• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Tutupan Lahan dan Laju Ekspor Sedimen

Dalam dokumen SISTEM PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTAS (Halaman 37-47)

BAB III STUDI KASUS

3.2 Pendekatan Pemecahan Masalah .1 Model Perilaku Erosi DAS

3.2.3 Perubahan Tutupan Lahan dan Laju Ekspor Sedimen

Laju ekspor sedimen Y untuk setiap unit spasial diperoleh berdasarkan estimasi E dan SDR seperti dituliskan pada persamaan 4. Implementasi model perilaku erosi DAS Citarum Hulu berikut pengujian hasil pemodelannya dengan data lapangan menunjukkan akurasi hasil pemodelan Y hingga 8% untuk tahun 2001 dan 54% untuk tahun 1994 (Poerbandono et al., 2006). Deviasi Y model dan data lapangan pada tahun 1994 disebabkan karena penggunaan data (topografi dan curah hujan) yang hanya berasal dari tahun 2001. Hanya data tata guna lahan yang tersedia untuk ke dua waktu pemodelan tersebut.

Hal menarik yang akan menjadi fokus pembahasan pada makalah ini adalah hubungan antara perubahan perilaku erosi DAS Citarum dengan perubahan tata guna lahan di atasnya. Perubahan perilaku erosi direpresentasikan dengan perubahan laju ekspor sedimen total dari DAS Citarum Hulu untuk tahun 1994 dan 2001:

. . . (21)

Sebaran spasial ΔY pada daerah yang dikaji akan dihubungkan dengan sebaran spasial perubahan tata guna lahan. Identifikasi jenis perubahan lahan dilakukan dengan deliniasi daerah yang mengalami perubahan laju erosi yang ekstrem.

Pada Gambar 2 diperlihatkan tata guna lahan DAS Citarum Hulu untuk tahun 1994 dan 2001. Perubahan ekstrem terlihat utamanya di bagian selatan berupa konversi hutan menjadi tanah terbuka (semak, belukar atau lahan kering). Data ini digunakan sebagai masukan dalam pemodelan E dan SDR. Gambar 3

menunjukkan model jaringan saluran yang merupakan turunan ke dua dari MED DAS Citarum Hulu. Hasil penghitungan sebaran spasial laju ekspor sedimen Y di DAS Citarum Hulu ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 5 menunjukkan distribusi spasial perubahan laju ekspor sedimen yang melebihi 100ton/km2 selama tujuh tahun. Berdasarkan Gambar 5 dapat dikatakan bahwa perubahan perilaku erosi DAS Citarum Hulu (yang dalam studi ini diwakili oleh perubahan laju ekspor sedimen) terkonsentrasi pada bagian selatan.

Investigasi lebih lanjut dilakukan pada sebaran spasial perubahan laju ekspor sedimen pada bagian selatan DAS Citarum Hulu. Gambar 6

memperlihatkan pertampalan antara deliniasi daerah dengan perubahan laju ekspor sedimen dengan deliniasi batas wilayah hutan yang telah terkonversi selama tujuh tahun menjadi lahan terbuka. Pada Gambar 6 juga diperlihatkan batas-batas wilayah administrasi desa-desa tempat konversi hutan menjadi lahan terbuka terjadi.

3.3 Pembahasan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, secara Geografis dari 106° 51’36” - 107°° 51’ BT dan 7° 19’ - 6° 24’ LS. Luas DAS Citarum : 718.268,53 Ha, Panjang DAS Citarum : 269 Km (Sungai Utama), 14.346,24 Km (termasuk anak sungai), Berasal dari Mata Air Gunung Wayang melalui 8 Kabupaten (Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor dan Karawang sebagai muara Sungai Citarum.

Terdapat 12 Sub DAS dan Terdapat 3 Waduk Besar (Saguling, Cirata dan Jatiluhur). Sebagai Sumber air irigasi pertanian 300.000 Ha dan juga sebagai sumber air minum untuk Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi,

kejadian banjir setiap tahun ada serta Sedimentasi rata-rata = 25,52 ton/ha/thn Terdapat 12 Sub DAS dan Terdapat 3 Waduk Besar (Saguling, Cirata dan Jatiluhur). Sebagai Sumber air irigasi pertanian 300.000 Ha dan juga sebagai sumber air minum untuk Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, Jakarta. Luas Lahan Kritis = 125.692,20 Ha dengan Frekwensi kejadian banjir setiap tahun ada serta Sedimentasi rata-rata = 25,52 ton/ha/th.

Dalam permsalahannya Sub DAS Citarum dibagian hulu adalah satu kondisi yang terburuk selama bertahun – tahun. Sub DAS tersebut meliputi Cikapundung, Citarik, Cisarea, Cisangkuy dan Ciwidey.

Gambar 1. (Sub Das Citarum hulu)

Gambar 2. (Distribusi spasial laju ekspor sedimen tahun 2001, Poerbandono et al, 2006)

0

Gambar 3. (Jaringan saluran, Poerbandono, 2006)

Tingkat sedimentasi Sungai Citarum akibat lahan kritis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu mencapai empat juta ton per tahun (Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bandung, Ir. H. Tisna Umaran 25 -7 -2010). seperti terlihat dalam gambar bahwa distribusi laju spasial ekspor sedimen di daerah luhu sekitar 400 ton/km2/tahun masih didaerah Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kota Cimahi ditahun 2006. Sedangkan transport sedimen didaerah hilir sekitar 900 – 3000 ton/km2/tahun di tahun 2006. sedangkan untuk transport sedimen sekitar 3000 – 7000 ton/km2/tahun masih relatif kecil dan kebanyakan didaerah hilir dari Sub DAS hulu Citarum. Hasil perhitungan total MSMAS (2009) bahaya erosi menggunakan peta penggunaan atau tutupan lahan pada tahun 2002 di DAS Citarum Hulu sebesar 15.206.301 Ton, yang masing – masing sub DAS mempunyai kontribusi sebagai berikut :

Sub Das Jumlah sedimentasi

Sub DAS Cikapundung 3.638.561 Ton

Sub DAS Citarik 3.249.367 Ton

Sub DAS Cisangkuy 2.612.637 Ton

Sub DAS Cikeruh 2.156.128 Ton

Sub DAS Cirasea 1.885.645 Ton

Sedangkan hasil prediksi rerata erosi tahunan dengan metode USLE urutan tertinggi ke terendah adalah :

Sub Das Jumlah sedimentasi

Sub DAS Citarik 123 T/ha/th

Sub DAS Cikeruh 96 T/ha/th

Sub DAS Cikapundung 94 T/ha/th

Sub DAS Cisangkuy 74 T/ha/th

Sub DAS Ciweday 70 T/ha/th

Sub DAS Cirasea 55 T/ha/th

Akibat dari erosi di DAS hulu Citarum dan sedimentasi yang berkepanjangan menyebabkan banyak permasalahan. Diantaranya banjir musiman, kemarau di saat musim kering, dan sedimentasi waduk (waduk Seguling dan lainnya).

Dalam pengolahannya untuk DAS hulu Citarum harus melibatkan beberapa aspek seperti pemerintah, penduduk, LSM dan Dinas – dinas yang berkaitan.

Permasalahan di Sub DAS Citarum Hulu

Adapun permasalahan di Sub DAS Citarum hulu yang menyebabkan erosi dan sedimentasi adalah sebagai berikut :

- Berkurangnya areal hutan lindung

- Berkembangnya lahan pertanian yang tidak ramah lingkungan

- Berkembangnya pemukiman yang tak terkendali dan tanpa perencanaan yang baik

- Limbah domestik - Limbah peternakan - Limbah industri, sampah, - Tata ruang yang kurang baik.

Pemecahan masalah ( non teknis )

Untuk pemecahan ,masalah tersebut harus dilihat beberapa aspek seperti aspek teknis dan aspek nonteknis. Upaya – upaya nonteknis antara lain :

- Penghijauan kembali hutan lindung.

- Pengembangan lahan pertanian yang terintegrasi dan ramah lingkungan - Penataan ruang kembali yang sesuai dengan kebutuhan tataguna lahan.

- Interaksi sosial kapada masyarakat disekitar DAS Citarum tentang bahaya sampah dan limbah masyarakat

- Sedangkan untuk limbah industri harus diupayakan kepada perusahaan untuk menata kembali sistem pembuangan limbah tersebut.

Pemecahan Masalah ( Teknis )

Untuk aspek secara teknis pemerintah telah mengupayakan untuk mengeruk sungai Citarum (Bandung, Kompas 6 Oktober 2010). Sedangkan setelah pengerukan akan dibuat sistem pengendali erosi dan sedimentasi dengan mengunakan Tecno Sabo.

Dalam pengunaan tecno sabo pemerintah mengupayakan untuk mengunakan pada DAS Citarum hulu yang memungkin untuk mengendalikan sedimentasi di daerah DAS tersebut. Tujuan dari pembangunan prototipe Sabo dam adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bangunan prototipe Sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi waduk, terutama waduk Seguling. Saat ini, tengah dilaksanakan orientasi pada bidang penerapan dan pengembangan teknik Sabo sebagai suatu sistem yang dipakai untuk mengatasi permasalahan aliran sedimen. Kedepannya nanti, teknik Sabo dapat diterapkan pada suatu kawasan wilayah sungai secara menyeluruh dan terpadu. (Dirjen SDA dalam Sosialisasi Penanganan Bencana Sedimen 2010)

Gambar 4. (Perencanaan Pengunaan Tecno Sabo untuk DAS Citarum)

Gambar 5. (Contoh pengunaan Sabo untuk mengendalikan sedimentasi)

Gambar 6. (Sketsa pengendalian sedimen di hulu DAS Citarum)

Cara kerja Tecno Sabo sangat sederhana yaitu dengan menangkal sedimen yang terbawa arus sungai yang kemudian menumpuk di didaerah tersebut. Sehingga terjadi penumpukan berlebih pada dam sabo yang bisa dikeruk lagi setiap tahunnya.

Beberapa keuntungan yang didapat jika mengunakan Sabo dam antara lain:

- Bangunan sabo dapat mengurangi endapan, namun penyebarannya masih kurang merata. Hal ini karena dasar sungai di hulu bangunan (Armor River

Bed) yang berupa tanah keras dan berbatu menimbulkan gerusan di bagian hilir.

- Stabilitas bangunan cukup baik meskipun pada musim hujan tahun ini telah terjadi banjir dengan ketinggian antara 0,8 – 1,00 meter sebanyak 11 kali, sedang banjir antara 1,00 – 1,20 meter sebanyak 4 kali.

- Sebagai acuan bangunan Sabo dam di K. Lumajang sebagai penampung sedimen yang mengalir pada alur sungai berhasil dengan baik, terlihat dari satu kali musim hujan saja kapasitas tampung sedimen sudah hampir penuh.

- Dari hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa bangunan prototipe sabodam di K. Lumajang mampu mengurangi laju sedimentasi sebesar 0,032 % dari sedimentasi tahunan DAS Waduk Mrica.

- Material endapan yang berupa pasir, kerikil dan beberapa batu dapat digunakan sebagai bahan bangunan, sehingga peran serta masyarakat sekitar bangunan yang menambang bahan galian tersebut menambah daya tampung kapasitas prototipe sabodam.

- Dengan adanya penambangan bahan galian oleh masyarakat di sekitar bangunan dapat meningkatkan tingkat perekonomian mereka.

Pemodelan tingkat erosi dan sedimentasi Survei lahan DAS hulu Citarum Pemecahan masalah

Gambar 7. (Diagram sederhana pemecahan masalah sedimentasi di DAS hulu Citarum)

3.4 Kesimpulan

Pada DAS Citarum Hulu yang direpresentasikan oleh utamanya paramater laju ekspor sedimen tahunan. Laju ekspor sedimen tahunan diperoleh sebagai produk dari laju erosi tahunan dan sediment delivery ratio (SDR). Laju erosi tahunan dihitung menggunakan USLE (Wischmeier & Smith, 1978) sedangkan SDR diestimasi berdasarkan penghitungan waktu tinggal sedimen pada komponen lereng dan sistem saluran (Sivapalan et al., 2002). Perubahan perilaku erosi yang dikaji pada makalah ini adalah pertambahan laju ekspor sedimen pada tahun 2001 relatif terhadap tahun 1994. Luasan perubahan perilaku erosi yang ekstrem ditemui di bagian selatan DAS Citarum Hulu. Invetsigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa pada bagian tersebut terjadi konversi hutan menjadi lahan terbuka. Hasil studi yang didokumentasikan pada makalah ini menunjukkan bahwa konversi hutan menjadi lahan terbuka dengan luas yang memiliki dampak spasial yang berarti berada pada wilayah yang mengalami peningkatan laju ekspor sedimen tahunan yang melebihi 100ton/km2.

Adapun pengendalian erosi dan sedimen dapat diminimalisir dengan metode konservasi lahan dalam mengendalikan laju erosi yang berimplikasi pula terhadap tingkat sedimen yang terjadi. Tekno Sabo dapat dilakukan pada daerah hulu sungai sebagai pengendali laju sedimen di daerah hilir serta dapat pula dilakukan pengerukan sedimen sebagai upaya dalam waktu singkat.

Dalam dokumen SISTEM PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTAS (Halaman 37-47)

Dokumen terkait