Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat seperti mengusir setan atau makhluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Demikian juga dengan pemakaian sekapur.
Agama juga memiliki pengaruh dan terlihat jelas perkembangannya. Sekalipun upacara Sembahyang Tuhan/ Cio Taw telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Begitu pula dengan yang beragama Katholik,Islam, Hindu. Pada yang beragama Budha masyarakat adat Tionghoa masih sering
ke kelenteng dan masih memegang teguh adat istiadat baik perkawinan maupun yang lain tetap selalu dilaksanakan dengan taat.
Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilihat dari kepraktisan upacaranya. Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan kota-kota besar yang telah dipengaruhi oleh teknologi canggih. Masyarakat adat Tionghoa sekarang berdasarkan hasil observasi penulis jarang ke kelenteng karena faktor kepraktisan akibat pengaruh IPTEK. Upacara pernikahan masyarakat adat Tionghoa sekarang rata-rata melakukan Sembahyang tidak mesti di kelenteng, bisa di rumah atau rumah peribadatan lain berdasarkan agama yang dipeluknya. Perkawinan yang benar-benar seperti adat perkawinan dalam masyarakat adat Tionghoa yang sudah di rumuskan berbagai aturan dan upacaranya sudah jarang terjadi dan hanya sebagian saja yang masih memegang penuh adat perkawinan tersebut.
Sebagai suatu pranata adat yang tumbuh dan mempengaruhi tingkah laku masyarakat yang terlibat di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami masa transisi. Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat pernikahan tersebut melalui pergeseran mptif baik kea rah positif maupun negative dan konflik dalam keluarga.
Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Bahkan hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut. Masyarakat adat Tionghoa yang masih melaksanakan upacara adat perkawinan sebagaimana yang telah diadatkan adalah masyarkat yang keluarganya sebagian besar masih melaksanakannya sehingga anggota keluarga yang lain juga melaksanakannya dan adat tersebut masih terjaga. Masyarakat adat Tionghoa sekarang jarang yang melakukan karena kurangnya pemahaman dan malas mengeluarkan biaya banyak untuk upacara adat perkawinannya. (R.Rafael Sunarto,2013:320)
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Adat perkawinan masyarakat adat Tionghoa sangat beragam dan unik. Mereka melarang masyarakatnya untuk menikah dengan etnis lain karena dianggap bisa berdampak yang tidak baik. Perkawinan menurut masyarakat adat Tionghoa dipandang sebagai salah satu cara mempertahankan keluarga atau marga mereka, juga untuk mewariskan budaya leluhur mereka yang sudah turun temurun, menjaga harta, serta meninggikan derajat sesorang. Dalam masyarakat adat Tionghoa, mereka menganut sistem kekerabatan patrilineal dengan klan (She) dan extended family. Syarat-syarat perkawinan adat Tionghoa tidak tertulis
ketentuannya namun diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi. Agama dan lingkungan sekitar tempat tinggal juga berpengaruh bagi adat perkawinan Tionghoa dengan
memadukan adat lama dengan memilih adat baru yang sekiranya masih sesuai dengan adat perkawinan warisan leluhur Tionghoa.
Upacara-upacara yang dilakukan dalam prosesi pernikahan masyarakat adat Tionghoa terdiri dari upacara menjelang pernikahan yang meliputi lamaran atau mahar, prosesi seserahan adat Tionghoa (Sangjit), menghias kamar pengantin, menyalakan lilin, Siraman, sisir rambut, upacara makan, menjemput mempelai perempuan, penyambutan pengantin perempuan. Lalu ada upacara saat pernikahan yaitu 3 - 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan "memajang" keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Lalu ada upacara Cio Taw yang terdiri dari penghormatan terhadap Tuhan (Thian/Tikong) beserta leluhur dan penghormatan Kepada Orang Tua dan Keluarga. Kemudian upacara pesta pernikahan yang dihadiri sanak keluarga dan teman-teman kedua mempelai dan juga ada pelaksanaan Teh Pai. Selanjutnya upacara setelah pernikahan yang terdiri : Cia Kiangsay dan Cia Ce’em.
Masyarakat etnis Tionghoa memiliki resep perkawinan yang harmonis dimana berisi mengenai persoalan saat belum mempunyai keturunan, belum lancar ekonomi, kesetiaan, dan kesabaran berkeluarga. Resep tersebut selalu diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya agar keluarga Tionghoa tetap terjaga dan sejahtera.
Benda dan tradisi yang memiliki sejarah yang ada dalam adat perkawinan masyarakat adat Tionghoa diantaranya ada cadar merah pada pengantin wanita yang digunakan untuk menutupi muka dan terbuat dari sutera, lalu ada tradisi menyajikan teh pada upacara pernikahan atau Teh Pai yang melambangkan tanda hormat, kemudian tandu pengantin yang digunakan untuk menghantar pengantin wanita ke rumah pengantin pria, dan tradisi kebahagiaan ganda yang tertera pada kertas merah atau potongan kertas selalu ada pada saat pernikahan.
Perubahan yang biasa terjadi pada adat upacara perkawinan Tionghoa dipengaruhi oleh agama, pengaruh dari adat setempat atau adat lain, pengaruh IPTEK. Generasi sekarang lebih mementingkat kepraktisan dan penghematan biaya, karena upacara adat pernikahan Tionghoa membutuhkan biaya yang banyak dan tata cara yang rumit dan hanya orang-orang tertentu yang masih menggunakannya. Hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara perkawinan/pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut. 5.2 Saran
Penulis berdasarkan hasil penelitian diatas memberikan saran bagi pembaca atau pihak yang terkait agar selalu melaksanakan peratuaran yang sudah diadatkan dari leluhur. Karena itu merupakan warisan budaya yang tak ternilai. Pernikahan yang sudah dilaksanakan dan sah harus dijaga sampai maut yang memisahkan dan dari penelitian diatas ada resep perkawinan harmonis dari etnis Tionghoa yang secara turun temurun dan bisa digunakan sampai sekarang. Perubahan yang terjadi terhadap adat sekarang harus kita sikapi kritis. Jangan langsung menerima budaya baru yang belum tentu baik menurut adat kita. Perkembangan IPTEK harus kita gunakan dengan maksimal namun tidak menghilangkan adat istiadat yang sudah diadatkan oleh nenek moyang kita.
DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn.1996.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta : Pradnya ParamitaHandoyo,Eko dkk. 2007.Studi Masyarakat Indonesia.Semarang: FIS Unnes
Kansil.1989.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka Koentjaraningrat, 2002. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Djambatan Ramulyo, Mohammad Idris.1996.Hukum Perkawinan Islam.Jakarta : Bumi Aksara Saleh, K.Wantjik.1976.Hukum Perkawinan Indonesia.Jakarta : Ghalia Indonesia
Salim,Agus.2006.Stratifikasi Etnik Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis Jawa dan Cina. : Yogyakarta: Tiara Wacana
Setiady,Tolib.2009.Intisari Hukum Adat Indonesia (dalam kajian kepustakaan).Bandung:Alfabeta
Soenarto, R.Rafael dkk.2013.Budaya Tionghua Pecinan Semarang San Baolong Tang Ren Jie Zhong Hua Wen Hua.Semarang : Perkumpulan Sosial Rasa Dharma (Boen Hian Tong)
Soekanto,Soerjono.2010.Hukum Adat Indonesia.Bandung: Rajawali Pers Soekanto,Soerjono.2012.Sosiologi Suatu pengantar.Bandung:Rajawali Pers
Soepomo. 1981.Dasar-Dasar Hukum Adat dan Ilmu Hukum Adat.Bandung : Alumni Sudarsono. 1991.Hukum Perkawinan Nasional.Jakarta:PT. Rineke Cipta
Wignjodipoero, Soerojo.1988.Pengantar Asas-asas Hukum Adat.Jakarta : Gunung Agung Usman, Rachmadi. 2006. Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia.Jakarta:Sinar Grafika
Sumber Jurnal Online :
Andesta,Reza.2013.TRADISI PENGADANGAN DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU OGAN DESA LUNGGAIAN KECAMATAN LUBUK BATANG KABUPATEN OGAN
KOMERING ULU.Unila.Vol.1 No.4.
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/2966/pdf_14 , diakses pada 5 Mei 2015
Caesareno, Lintang.2013. Refleksi Sistem Perkawinan Tionghoa dalam Novel Takdir Karya
Soe Lie Piet dan Keras Hati Karya K. S. Tio.
http://journal.unair.ac.id/article_6659_media45_category.html , diakses pada 27 April 2015
Listiyani,Titin.2011. PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR DALAM RITUAL DI KELENTENG BAN ENG BIO ADIWERNA.Unnes. Vol.3 edisi 2. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas , diakses pada 5 Mei 2015
Sulaiman.2009.AGAMA KHONGHUCU : SEJARAH, AJARAN, DAN KEORGANISASIANNYA DI PONTIANAK KALIMANTAN BARAT.kemenag. Volume XVI, No. 01. http://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa/article/download/58/58 , diakses pada 5 Mei 2015
Sulistyorini, Isti.2008.PILIHAN HUKUM MASYARAKAT TIONGHOA DALAM PENYELESAIAN PEMBAGIAN WARIS DI PEKALONGAN.Vol VII No.13.
http://journal.unikal.ac.id/index.php/hukum/article/download/167/103 , diakses pada 5 Mei 2015