• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan-Perubahan Dalam Prosesi Adat Perkawinan di

BAB IV HASIL PENELITIAN

B. Perubahan-Perubahan Dalam Prosesi Adat Perkawinan di

Dari temuan penulis dilapangan tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap prosesi adat perkawinan di kemukiman Piyeung kecamatan Montasik yaitu :

1. Pemilihan Jodoh

20 Ibid.

21Wawancara dengan Ernayanti, Masyarakat Piyeung (Piyeung Bung Daroh), 03 Oktober 2017.

66

Pemilihan jodoh pada prosesi perkawinan masyarakat Piyeung, sebelumnya ditentukan oleh orang tua dan kerabat dari kedua belah pihak yaitu ditandai dengan melakukan prosesi cah rot. Namun sekarang ini keterlibatan orang tua dan saudara kurang aktif karena pada masa sekaranganaknya lah yang memilih dan menentukan jodohnya. Jauh sebelum perencanaan perkawinan, pemuda-pemudi sekarang sudah saling mengenal baik melalui hp ataupun lewatmedia sosial sehingga mereka memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang perkawinan.22

2. Peusijuk

Peusijuk dilakukan pada saat calon pengantin melakukan prosesi manoe pucok, intat linto dan intat dara baro yang dilakukan oleh sesepuh adat atau orang tua yang memahami tentang peusijuk.

Prosesi peusijuk pada masa sekarang sudah jarang dilakukan karena itu merupakan hal yang sunah, seharusnya prosesi peusijuk tetap dilakukan karena peusijuk bertujuan untuk mendoakan kesejahteraan kehidupan si pengantin.23

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa beberapa masyarakat sudah mulai meninggalkan prosesi peusijuk, padahal tujuan dari peusijuk itu sendiri adalah untuk mendoakan kesejahteraan dan keselamatan pengantin. Tradisi peusijuk dianggap tidak terlalu penting karena merupakan hal yang sunah, sehingga generasi-generasi selanjutnya juga akan menganggap demikian jika tidak dilestarikan dan dijelaskan fungsi, tujuan dari peusijuk itu sendiri.

3. Prosesi Koh Gigo, Koh Andamdan Koh Alis

22

Wawancara dengan Rosmanidar, Masyarakat Piyeung (Piyeung Bung Daroh), 02 Oktober 2017.

23Wawancara dengan Nurul Vatia, Masyarakat Piyeung (Piyeung Mane), 06 Oktober 2017.

Prosesi koh gigo, koh andam dan koh alis pada masa sekarang masih dilakukan, namun tidak dilakukan secara adat lagi, karena pada masa sekarang calon pengantin ataupun orang lain merapikan giginya di klinik-klinik sejak kecil sehingga ketika hari perayaan berlangsung sudah kelihatan bagus, sedangkan koh andam dilakukan di salon-salon/spa kecantikan sekaligus membersihkan diri dan merelaksasi tubuh calon pengantin. Pada prosesi koh alis, ada masyarakat yang melakukannya dan ada yang tidak, biasanya alis si pengantin akan dipotong dan dirapikan oleh perias pada saat di make up untuk hari pesta.24

4. Prosesi Intat Linto

Prosesi intat linto sebelumnya diantar pada malam hari, malam berikutnya para rombongan pengantar lintomendatangi rumah dara baro lagi selama 3 malam berturut-turut dan paling sedikitnya terdiri dari 5 orang laki-laki, prosesi ini disebut malam peunganjo.25

Tujuan malam peunganjo yaitu untuk melakukan serah terima linto kepada pihak dara baro dan menemani si linto untuk beradaptasi di rumah dara baro. Sedangkan pada saat ini, prosesi intat linto diantar sebelum siang hari sekitar pukul 11.00, setelah selesai makan langsung dilanjutkan dengan prosesi serah terima linto baro.

Rombongan pengantar linto pada masa dulu diantar oleh para laki-laki saja, jika ada perempuan yang hadir maka prosesi intat linto dianggap gagal, walaupun yang hadir adalah orang tua dari pihak linto.26

5. Pembawaan Ranup

24Wawancara dengan Rina Hidayati, Masyarakat Piyeung (Piyeung Bung Raya) 04 Oktober 2017.

25

Wawancara dengan Muhammad, Masyarakat Piyeung (Piyeung Mane), 16 Oktober 2017.

26 Wawancara dengan Murniati, Masyarakat Piyeung (Piyeung Bung Raya), 03 Oktober 2017.

68

Pembawaan ranup pada saat intat linto dan intat dara baro pada prosesi yang berlaku sebelumnya hanya dibawa dalam sebuah bate (puan) namun pada masa sekarang harus ada dua bate yang dibawa, yaitu pada saat intat linto dari pihak linto membawa ranup yang berbentuk kupiah linto, sedangkan pada prosesi intat dara baro dari pihak dara baro membawa ranup yang berbentuk bunga.

Pembuatan ranup yang berbentuk topi atau bunga dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian, masyarakat biasanya membayar 50 sampai 100 ribu tergantung tingkat kesulitan ranup.27

Perubahan prosesi adat perkawinan yang dikomodifikasi yaitu : 1. Pelaminan

Pelaminan yang terdapat pada saat pesta perkawinan sekarangsudah berbeda dari sebelumnya. Pelaminan Aceh terkenal dengan warna yang khas dan mencolok yaitu warna merah, kuning, hijau, dan terdapat ukiran-ukiran benang yang bersulam emas. Sedangkan pelaminan saat ini sudah dimodifikasi dengan berbagai macam warna dan bentuk yang jauh lebih menarik dan terkadang juga tidak mencerminkan budaya orang Aceh.28Selain pelaminan, para penyewa juga menyediakan tempat untuk berfoto-foto yaitu photo bots.

2. Prosesi Meugaca

Tradisi meugaca dulu menggunakan daun pacar, dari mulai memetik, mengiling dan memakaikan daun pacar pada pengantin, dilakukan secara bersama-sama. Tidak seperti sekarang pengantin hanya menyewa pengukir inai dan kadang-kadang masyarakat pun tidak tau kapan pengantin dipakaikan inai.29

Tradisi meugaca merupakan tradisi yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak, remaja bahkan orang tua yang masih memiliki ketertarikan terhadap inai.

27

Ibid.

28

Wawancara dengan Dahniar, Masyarakat Piyeung (Piyeung Kuweu), 02 Oktober 2017.

29Wawancara dengan Rina Hidayati, Masyarakat Piyeung (Piyeung Bung Raya) 04 Oktober 2017.

Kebiasaan masyarakat pada saat meugaca yaitu membubuhkan inai yang sudah digiling ditangan dan dikaki pengantin perempuan sambil bercerita dan bersenda gurau. Setelah tradisi meugaca selesai, inai yang tersisa akan dipakai oleh anak-anak, remaja dan ibu-ibu. Perbedaannya dengan tradisi meugaca sekarang yaitu, pengantin perempuan menyewa pengukir inai yang menggunakan inai instan bahkan didatangkan dari gampong-gampong lain agar ukiran inai yang dihasilkan lebih bagus. Ukiran inai juga terdiri dari beberapa warna yaitu merah, hitam dan putih, dan juga agar lebih indah ditambahkan permata dan kilauan setelah inai siap diukir, sipengantin harus membayar mulai dari 200 sampai 500 ribu untuk inai yang diukir.30

3. Pakaian dan Penampilan

Pakaian adat tradisonal merupakan salah satu unsur budaya dari masyarakat,yang kebudayaan dasarnya itu bersifat dinamis (selalu tumbuh dan berkembang). Pakaian yang dipakai oleh masyarakat Piyeung pada saat acara Perkawinan duluyaitu seperti pakaian Aceh, seloyor.31

Sebagian besar pakaian adat tersebut masihdipakai oleh masyarakat dan tidak menghilangkan budaya tersebut begitu sajameskipun budaya pada pakaian tersebut sudah mengalami pergeseran. Pergeseran initerlihat dari minat pengantin dalam memakai pakaian tradisional sudah mulaiberkurang. Dari aksesoris di kepala pengantin tersebut mulai sedikit berubah darimasa dulu ke masa sekarang karena mengikuti perkembangan zaman yang modern.

30

Wawancara dengan Nurul Vatia, Masyarakat Piyeung (Piyeung Mane), 06 Oktober 2017.

70

Perbedaan yang nampak dari pegeseran itu terlihat dari corak, warna, motif dansekarang dibaju sudah dibordir dan kain yang dipakai sekarang berbahan sutera, dulumenggunakan bahan beldu.32

Namun pakaian adat yang sudah mengalami pergeseran yang dimodifikasidengan budaya asing yaitu pakaian yang sudah dirancang dengan desain model baruseperti pakaian Aceh duyung, baju pengantin india, gaun

barbie, kebaya gaun,kebaya gamis dan lain sebagainya. Baju pakaian adat modern

itu sama artinya bajuadat yang sudah dimodifikasikan. Baju adat modern terlihat lebih muslimah dari padabaju adat yang dipakai oleh masyarakat dulu, karena sekarang semuanya sudahmemakai jilbab.33

4. Prosesi Memasak dan Hidangan Makanan

Masakan pada saat perkawinan dulu, biasanya masyarakat melakukannya bersama-sama dari beberapa hari sebelum pesta berlangsung, mulai dari mencari kayu bakar, mengukur kelapa, menumbuk padi dan sebagainya. prosesi memasakpada zaman sekarang bisa dibilang lebih mudah, karena masyarakat bisa langsung membeli di pasar ataupun di warung-warung.

Dulu ketika melakukan proses memasak biasanya masyarakat melakukannya sama-sama, mulai dari mencari kayu bakar dikebun, mengukur kelapa, menumbuk padi dan lain-lain. sebulan sebelum pesta, masyarakat sudah mulai membantu dari hal-hal yang kecil. Sekarang sudah modern semuanya tinggal membeli, bahkan masyarakat Piyeung sudah mulai ada yang mengambil catering.34

Layanan catering yang diambil oleh pemilik rumah sangat mempermudah pekerjaan masyarakat, kebanyakan masyarakat yang datang hanya untuk makan dan melihat pengantin, setelah itu langsung pulang karena semua pekerjaannya

32

Wawancara dengan Erlina, Masyarakat Piyeung (Piyeung Mane), 06 Oktober 2017.

33Tria Mauliza, Pergeseran Budaya Dalam Masyarakat Pidie (Banda Aceh, diakses pada tanggal 16 Oktober 2017), 59.

sudah dilakukan oleh pelayan catering. Kecuali beberapa ibu-ibu yang membantu dalam pembuatan kue-kue tradisional seperti buleukat,kuah pisang, timphan dan lain-lain.Pembuatan kue tradisional Aceh seperti meuseukat, dodol, teumpo karah,

wajeb, boi, peunajoh dan bolusudah sangat jarang dimasak pada saat pesta, karena

sudah tersedia tempat-tempat pembuatan kue tradisional, Masyarakat hanya tinggal memesan apabila membutuhkannya. Hal tersebut menyebabkan generasi yang akan datang tidak mengetahui bahan-bahan dan proses pembuatan kue-kue tersebut.

Selain dari segi memasak, cara menghidang makanan kepada tamupun mulai terjadi perubahan,masyarakat biasa menyebutnya ala francaise, ala francaise inimerupakan peletakan makanan didalam prasmanan dan diletakkan diatas meja. Setiap tamu yang hadir, tamu harus mengantri menyiapkan makanannya sendiri. sebelum terjadinya perubahan, masyarakat menyiapkan makanan menggunakan talam yang disusundidalam rumah, jika tamu yang diundang terlalu banyak, maka ditempatkan dirumah tetangga. Zaman sekarang penyediaan makanan didalam rumah lebih diutamakan kepada besan saja, sedangkan yang lain memakan makanan di francaise.35

Dokumen terkait