• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai yang sudah terjadi dan baru terjadi dapat

diintrepetasikan dan dipetakan dari citra Landsat. Perubahan garis pantai yang terdapat di pantai selatan Yogyakarta selama kurun waktu 22 tahun (1989-2011) dapat dilihat pada Gambar 9. Garis yang berwarna hijau menunjukkan garis pantai pada tahun 1989, sedangkan garis berwarna merah merupakan garis pantai tahun 2011.

Perubahan garis pantai yang terdapat di Kecamatan Temon, Wates, Galur dan Srandakan cenderung mengalami abrasi (Tabel 3). Kabupaten Temon dan Wates termasuk dalam kelas kerentanan sedang dimana laju perubahan garis pantai masing-masing sebesar -0,870 m/tahun dan -0,627 m/tahun. Sedangkan Kabupaten Galur dan Srandakan termasuk kedalam kelas sangat rentan dengan laju perubahan garis pantai masing-masing adalah -10,534 m/tahun dan -7,602 m/tahun. Kecamatan Panjatan dengan laju perubahan garis pantai sebesar 4,720 m/tahun termasuk ke dalam kelas sangat tidak rentan, karena cenderung

mengalami sedimentasi.

Sumber: Pengolahan Citra Landsat

Gambar 9. Perubahan Garis Pantai di Pantai Selatan Yogyakarta Pada Tahun 1989-2011

Tabel 3. Perubahan Garis Pantai (m/thn) Periode 1989-2011 di Pesisir Selatan Yogyakarta

Kecamatan 1989-2011 Perubahan (m/tahun)

Temon -2,725 0,984 -0,870

Wates -1,254 0,000 -0,627

Panjatan -1,023 10,463 4,720

Galur -21,068 0,000 -10,534

Srandakan -15,204 0,000 -7,602 Keterangan : (+) = Akresi (garis pantai maju)

: (-) = Abrasi (garis pantai mundur) Sumber : Pengolahan citra Landsat

Secara morfologis, daerah penelitian termasuk kedalam tipe pantai berpasir, dimana aktivitas yang dominan adalah proses sedimentasi material gunung api yang terbawa oleh sungai (Sungai Progo, Serang dan Bogowonto), maupun aktivitas pasang surut air laut. Umumnya perubahan garis pantai yang terjadi di pesisir selatan Yogyakarta berada pada daerah muara sungai.

Gambar 10 memperlihatkan indeks kerentanan pesisir berdasarkan perubahan garis pantai tahun 1989-2011. Sel dengan indeks rentan di Kecamatan Temon merupakan sel yang dekat dengan muara Sungai Serang, sehingga

kemungkinan untuk terjadinya perubahan garis pantai sangatlah besar. Hal ini juga terjadi dengan sel yang berada di Kecamatan Galur dan Srandakan. Terdapatnya Sungai Progo yang membatasi kedua kecamatan tersebut juga memberi pengaruh pada perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai tiap selnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 10. Skor Indeks Kerentanan Pesisir Selatan Yogyakarta Berdasarkan Parameter Perubahan Garis Pantai Tahun 1989-2011

Skor indeks kerentanan pesisir selatan Yogyakarta berdasarkan parameter perubahan garis pantai (Gambar 10) memperlihatkan bahwa seluruh sel yang terdapat di Kecamatan Temon dan Wates masuk kedalam kelas sedang, dimana perubahan garis pantainya cenderung stabil. Kecamatan Panjatan yang terdiri dari delapan sel memiliki kelas perubahan garis pantai yang relatif bervariasi, dimana terdapat tiga sel yang berwarna kuning (kelas sedang), tiga sel berwarna hijau (kelas tidak rentan) dan dua sel berwarna biru (kelas sangat tidak rentan). Kecamatan Galur terdiri dari lima sel termasuk kedalam kelas sangat rentan, dikarenakan sel tersebut mengalami abrasi yang perubahan garis pantainya lebih dari 2 m/tahun. Tiga sel yang terdapat di Kecamatan Srandakan termasuk kedalam kelas sangat rentan dan satu sel termasuk kedalam kelas rentan.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik, dimana ekosistemnya terdiri dari komponen hayati dan fisik yang rentan terhadap perubahan. Hal ini disebabkan dataran pesisir merupakan kawasan transisi antara pengaruh

daratan dan laut, menyebabkan dataran pesisir merupakan kawasan yang dinamis. Sebagai daerah transisi menyebabkan kawasan pesisir memiliki perubahan fisik yang cepat, karena adanya proses fluvial, marin dan eolian yang saling

berinteraksi (Suryoputro, 2007).

Proses perubahan maju mundurnya garis pantai sangat ditentukan oleh proses tersebut, dimana perubahan maju (akresi) didominasi oleh proses fluvial, sedangkan perubahan mundur (abrasi) lebih ditentukan oleh proses marin yang kuat. Ongkosono (1982) dalam Kurniawan et al. (1994) membagi faktor-faktor penyebab perubahan pesisir menjadi dua macam, yaitu ; (1) faktor alami, seperti gelombang laut, arus, angin, sedimentasi, topografi pesisir dan pasut) serta (2) faktor manusia, seperti penambangan pasir, reklamasi pantai, pengerusakan vegetasi pantai.

Penyebab utama dari bertambahnya areal pantai di daerah studi

diperkirakan karena adanya proses sedimentasi. Kecepatan sedimentasi daerah pantai tergantung dari banyaknya muara sungai yang ada di pantai. Salah satu sungai di Yogyakarta yang bermuara di pantai adalah Sungai Progo. Sungai Progo merupakan sungai yang dijadikan sebagai batas administratif antara Kecamatan Galur dan Srandakan. Sedimentasi yang disebabkan oleh adanya masukan material dari Sungai Progo di Kecamatan Galur dapat dilihat dari garis pantai tahun 1989 (Gambar 9).

Pengurangan areal pantai (abrasi) disebabkan oleh arus dan gelombang. Faktor utama yang menentukan abrasi terutama disebabkan oleh arah gelombang yang dominan serta arah arus pasang surut. Abrasi akan berlangsung dengan cepat pada daerah pantai yang menghadap langsung dengan arah datangnya arus

dan gelombang, dibandingkan dengan pantai yang sejajar atau searah dengan datangnya gelombang (Hermanto, 1986).

4.3. Elevasi

Elevasi dapat mempengaruhi seberapa luas genangan air laut yang diakibatkan oleh kenaikan muka laut. Pada Gambar 11 menunjukkan

penggolongan kelas kerentanan dari parameter elevasi. Pada gambar tersebut memperlihatkan bahwa pesisir selatan Yogyakarta yang dijadikan sebagai lokasi analisis kerentanan termasuk ke dalam kelas rentan dan sangat rentan berdasarkan parameter elevasi.

Pesisir selatan Yogyakarta merupakan daerah dengan elevasi yang berkisar dari 0 sampai 10 meter. Oleh karena itu pesisir selatan Yogyakarta termasuk kategori yang cenderung rentan terhadap kenaikan muka laut. Elevasi yang terdapat di pesisir selatan Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 12.

Parameter Elevasi

Gambar 12. Elevasi di Pesisir Selatan Yogyakarta

Wilayah dengan elevasi rendah umumnya berbatasan dengan Samudera Indonesia. Ketinggian wilayah di Kecamatan Srandakan dan Sanden merupakan daerah terendah diantara kecamatan lain di Kabupaten Bantul, yaitu berkisar dari 0 sampai 25 meter dari permukaan laut (Pemerintah Kabupaten Bantul, 2007).

Elevasi pantai merupakan salah satu parameter untuk menentukan potensi terhadap genangan. Menurut Marwasta dan Priyono (2007), apabila terjadi gelombang pasang maka pantai dengan morfologi landai dapat menyebabkan air akan masuk ke daratan relatif jauh sehingga luapan airnya sangat luas.

Secara fisiografis kondisi Kabupaten Kulon Progo wilayahnya adalah daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak di wilayah utara. Kawasan pantai selatan Kulon Progo merupakan lahan dengan kelerengan 0-3% atau termasuk dalam lahan dengan topografi datar. Ketinggian

wilayah kawasan pantai selatan berkisar 0-12 meter di atas permukaan laut (dpl). Titik terendah berada di garis tepian pantai, sedangkan titik tertinggi terletak di Cubung Kalangan, Desa Garongan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2010).

Dokumen terkait