IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 PERTUMBUHAN SEL Bacillus thuringiensis subsp aizawai SELAMA
Pertumbuhan sel B.t.a dapat diukur dengan menggunakan metode TPC (Total Plate Count) dimana yang teramati hanya koloni sel hidup B.t.a saja. Dengan metode TPC ini dapat dihitung jumlah koloni B.t.a yang tumbuh serta penampakannya.
Berdasarkan hasil pengamatan jumlah sel hidup diperoleh hasil untuk waktu kultivasi 24 jam, jumlah sel hidup tertinggi terdapat pada formulasi media C dengan rasio C/N = 7:1 yaitu 1.23x108 sel/ml atau 7.32 cfu/ml, sedangkan jumlah sel hidup terendah terdapat pada formulasi media B dengan rasio C/N = 5:1 yaitu 5.37x107 sel/ml atau 7.35 cfu/ml. Untuk waktu kultivasi 36 jam, jumlah sel hidup tertinggi terdapat pada formulasi media C dengan rasio C/N = 7:1 yaitu 1.23x108 sel/ml atau 7.39 cfu/ml, sedangkan jumlah sel hidup terendah terdapat pada formulasi media E dengan rasio C/N = 11:1 yaitu 5.22x107 sel/ml atau 7.32 cfu/ml. Untuk waktu kultivasi 48 jam, jumlah sel hidup tertinggi terdapat pada formulasi media C dengan rasio C/N = 7:1 yaitu 1.19x108 sel/ml atau 7.40 cfu/ml, sedangkan jumlah sel hidup terendah terdapat pada formulasi media D dengan rasio C/N = 9:1 yaitu 5.99x107 sel/ml atau 7.37 cfu/ml. Untuk waktu kultivasi 72 jam, jumlah sel hidup tertinggi terdapat pada formulasi media C dengan rasio C/N = 7:1 yaitu 1.12x108 sel/ml atau 7.42 cfu/ml, sedangkan jumlah sel hidup terendah terdapat pada formulasi media D dengan rasio C/N = 9:1 yaitu 5.22x107 sel/ml atau 7.36 cfu/ml.
23 Gambar 13. Perubahan jumlah koloni selama fermentasi B.t.a dalam media dengan berbagai rasio C/N
Dari hasil tersebut menandakan bahwa jumlah sel hidup tertinggi pada penelitian ini dihasilkan oleh formulasi media C dengan rasio C/N = 7:1 pada waktu kultivasi 24 dan 36 jam, sedangkan jumlah sel hidup terendah adalah media D dengan rasio C/N = 9:1 pada waktu kultivasi 48 jam. Namun, jumlah sel hidup yang diperoleh dalam penelitian ini masih jauh lebih rendah dari hasil penelitian Rumiyantie (1999) yang menyatakan bahwa konsentrasi sel berkisar antara 2.15x109 sel/ml - 2.53x109 sel/ml untuk waktu kultivasi selama 48 jam dan penelitian yang dilakukan oleh Syarfat (2010) menyatakan bahwa konsentrasi sel pada kultivasi 30 jam berkisar antara 3.08x107 sel/ml – 1.79x109 sel/ml, sedangkan untuk kultivasi 48 jam berkisar antara 1.00x107 sel/ml - 2.14x108 sel/ml.
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa secara umum jumlah sel hidup atau log TPC cenderung mengalami peningkatan. Hal ini karena sel terus mengalami pertumbuhan sesuai dengan fase pertumbuhannya. Pada jam ke-0 sel mengalami fase lag atau fase awal dimana sel belum terlalu banyak berkembang biak karena sel masih beradaptasi dengan lingkungannya yaitu media. Setelah beradaptasi sel terus berkembang dan jauh lebih banyak, dimana pada fase ini terjadi pertumbuhan sel yang sangat cepat secara eksponensial atau fase log. Selanjutnya sel mulai memasuki tahap atau fase stasioner pada jam ke-24, dimana terjadi pertumbuhan sel yang lambat. Sedangkan fase kematian sel tidak dapat diperkirakan karena setelah akhir pengamatan yaitu kultivasi jam ke-72 jumlah sel hidup juga masih cukup banyak.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa formulasi media (rasio C/N) dan waktu kultivasi mempengaruhi jumlah sel hidup pada cairan kultivasi. Hal ini didukung dengan hasil analisis ragam uji F (Lampiran 10) dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0.05), yang menunjukkan bahwa perbedaan rasio C/N yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah sel hidup untuk semua waktu kultivasi.
24
4.4
PERUBAHAN BOBOT KERING BIOMASSA SEL Bacillus thuringiensis subsp. aizawaiSELAMA FERMENTASI
Pertumbuhan B.t.a selama kultivasi dapat diukur dengan pengukuran terhadap bobot kering biomassa. Menurut Wang et al. (1978), pertumbuhan mikroorganisme secara curah pada media tertentu mempunyai empat fase dalam kurva pertumbuhannya, yaitu fase awal atau fase lag (lag phase) yang diikuti dengan fase eksponensial, fase stasioner dan fase penurunan (fase kematian).
Bobot kering biomassa total B.t.a yang dihasilkan berkisar antara 14.50-30.00 g/L media. Pada Gambar 14 menunjukkan grafik pengukuran terhadap bobot kering biomassa selnya saja. Dimana pada jam ke-0 bobot kering biomassa sel yang terukur antara 0.40-0.60 g/L, jam ke-24 antara 4.65- 10.75 g/L, jam ke-36 antara 6.25-13.25 g/L, jam ke-48 antara 6.70-14.40 g/L, jam ke-72 antara 7.55- 15.90 g/L. Bobot kering biomassa sel tertinggi adalah media C (C/N=7:1). Hasil yang diperoleh jauh lebih besar dari hasil yang diperoleh Wicaksono (2002) yang menghasilkan bobot kering biomassa produk 0.647 - 0.784 g/L. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi massa pertumbuhan sel adalah jumlah substrat yang diberikan ke dalam media kultivasi, jenis substrat yang diberikan, jumlah mineral yang diberikan ke dalam media kultivasi, pH dan suhu.
Gambar 14. Perubahan bobot kering biomassa sel selama fermentasi B.t.a dalam media dengan berbagai formulasi media
Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa pertumbuhan sel secara cepat atau logaritmik umumnya terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-24 waktu kultivasi. Kemudian fase pertumbuhan lambat terjadi setelah jam ke-24 waktu kultivasi. Hal ini disebabkan pada awal kultivasi substrat masih tersusun dalam rantai karbon panjang. Adanya enzim amilase yang dihasilkan B.t.a akan menghidrolisis pati yang terkandung di dalam substrat, sehingga substrat terdegradasi menjadi rantai- rantai karbon yang lebih pendek. Akibatnya substrat tersebut tidak lagi terendapkan pada saat proses sentrifugasi. Fase pertumbuhan tetap atau stasioner terjadi pada jam ke-24 sampai jam ke-72 waktu kultivasi. Dan fase pertumbuhan menuju fase kematian tidak dapat dipastikan dengan baik dalam penelitian ini.
25 Pertumbuhan sel B.t.a selama kultivasi juga dapat ditunjukkan oleh peningkatan bobot kering biomassa selnya. Pengukuran terhadap bobot kering biomassa tidak hanya mengukur sel hidup saja, tetapi juga sel mati dan spora, namun yang disajikan pada gambar tersebut merupakan pengukuran terhadap bobot kering biomassa selnya saja. Setelah mencapai pertumbuhan optimal pada akhir fase stasioner dapat pula mengindikasikan mulai terjadinya fase kematian. Pada fase ini sel-sel B.t.a
mengalami lisis sehingga mengurangi bobot biomassa terukur. Hal ini disebabkan oleh massa sel yang telah lisis tersebut sebagian akan hilang dikonversi menjaadi energi yang dimanfaatkan oleh sel- sel yang masih hidup sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan analisis ragam uji F (Lampiran 11) dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa rasio C/N tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering biomassa selama waktu kultivasi.
4.5
PENGGUNAAN SUBSTRAT SELAMA FERMENTASISelama kultivasi berlangsung, sel akan mengkonversi substrat sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Hal ini ditandai dengan berkurangnya konsentrasi substrat yaitu nilai kadar gula sisa. Tinggi rendahnya kadar gula sisa dalam medium kultivasi dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam mengkonversi pati dari sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, misalnya suhu dan pH. Menurut Dulmage dan Rhodes (1971), faktor yang sangat mempengaruhi fermentasi B.t.a di antaranya adalah komposisi media dan kondisi untuk pertumbuhan mikroba seperti pH, oksigen dan suhu.
Bernhard dan Utz (1993) menyatakan bahwa semua galur Bacillus thuringiensis dapat menghasilkan enzim amilase. Enzim tersebut digunakan untuk memecah pati pada air kelapa menjadi gula sederhana. Hal ini menyebabkan pati terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana yang menyusunnya. Gula sederhana yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan dan pembentukan produk.
Selama kultivasi berlangsung, sel akan mengkonversi substrat sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Menurut Somaatmadja (1981), pati sebagai sumber karbon utama akan dikonsumsi oleh bakteri sebagai sumber energi untuk proses metabolisme pertumbuhannya. Hal ini ditandai dengan berkurangnya konsentrasi substrat sumber karbon selama kultivasi berlangsung. Dalam penelitian ini media yang berfungsi sebagai sumber karbon mengalami penurunan kadar pati akibat adanya konversi pati menjadi biomassa dan produk oleh B.t.a. Perombakan pati menjadi gula- gula sederhana yang terdapat pada media sumber karbon akan menghasilkan energi, ATP dan asam- asam, seperti asam piruvat dan asam asetat melalui siklus Krebs. Peristiwa ini akan berpengaruh terhadap penurunan nilai pH cairan kultivasi.
26 Gambar 15. Perubahan nilai total gula sisa cairan kultur selama fermentasi B.t.a dalam
media dengan berbagai formulasi media
Hasil pengamatan kadar gula sisa secara umum memperlihatkan nilai yang menurun pada berbagai formulasi. Pada awal kultivasi sampai jam ke-24 pada tiap formulasi mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini karena penggunaan gula sederhana dalam media propagasi untuk pertumbuhan sel. Media sisa propagasi memberikan nutrisi yang digunakan sel untuk tumbuh, di samping sel juga mulai memecah pati menjadi gula sederhana. Pada saat gula dalam media propagasi habis maka penggunaan pati untuk dipecah menjadi gula sederhana lebih optimal.
Pada jam ke-0 total gula sisa berkisar antara 12.90 g/l media D (C/N=9:1) – 14.60 g/l media B (C/N=5:1). Pada jam ke-24 total gula sisa berkisar antara 4.00 g/l media B (C/N=5:1) – 7.70 g/l media E (C/N=11:1). Pada jam ke-36 total gula sisa berkisar antara 3.60 g/l media B (C/N=5:1) – 7.00 g/l media C (C/N=7:1). Pada jam ke-48 total gula sisa berkisar antara 1.90 g/l media B (C/N=5:1) – media E 6.30 g/l (C/N=11:1). Pada jam ke-72 total gula sisa berkisar antara 1.50 g/l media B (C/N=5:1) – 5.10 g/l media E (C/N=11:1).
Hasil pengukuran efisiensi penggunaan substrat selama kultivasi adalah 56.00 ± 0.19 (%). Hasil tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Syarfat (2010) yang menyatakan bahwa untuk kultivasi 30 jam efisiensi penggunaan substrat berkisar antara 13.14%-33.61%, dan untuk kultivasi 48 jam berkisar antara 31.71%-41.91%.
Dari hasil analisis ragam uji F (Lampiran 12) dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan rasio C/N berpengaruh nyata terhadap nilai total gula sisa selama waktu kultivasi.