• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertambahan Panjang Tunas

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan paklobutrazol pada tanaman durian berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang tunas pada 6 MSP (Tabel Lampiran 3). Pada Tabel 2 terlihat bahwa pemanjangan tunas pada pohon yang diberi paklobutrazol lebih rendah dibandingkan pemanjangan tunas pada pohon yang tidak diberi paklobutrazol.

Tabel 2. Pertambahan Panjang Tunas pada Empat Dosis Paklobutrazol. Perlakuan 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP 6MSP 7 MSP 8 MSP Dosis Paklobutrazol .. ………cm….……….… 0 g 0.35 1.07 1.87 2.51 3.51a 3.20 3.88 0.75 g 0.60 0.94 1.09 1.54 1.93b 2.21 2.84 1 g 0.48 0.77 1.24 1.56 1.98b 4.15 5.15 1.5 g 0.45 0.85 1.44 2.02 2.70ab 3.55 4.16 Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda

menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. MSP : Minggu Setelah Aplikasi Paklobutrazol.

Pada Tabel 2 diatas dapat dilihat terjadi penurunan pertambahan panjang tunas pada 6 MSP yaitu, 1.58 cm (45%) untuk dosis 0.75 g paklobutrazol, 1.53 cm (44%) untuk dosis 1 g paklobutrazol dan 0.81 cm (23%) untuk dosis 1.5 g paklobutrazol dibandingkan dengan kontrol.

Hasil yang sama dilaporkan oleh Armadi (2000) bahwa perlakuan paklobutrazol dosis 0.5 g, 1 g dan 2 g dapat menekan panjang tunas pada tanaman rambutan. Demikian juga hasil penelitian Utama (2003) pada durian menunjukkan perlakuan paklobutrazol dosis 5 g, 10 g dan 15 g dapat menekan pemanjangan tunas. Menurut Krishnamoorty (1981) penghambatan pemanjangan tunas oleh paklobutrazol sesuai dengan cara kerja zat tersebut yang menghambat biosintesis giberelin, yang dapat menyebabkan pemanjangan sel pada meristem sub apikal terhambat sehingga pemanjangan tunas juga terhambat. Chandraparnik et al. (1992) melaporkan bahwa paklobutrazol menghambat pemanjangan tunas pohon durian dan menekan perluasan daun.

Pertambahan Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan paklobutrazol pada tanaman durian berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun pada 4, 8, 12 dan 20 MSP (Tabel Lampiran 4). Pertambahan jumlah daun pada pohon yang diberi paklobutrazol lebih rendah dari pada pohon yang tidak diberi paklobutrazol (Tabel 3).

Tabel 3. Pertambahan Jumlah Daun pada Empat Dosis Paklobutrazol dan Dua Dosis KNO3 .

Perlakuan 4 MSP 8 MSP 12 MSP 16 MSP 20 MSP Dosis Paklobutrazol 0 g 0.14a 0.12a 0.11 0.75 g 0.12a 0.12a 0.14 1 g 0.09ab 0.08b 0.08 1.5 g 0.10a 0.08ab 0.07ab 0.06b 0.07b 0.07b 0.08 0.18a 0.07b 0.10b 0.06b Dosis KNO3

0 g/l 0.13a 0.10 0.13a 0.12a 20 g/l 0.08b 0.09 0.08b 0.08b Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda

menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. MSP : Minggu Setelah Aplikasi Paklobutrazol.

Pada Tabel 3 diatas juga terlihat bahwa semakin tinggi dosis paklobutrazol cenderung semakin menekan pertambahan jumlah daun. Pada 4 MSP terjadi penurunan pertambahan jumlah daun 0.02 daun (20%) untuk dosis 0.75 g, 0.03 daun (30%) untuk dosis 1 g dan 0.04 daun (40%) untuk dosis 1.5 g paklobutrazol dibandingkan dengan kontrol. Pada 8 MSP pertambahan jumlah daun muncul tidak berbeda nyata antara kontrol dengan dosis paklobutrazol 0.75 g, sedangkan perlakuan 1 g menyebabkan penurunan pertambahan jumlah daun 0.05 (36%) dan 0.07 daun (50%) untuk dosis 1.5 g paklobutrazol dibandingkan dengan kontrol. Pada 12 MSP terjadi penurunan pertambahan jumlah daun 0.04 daun (33%) untuk dosis 1 g dan 0.05 daun (42%) untuk dosis 1.5 g pakobutrazol dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada dosis 0.75 g paklobutrazol tidak berbeda nyata. Pada pengamatan 20 MSP terjadi penurunan pertambahan jumlah daun 0.11 daun (61%) untuk dosis 0.75 g, 0.08 daun (44%) untuk dosis 1 g dan 0.12 daun (67%) untuk dosis 1.5 g paklobutrazol dibandingkan dengan kontrol.

Penghambatan pertambahan jumlah daun disebabkan oleh aktivitas paklobutrazol yang menghambat sintesis giberelin. Menurut Lakitan (1996) giberelin dapat merangsang pertumbuhan dan mempengaruhi pembentukan daun. Oleh karena itu bila sintesis giberelin terhambat maka pertumbuhan daun akan terhambat pula. Hasil ini sejalan dengan percobaan Kurian dan Iyer (1993) yang menunjukkan bahwa pemberian paklobutrazol dapat menurunkan jumlah daun pada tanaman mangga. Kemudian Widayati (1997) melaporkan bahwa paklobutrazol dosis 0.25 g, 0.5 g, 1 g dan 2 g efektif dalam mengurangi pertambahan jumlah daun pada tanaman rambutan.

Hasil percobaan (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan KNO3

mempengaruhi secara nyata pertambahan jumlah daun yaitu pada 8, 16 dan 20 MSP dengan penurunan pertambahan jumlah daun sebesar 0.05 daun (38%). Menurut Punnacit et al. (1992), KNO3 dapat mengontrol perkembangan daun-

daun muda durian dengan menunda pembentukan flush baru dan merusak flush yang baru terbentuk. Interaksi antara paklobutrazol dengan KNO3 tidak

berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun.

Pertambahan Panjang Cabang Sekunder

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan paklobutrazol pada tanaman durian berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang cabang sekunder pada 16 dan 20 MSP (Tabel Lampiran 5).

Tabel 4. Pertambahan Panjang Cabang Sekunder pada Empat Dosis Paklobutrazol. Perlakuan 8 MSP 12 MSP 16 MSP 20 MSP Dosis Paklobutrazol ……….cm……….. 0 g 0.045 0.102 0.138a 0.192a 0.75 g 0.022 0.060 0.083ab 0.120ab 1 g 0.038 0.080 0.107ab 0.143ab 1.5 g 0.017 0.035 0.048b 0.060b Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda

menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. MSP : Minggu Setelah Aplikasi Paklobutrazol.

Pada tabel 4 dapat dilihat terjadi penurunan pertambahan panjang cabang sekunder pada 16 MSP yaitu, 0.06 cm (40%) untuk dosis 0.75 g, 0.03 cm (22 %) untuk dosis 1 g dan 0.09 cm (65%) untuk dosis 1.5 g paklobutrazol. Pada 20 MSP terjadi penurunan pertambahan panjang cabang sekunder 0.07 cm (37%) untuk dosis 0.75 g, 0.05 cm (26%) untuk dosis 1 g dan 0.13 cm (69%) untuk dosis 1.5 g paklobutrazol. Menurut Khrisnamoorty (1981) penghambatan pemanjangan cabang sesuai dengan cara kerja zat tersebut yang menghambat biosintesis giberelin.

Intensitas Trubus

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan paklobutrazol hanya berpengaruh nyata terhadap intensitas trubus pada 10 MSP (Tabel Lampiran 6). Pada Tabel 5 terlihat bahwa pada 2 MSP dan 6 MSP walaupun tidak nyata secara statistik tapi juga terjadi penurunan intensitas trubus dibanding kontrol. Pada 10 MSP penurunan intensitas trubus hanya terjadi pada paklobutrazol dengan dosis 0.75 g yaitu sebesar 49% dibandingkan kontrol.

Tabel 5. Intensitas Trubus pada Empat Dosis Paklobutrazol.

Perlakuan 2 MSP 6 MSP 10 MSP

Dosis Paklobutrazol ………...………….…. % flush………

0 g 54.2 54.2 8.3b

0.75 g 37.5 37.5 4.2b

1 g 33.3 37.5 45.8a

1.5 g 33.3 41.7 45.8a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. MSP : Minggu Setelah Aplikasi Paklobutrazol.

Menurut Chaitrakulsub et al. (1992) pemberian paklobutrazol dapat menekan pertambahan jumlah flush daun leci. Perlakuan KNO3 dan interaksi

antara paklobutrazol dengan KNO3 tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas

trubus. Hal tersebut diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu curah hujan. Sejalan dengan laporan Mursal (2004), bahwa hujan lebat yang terjadi setelah induksi akan menyebabkan pucuk terinduksi kembali membentuk trubus baru. Menurut Subhadrabandhu et al.(1992) curah hujan yang terlalu tinggi seringkali jauh diatas 200 mm/bulan (Tabel Lampiran 1) merangsang tanaman untuk

membentuk trubus sepanjang tahun.,Tambusai (2004) juga melaporkan bahwa ketersediaan air menjadi pemicu untuk induksi pecah tunas dan flushing pada tanaman manggis. Menurut Borchert (1976), dari segi metodologi pengamatan trubus atas dasar penampakan visual pada individu pohon mungkin kurang merefleksikan siklus trubus yang sesungguhnya.

Pembungaan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis paklobutrazol, KNO3 dan interaksi antara paklobutrazol dengan KNO3 tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pembungaan tanaman durian baik terhadap saat munculnya tunas bunga maupun terhadap jumlah tunas bunga (Tabel Lampiran 8).

Menurut Nakasone dan Paull (1998), pembungaan durian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu periode kering, curah hujan dan intensitas sinar matahari. Curah hujan yang terus menerus dapat menghambat pembungaan durian karena beberapa tunas bunga kembali ke fase vegetatif atau flush. Hal tersebut sama seperti yang terjadi pada hasil penelitian karena selama penelitian berlangsung hari hujan dan curah hujan cukup tinggi.

Tabel 6. Saat Munculnya Tunas Bunga dan Jumlah Tunas Bunga pada Empat Dosis Paklobutrazol dan Dua Dosis KNO3.

Perlakuan Saat muncul tunas bunga (HSP) Jumlah tunas bunga

Dosis Paklobutrazol 0 g 181.17a 183.0a 0.75 g 171.00a 50.7a 1 g 172.17a 23.2a 1.5 g 163.33a 251.3a Dosis KNO3 0 g/l 185.50a 25.3a 20 g/l 158.33a 228.8a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dengan uji DMRT. HSP : Hari Setelah Aplikasi Paklobutrazol.

Saat Munculnya Tunas Bunga

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis paklobutrazol tidak berpengaruh terhadap saat munculnya tunas bunga. Menurut Khrisnamoorthy (1981) pengaruh zat penghambat tumbuh paklobutrazol pada pembungaan merupakan pengaruh sekunder, sedangkan pengaruh primernya adalah penekanan pertumbuhan vegetatif. Subhadrabandu dan Tongumpai (1990) menyatakan bahwa keefektifan dari paklobutrazol dalam menginduksi pembungaan durian tidak konsisten, sebab pembungaan merupakan fenomena yang sangat kompleks dan melibatkan banyak faktor.

Tunas bunga pertama muncul pada tanggal 12 April 2005 atau 26 hari setelah aplikasi paklobutrazol (26 HSP), yaitu pada tanaman yang diberi perlakuan 0.75 g paklobutrazol dengan 0 g/l KNO3. Perlakuan 1.5 g paklobutrazol

dengan 20 g/l KNO3, 0 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 dan 1 g

paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3, tunas bunga berturut-turut muncul bulan Juni,

Juli, Agustus, September yaitu setelah aplikasi KNO3 dilakukan. Perlakuan yang

lainnya berikut kontrol, sampai saat terakhir pengamatan (200 HSP) tidak berbunga (Tabel 7).

Tabel 7. Saat Munculnya Tunas Bunga dan Bunga Mekar.

Perlakuan Munculnya Tunas Bunga (HSP) Bunga Mekar (HSP) 0.75 g paklobutrazol tanpa 20 g/l KNO3 (P1D0U2) 26 68

1.5 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 (P3D1U2) 87 130

1.5 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 (P3D1U1) 89 133

0 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 (P0D1U3) 113 160

0.75 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 (P1D1U2) 120 165

1 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 (P2D1U3) 138 187

1 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 (P2D1U2) 146 187

Pada Tabel 6 terlihat bahwa walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata, tetapi ada kecenderungan dengan semakin meningkatnya dosis paklobutrazol yang diberikan, keluarnya bunga pertama dipercepat. Tanaman yang diberi perlakuan paklobutrazol lebih cepat berbunga 10.17 hari untuk dosis 0.75 g, 9 hari untuk dosis 1 g dan 17.84 hari untuk dosis 1.5 g paklobutrazol dibandingkan dengan tanaman kontrol. Menurut Garcia dan Valdivia (1997) pembungaan durian diinduksi paklobutrazol dengan menghambat pertumbuhan vegetatifnya.

Perlakuan KNO3 walaupun tidak nyata tetapi cenderung mempercepat

munculnya tunas bunga 27.17 hari (14.6%) dibandingkan dengan tanaman kontrol. Percobaan Bondad dan Tome (1991) membuktikan bahwa pemberian KNO3 pada tanaman yang telah diberi paklobutrazol 1.5 g b.a /pohon bunga

muncul 78 hari setelah aplikasi, atau 27 hari lebih cepat daripada tanpa pemberian KNO3.

Tidak ada interaksi antara perlakuan paklobutrazol dan KNO3 terhadap

peubah saat munculnya tunas bunga. Saat munculnya tunas bunga yang dihasilkan oleh delapan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7. Kombinasi 1.5 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 menghasilkan saat

munculnya tunas bunga yang lebih cepat dari kombinasi lainnya.

Jumlah Tunas Bunga

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan paklobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas bunga, tetapi pada dosis 1.5 g paklobutrazol jumlah tunas bunga lebih banyak 37.3% dari kontrol. Diduga tanaman telah mendekati fase flush akibat hujan yang terus-menerus, sehingga tunas yang terbentuk pada saat flush aktif mensintesis giberelin (Prawiranata et al., 1992). Meningkatnya giberelin tersebut akan mengurangi pengaruh paklobutrazol dalam menginduksi pembungaan.

Pemberian KNO3 juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas

bunga, tapi pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan yang diberi KNO3 memiliki

jumlah tunas bunga yang lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa KNO3 sebesar

diberikan dapat meningkatkan kekuatan sink dari tunas-tunas bunga dibanding tunas vegetatif sehingga translokasi asimilat lebih banyak ke tunas bunga yang mengakibatkan pecahnya dormansi tunas bunga tersebut, selain itu KNO3 dapat

memecah dormansi tunas pucuk. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan Poerwanto dan Susanto (1996) pada jeruk yang menunjukkan bahwa penyemprotan zat pemecah dormansi benzil adenin, etefon dan KNO3 nyata meningkatkan jumlah

bunga dibandingkan kontrol.

Tidak ada interaksi antara perlakuan paklobutrazol dan KNO3 terhadap

peubah jumlah tunas bunga. Jumlah tunas bunga yang dihasilkan oleh delapan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7. Kombinasi 1.5 g paklobutrazol dengan 20 g/l KNO3 menghasilkan jumlah tunas bunga yang lebih

besar dari kombinasi lainnya.

Durian tergolong tanaman ramiflorous, sehingga bunga durian tumbuh pada bagian cabang terutama pada cabang-cabang yang cenderung datar. Bunga itu tumbuh pada titik-titik mata tertentu yang dari tahun ke tahun akan muncul pada titik yang sama. Sejak timbulnya tunas bunga sampai bunga mekar berlangsung 5-8 minggu. Pembungaan durian dalam satu pohon tidak berlangsung serentak, melainkan bisa berlangsung 2-3 kali. Banyaknya bunga dalam satu dompolan juga menyebabkan mekarnya bunga tidak serempak (Gambar 5).

Mekarnya bunga merupakan petanda bahwa putik sudah masak dan siap untuk menerima serbuk sari untuk pembuahan. Pada proses pembungaan, mekarnya bunga (anthesis) merupakan tahap terakhir setelah induksi/inisiasi, diferensiasi dan pendewasaan bunga (Gambar 6).

Gambar 6. Proses pembungaan : (a) Inisiasi lanjut, (b) Diferensiasi bunga (c) Pendewasaan bunga, (d) Anthesis

Pertumbuhan bunga dipengaruhi oleh karbohidrat, mineral, zat pengatur tumbuh dan air (Kozlowski, 1971). Pertumbuhan jaringan reproduksi tanaman memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Karbohidrat diperoleh dari jaringan vegetatif sebelum terjadi pembungaan. Kandungan karbohidrat pada jaringan vegetatif menentukan keberhasilan pertumbuhan bunga. Menurut Efendi (1994), pertumbuhan reproduktif terjadi karena peralihan asimilat dari pertumbuhan vegetatif yang dikurangi karena penghambatan biosintesis giberelin oleh paklobutrazol ke pertumbuhan reproduktif.

Ketika sedang berbunga, pengairan pada durian harus dikurangi karena tanaman yang mendapat pengairan cukup banyak pada saat berbunga justru akan merangsang pertumbuhan daun. Pada saat penelitian berlangsung, dilokasi penelitian hujan terjadi hampir setiap hari dengan curah hujan rata-rata cukup tinggi berkisar 382.2 mm per bulan (Tabel Lampiran 1). Hal tersebut

menyebabkan flush muncul pada saat pembungaan, sehingga akan terjadi kompetisi dalam penggunaan asimilat antara flush dengan bunga dan dapat mengalihkan tunas yang sudah terinduksi kembali ke fase vegetatif. Sesuai dengan penelitian Prawitasari (2001) bahwa curah hujan 82 mm per minggu pada fase induksi dapat mengalihkan pucuk tanaman lengkeng yang sudah terinduksi kembali menjadi pucuk vegetatif. Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan bunga yang muncul mengalami kerontokan. Kerontokan bunga diperkirakan akibat benturan dengan butiran air hujan dan air hujan tersebut juga dapat menyebabkan tepung sari menggumpal berlekatan sehingga menjadi tidak berfungsi dalam proses penyerbukan.

Dokumen terkait