• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil penelitian

5.1.4 Pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk

Pengamatan pertumbuhan jumlah ruas dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon yang dilakukan selama 8 minggu sebanyak 3 kali pengukuran.

Tabel 5 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk

Keterangan: ns = Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05.

Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk pada taraf uji 0,05.

Gambar 10 Diagram Pertumbuhan Jumlah Ruas Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30).

Gambar 10 menunjukkan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Jumlah ruas tanaman jabon perlakuan A0, A1, dan A2 pada awal pengukuran berturut-turut adalah 23; (n = 30), 22; (n =

30), dan 23; (n = 30). Sedangkan jumlah ruas tanaman perlakuan A0, A1, dan A2

Sumber

Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F

Model 2 7,2913580 3,6456790 0,50ns 0,6093

Error 87 636,5555557 7,3167305

pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 25; (n = 30), 25; (n = 30), dan 25; (n = 30). Dari Gambar 10 dapat diketahui besarnya rata-rata pertumbuhan jumlah ruas pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 peningkatan jumlah ruas pada tanaman A0 adalah sebesar 1, begitu juga dengan tanaman A1dan A2.

Dan pada minggu ke-8 terjadi peningkatan jumlah ruas pada tanaman A0, A1, dan

A2sebesar 2.

5.1.5 Pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk

Pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon ditunjukkan pada Tabel 6. Pengamatan pertumbuhan jumlah cabang dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon yang dilakukan selama 8 minggu sebanyak 3 kali pengukuran.

Tabel 6 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk Sumber Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F Model 2 116,780247 58,390123 1,75ns 0,1797 Error 87 2901,788889 33,353895 Total 89 3018,569136

Keterangan: ns = tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05.

Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk pada taraf uji 0,05.

Gambar 11 Diagram Pertumbuhan Jumlah Cabang Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba)pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30). Gambar 11 menunjukkan pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Jumlah cabang tanaman perlakuan A0,

A1, dan A2pada awal pengukuran berturut-turut adalah 16; (n = 30), 17; (n = 30),

dan 16; (n = 30). Dan pada akhir pengukuran, jumlah cabang tanaman perlakuan A0, A1, dan A2 berturut-turut adalah 16; (n = 30), 17; (n = 30), dan 16; (n = 30).

Dari Gambar 11 dapat diketahui besarnya peningkatan jumlah cabang tanaman jabon pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 terjadi peningkatan jumlah cabang pada tanaman A0, A1, dan A2 masing-masing sebesar 1; 2; dan 1.

Sedangkan pada minggu ke-8 peningkatan jumlah cabang yang terjadi pada tanaman A0, A1, dan A2 berturut-turut adalah 0; 2; dan 0. Pada minggu ke-8

jumlah cabang tidak mengalami peningkatan jumlah tetapi mengalami penurunan jumlah cabang. Penurunan jumlah cabang terjadi dengan sendirinya pada tanaman jabon karena tanaman jabon memiliki keunikan dapat melakukan pemangkasan sendiri secara alami (self pruning).

Gambar 12 Kondisi Tanaman Jabon Sebelum Pemupukan (A), Serangan Kepik pada Pucuk Jabon (B), dan Serangan Ulat pada Daun Jabon (C) pada Lahan dengan Kondisi Drainase Buruk.

Gambar 13 Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba)pada Kondisi Drainase Baik (A) dan Pohon Jabon di bawah Naungan (B).

Gambar 13 adalah perbandingan pohon jabon pada kondisi drainase baik dan pohon jabon di bawah naungan. Jabon pada kondisi drainase baik memiliki rata-rata tinggi sebesar 980 cm; (n = 5) sedangkan pohon jabon di bawah naungan rata-rata tingginya hanya mencapai 193 cm; (n = 5). Tanaman jabon pada kondisi drainase baik ditanam dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 3 x 3, tanaman tumpang sari yang ditanam adalah talas dan singkong. Kedalaman air tanah pada kondisi drainase baik adalah ± 100 cm dari permukaan tanah. Beberapa tanaman jabon tumbuh di bawah naungan pohon salam (Eugenia

A B C

polyantha), nangka (Artocarpus heterophyllus), rambutan (Nephelium lappaceum), menteng (Baccaurea racemosa) dan melinjo (Gnetum gnemon), yang sudah ada pada saat jabon belum ditanam, namun jumlahnya tidak banyak.

Tabel 7 merupakan hasil pengukuran kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk yang diukur pada empat sumur di setiap sudut lokasi penelitian. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui kedalaman air tanah pada lubang ke-1 adalah 15 cm, kedalaman air tanah pada lubang ke-2 adalah 20 cm, kedalaman air tanah pada lubang ke-3 adalah 30 cm, dan kedalaman air tanah pada lubang ke-4 adalah 20 cm. Sehingga diperoleh rata-rata kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk sebesar 21,25 cm; (n = 4).

Tabel 7 Kedalaman air pada kondisi drainase buruk (kebun I)

5.2 Pembahasan

Untuk meningkatkan produktivitas tegakan dalam kegiatan pengusahaan tanaman kehutanan seperti jabon (Anthocephalus cadamba) menyusun suatu program pemeliharaan sangat penting. Melalui penyusunan program pemeliharaan ini kegiatan seperti penyiangan, pendangiran dan pemupukan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Penelitian yang berjudul Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutan oleh Surahman dan Irdika Mansur adalah penelitian pertama tentang pemupukan lanjutan pada jabon yang merupakan rangkaian kegiatan dalam kegiatan pemeliharaan. Penelitian ini awalnya hanya ingin mengetahui mengenai pemupukan lanjutan. Akan tetapi, beberapa minggu setelah pemupukan lanjutan dilakukan, ditemukan adanya indikasi bahwa pertumbuhan jabon di lokasi penelitian mengalami gangguan akibat drainase yang buruk. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran pertumbuhan

No Kedalaman (cm) Lubang 1 15 Lubang 2 20 Lubang 3 30 Lubang 4 20 Rata-rata 21,25

jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk dan kondisi di bawah naungan sebagai perbandingan.

Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah. Melalui pemupukan, unsur hara dalam tanah dapat dipenuhi. Pada penelitian pemupukan lanjutan ini digunakan pupuk NPK dengan perbandingan 15:15:15. Sebelum dilakukan pemupukan lanjutan, kondisi tanaman jabon di lapangan sebagian daun tanaman berwarna kuning berlubang-lubang, coklat dan kering. Hal ini disebabkan oleh serangan kepik yang menyerang pucuk tanaman dan ulat yang menerang daun. Selain itu, banyak tumbuh rumput (gulma) di bawah tegakannya sehingga sebelum pemupukan dilakukan kegiatan penyiangan dan pendangiran pada 90 tanaman jabon terlebih dahulu. Tujuan dari penyiangan dan pendangiran ini selain untuk mempermudah proses pemberian pupuk juga bertujuan agar pupuk yang diberikan akan diserap secara efisien oleh tanaman- tanaman jabon yang ada. Kegiatan penyiangan dilakukan dengan cara membersihkan rumput yang berada di bawah tegakan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendangiran dengan membuat gundukan pada sekeliling bagian bawah tanaman yang tujuannya agar tanah disekitar tanaman menjadi lebih gembur, mengkokohkan batang tanaman jabon, dan memperlancar pertukaran udara dalam tanah (aerasi).

Pupuk NPK mengandung unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Unsur Nitrogen (N) bagi tanaman berguna untuk membantu proses pembentukan klorofil, fotosintesis, protein, lemak, dan persenyawaan organik lainnya. Volume Nitrogen di udara sekitar 78 %. Unsur Fosfor (P) sangat berguna untuk pembentukan akar tanaman, bahan dasar protein, memperkuat batang tanaman serta membantu asimilasi dan respirasi. Sedangkan unsur Kalium (K) berguna untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, serta membentuk antibody tanaman melawan penyakit dan kekeringan. Selain itu, untuk mengatur berbagai fungsi fisiologi tanaman seperti menjaga kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor, menutup stomata, mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk Simamora dan Salundik (2006)dalamPristyaningrum (2010).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa dari 4 parameter pertumbuhan yang diamati terdapat satu parameter yang menunjukkan adanya pengaruh nyata pada pemberian pupuk lanjutan yaitu berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman jabon. Dari ketiga dosis pupuk NPK yang diberikan dalam pemupukan lanjutan ini dosis yang paling bagus dalam membantu pertumbuhan diameter tanaman jabon ini adalah pupuk NPK dengan dosis 100 gram (A1). Pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tinggi, pertumbuhan jumlah cabang, dan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. Hal ini terjadi karena peningkatan pertumbuhan tinggi, jumlah cabang, dan jumlah ruas pada tanaman jabon yang telah dipupuk rata-rata hampir sama. Selain itu, pemberian pupuk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor luar selain pupuk anorganik yang diberikan. Menurut Daniel et al. (1979) dalam Handayani (2010) pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman seperti proses fotosintesis, respirasi, translokasi, dan penyerapan air serta mineral. Sedangkan proses fisiologis pada tanaman, dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti sinar matahari, tanah, angin, dan cuaca.

Pemberian pupuk lanjutan yang diamati selama 8 minggu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. Hal ini dapat diketahui dari hasil sidik ragam diameter batang tanaman jabon, dimana nilai dari p-value lebih kecil dari α (0.05). Pemberian dosis NPK 100 gram (A1) dapat meningkatkan pertumbuhan diameter

sebesar 22,04 % terhadap kontrol, sedangkan pemberian dosis NPK 150 gram (A2) hanya mampu meningkatkan pertumbuhan diameter tanaman jabon sebesar

5,02 % terhadap kontrol. Pemupukan lanjutan memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan tinggi, pertumbuhan jumlah cabang, dan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. Hal ini disebabkan karena rata-rata setiap peningkatan pertumbuhan masing-masing parameter tersebut hasilnya hampir sama sehingga pada taraf uji 0,05 tidak berpengaruh nyata.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviani (2010) yang berjudul Pengaruh Pemberian Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan

Semai Jabon pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (tailing) diperoleh bahwa semai jabon dapat tumbuh pada media tanah bekas tambang emas dengan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Dosis pupuk NPK 15 gram memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tinggi semai jabon. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk pupuk NPK masing-masing dosis yang diberikan adalah 0 gram, 5 gram, 10 gram, dan 15 gram. Sedangkan hasil dari kombinasi antara pupuk NPK dan Bokasi yang terbaik adalah NPK dosis 15 gram dan Bokasi 10 gram. Pemberian pupuk Bokasi yang dilakukan masing-masing sebesar 0 gram, 10 gram, 20 gram, dan 30 gram.

Pada bulan Mei 2009 telah dilakukan penelitian di lokasi yang sama mengenai pemupukan jabon dengan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk NPK dan Bokasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pristyaningrum (2009) diperoleh tinggi tanaman rata-rata perlakuan A0 (kontrol)

81,47 cm; (n = 30), tinggi tanaman perlakuan A1 (NPK dosis 50 gram) adalah

90,67 cm; (n = 30), dan tinggi tanaman perlakuan A2 (NPK dosis 100 gram)

adalah 93,03 cm; (n=30), kemudian diperoleh peningkatan tinggi sebesar 23,59 % (A2) dan peningkatan diameter sebesar 18,70 % (A2) terhadap kontrol. Pada saat

dilakukan penelitian lanjutan ini diperoleh hasil pengukuran awal untuk tinggi tanaman jabon A0 sebesar 311,67 cm; (n = 30), untuk perlakuan A1 (NPK dosis

100 gram) memiliki tinggi sebesar 345,03 cm; (n = 30), dan tinggi perlakuan A2

(NPK dosis 150 gram) adalah 317,5 cm; (n = 30). Tinggi tanaman jabon A0, A1,

dan A2 pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 347,53 cm; (n = 30), 385,83

cm; (n = 30), dan 366,5 cm; (n = 30). Pada pemupukan lanjutan ini, peningkatan tinggi yang terjadi pada tanaman A0, A1, dan A2berturut-turut adalah 35,86 cm;

40,8 cm; dan 49 cm. Pada penelitian sebelumnya, pemberian pupuk NPK 100 gram dapat meningkatkan pertumbuhan diameter jabon sebesar 14 % apabila dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK 50 gram. Sedangkan untuk pemupukan lanjutan terjadi peningkatan diameter sebesar 22,04 % terhadap kontrol untuk perlakuan A1 (NPK dosis 100 gram). Penelitian pemupukan

lanjutan ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya, dimana pemberian dosis NPK pada penelitian sebelumnya terdiri menggunakan dosis 0 gram, 50 gram, dan 100 gram. Sedangkan pada pemupukan lanjutan ini digunakan

dosis NPK 0 gram, 100 gram, dan 150 gram dengan menggunakan layout pemberian pupuk yang sama dengan pemberian pupuk sebelumnya.

Pada akhir kegiatan penelitian di ukur lima pohon terbaik di lokasi penelitian yang memiliki drainase buruk. Berdasarkan hasil pengukuran lima pohon terbaik ini dapat diketahui pertumbuhan tinggi tanaman jabon dan jarak antar ruasnya. Hasil pengukuran panjang ruas pada batang jabon, pada bagian pangkal batang jarak antar ruas umumnya panjang, sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa pada saat itu pertumbuhan jabon baik. Begitu juga sebaliknya, jarak antar ruas batang jabon yang berukuran pendek-pendek mengindikasikan bahwa pertumbuhan jabon pada saat itu kurang baik.

Kondisi drainase yang buruk di lokasi penelitian dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman jabon. Hasil pengukuran kedalaman air tanah di lokasi dengan drainase buruk rata-rata adalah 21, 25 cm. Tinggi tanaman jabon umur 14 bulan pada kondisi drainase buruk rata-rata sebesar 578 cm; (n = 5), sedangkan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase baik dengan umur yang sama rata-rata tingginya mencapai 980 cm; (n = 5). Pada kondisi drainase baik, kedalaman air tanahnya ± 100 cm. Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) jabon yang ditanam di lahan yang memiliki kedalaman air tanah dangkal atau di tempat yang tergenang biasanya pertumbuhannya akan terganggu meskipun tidak sampai menyebabkan kematian. Genangan air bisa menyebabkan pertumbuhan jabon menjadi tidak produktif, daun menguning dan rontok, serta jarak antar ruas menjadi pendek dan cabang berkumpul di bagian pucuk pohon.

Lahan yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini merupakan bekas area persawahan yang sebelumnya memiliki saluran irigasi yang baik. Sehingga pada saat musim hujan air di lokasi tersebut dapat diatur sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Namun, setelah lahan ini beralih fungsi menjadi lokasi yang ditanami pohon jabon, saluran irigasi menjadi tersumbat oleh rumput dan sampah karena tidak ada pemeliharaan saluran irigasi. Sehingga air dilokasi penelitian tidak mengalir dengan lancar melalui saluran irigasi yang ada. Karena lokasi penelitian merupakan dataran rendah, maka pada samping guludan tanaman jabon pada saat musim hujan akan digenangi oleh air dan bertahan dalam waktu yang lama. Adanya pengaruh drainase yang buruk mengakibatkan daun jabon berwarna

kuning dan mudah rontok seperti gejala tanaman yang layu. Namun, hal ini tidak mengakibatkan kematian. Buktinya pada saat volume air yang tergenang sedikit berkurang, tanaman akan terlihat segar kembali. Kejadian seperti ini berlanjut secara terus menerus selama saluran irigasi dilokasi tersebut tidak diperhatikan.

Air merupakan bahan untuk fotosintesis, tetapi hanya 0,1 % dari total air yang digunakan untuk fotosintesis. Air yang digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99% dan yang digunakan untuk hidrasi 1% termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik. Selama pertumbuhan, tanaman memerlukan sejumlah air yang tepat. Kekurangan dan kelebihan air mengakibatkan tanaman mengalami stress. Brewster dan Witch (1990) dalam Hidayat (2000) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara air, aktifitas fotosintesis dan kelarutan garam-garam di dalam tanah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa laju transpirasi, fotosintesis dan perkembangan tanaman jabon akan menurun dengan meningkatnya jumlah air tanah.

Air dibutuhkan tanaman pada berbagai fungsi yaitu: (1) air merupakan bagian yang esensil bagi protoplasma dan membentuk 80 – 90 % bobot segar jaringan yang tumbuh aktif, (2) air adalah pelarut, didalamnya terdapat gas-gas, garam-garam, dan zat-zat terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, dari organ ke organ dalam proses transpirasi, (3) air adalah pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (4) air esensil untuk menjaga turgiditas, diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan stomata dan menyangga bentuk (morfologi) daun-daun muda atau struktur lainnya yang berlignin sedikit (Hardjadi dan Yahya 1988). Kondisi air yang berlebihan di lokasi penelitian menyebabkan teganggunya proses pertumbuhan tanaman jabon, sehingga tidak semua tanaman jabon dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata diameter tanaman jabon yang paling buruk setelah ditanam selama 14 bulan pada kondisi air tanah dangkal adalah sebesar 2.85 cm; (n = 5) dengan rata- rata tinggi 160 cm; (n = 5).

Dalam penelitian ini, disajikan perbandingan pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik, pada kondisi drainase buruk, dan pada kondisi di bawah naungan. Pada kondisi drainase baik, rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas berturut-turut adalah 980 cm; (n = 5), 20 cm; (n =

5), 34; (n = 5), dan 29; (n = 5). Sedangkan rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas jabon pada kondisi dengan air tanah dangkal berturut-turut adalah 578 cm; (n = 5), 13,65 cm; (n = 5), 39; (n = 5), dan 33; (n = 5). Apabila dibandingkan antara keduanya, maka rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase baik lebih besar dari pada tanaman jabon yang berada pada kondisi drainase buruk. Sedangkan rata-rata pertumbuhan jumlah cabang dan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk lebih besar dari pada tanaman jabon pada kondisi drainase baik. Tanaman jabon pada kondisi drainase buruk memiliki jarak antar ruas yang pendek dan cabang berkumpul pada pucuk pohon.

Tanaman jabon pada kondisi drainase buruk ditanam dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 3 x 3, dimana jenis tanaman tumpang sari yang ditanam adalah talas dan singkong. Kedalaman air tanah pada lokasi ini ± 100 cm. Beberapa tanaman jabon tumbuh di bawah naungan pohon salam (Eugenia polyantha), nangka (Artocarpus heterophyllus), rambutan (Nephelium lappaceum), menteng(Baccaurea racemosa)dan melinjo(Gnetum gnemon), yang sudah ada pada saat jabon belum ditanam, namun jumlahnya tidak banyak. Rata- rata pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi di bawah naungan berturut-turut adalah 193 cm; (n = 5), 2,432 cm; (n = 5), 7; (n = 5) dan 27; (n = 5). Angka ini tentunya sangat jauh apabila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik dan pada kondisi drainase buruk. Hal ini dapat terjadi karena jabon merupakan jenis tanaman yang sangat membutuhkan cahaya matahari. Menurut Mulyana et al.

(2010) cahaya matahari yang konstan sangat dibutuhkan jabon untuk pertumbuhannya. Proses fotosintesis yang menghasilkan sumber energi untuk pertumbuhan jabon dipengaruhi oleh cahaya matahari. Jika jabon ditanam pada lokasi yang ternaungi, pertumbuhan jabon akan terhambat (bentuk pohon tinggi, tetapi kurus). Oleh karena itu, jabon sangat cocok ditanam pada areal terbuka.

Mengacu pada hasil perbandingan pertumbuhan tanaman jabon pada kondisi drainase baik, pada kondisi drainase buruk, dan pada kondisi di bawah naungan, maka kriteria pemilihan lahan yang sesuai untuk budidaya jabon perlu diperhatikan. Agar pertumbuhan jabon lebih optimum maka kondisi lahan yang

dipilih untuk lokasi penanaman jabon seharusnya memiliki persyaratan sebagai berikut: 1) Kedalaman air tanah ±100 cm dari permukaan tanah; 2) Pilih lokasi yang mendapat sinar matahari penuh karena jabon merupakan jenis light demandingyang sangat membutuhkan cahaya.

Dokumen terkait