalahan, yaitu estimasi model jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan estimasi model jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM). Pada estimasi model jangka pendek diikutsertakan variabel dummy krisis untuk mengetahui pengaruh dari krisis ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di jangka pendek. Kemudian untuk menunjukkan bahwa model jangka pendek yang diestimasi terbebas dari pelanggaran asumsi Ordinary Least Square (OLS) maka dilakukan uji kebaikan model.
Uji Kointegrasi Engel-Granger
Error Correction Model (ECM) Uji Kebaikan Model
Gambar 3.3. Kerangka Konseptual
o Pengeluaran Pemerintah: Rutin dan Pembangunan.
o Investasi Swasta, Pekerja, dan Inflasi.
Estimasi Pertumbuhan Ekonomi
Estimasi Model Jangka Panjang Estimasi Model Jangka Pendek Krisis
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series yang merupakan data tahunan dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2004. Data sekunder tersebut berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pembangunan pemerintah, investasi swasta, pekerja, dan inflasi.
4.2. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah estimasi jangka panjang dengan uji kointegrasi Engel-Granger dan estimasi jangka pendek dengan Error Correction Model (ECM) atau model koreksi kesalahan. Adapun syarat untuk menggunakan ECM adalah jika terdapat minimal satu variabel tidak stasioner. Namun jika seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan ECM.
4.3. Uji Akar-Akar Unit (Unit Root Test)
Sebelum melakukan serangkaian proses terhadap model sangat penting untuk melakukan uji akar-akar unit atau uji stasioneritas. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kecenderungan data yang dianalisis, apakah data tersebut stasioner atau non stasioner.
Metode yang digunakan untuk menguji kestasioneran data time series
dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Hipotesis yang diuji dalam uji ADF adalah:
Ho : Data tidak stasioner (mengandung unit root)
H1 : Data stasioner (tidak mengandung unit root)
Penolakan atas hipotesis nol menunjukkan bahwa data yang dianalisis adalah stasioner. Jika terdapat hubungan antara variabel tersebut dengan waktu atau trend
maka dikatakan bahwa variabel tersebut tidak stasioner.
Pengujian unit root dilakukan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression). Ciri dari regresi lancung biasanya memiliki R-Squared
yang tinggi dan t-statistik yang nampak signifikan namun tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada.
Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit. Uji ini merupakan konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas data pada derajat nol atau I(0). Pada uji ini data yang diamati di-difference pada derajat tertentu, sehingga semua data stasioner pada derajat yang sama. Suatu data dikatakan stasioner pada tingkat ke-d atau I(d)jika setelah di-difference sebanyak d kali nilai ADF test-nya secara relatif lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon.
4.4. Uji Kointegrasi
Setelah diperoleh hasil pengujian akar-akar unit, langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk melihat konsistensi jangka panjang dari