BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2. Perulangan
Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 1 data gaya bahasa aliterasi, yaitu sebagai berikut.
1) Aku merasa tampan, aku merasa jadi pahlawan (SP, 14). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa alitersi karena adanya pemanfaatan kata ulang pada permulaan yang sama bunyinya yaitu “aku”.
b. Anadiplosis
Anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 1 data gaya bahasa anadiplosis, yaitu sebagai berikut.
1) Pemotongan pita peresmian SMA ini adalah hari bersejarah bagi kami orang Melayu pedalaman, karena saat pita itu terkulai putus,… (SP, 6). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anadiplosis karena ada kata yang digunakan atau menjadi kata pertama pada kalimat berikutnya, yaitu kata “pita”
c. Epizeukis
Epizeukis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 3 data gaya bahasa epizeukis, yaitu sebagai berikut.
1) Dan yang paling sial adalah aku, selalu aku! (SP, 13). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang diulang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “aku”.
2) …agar tak memendam harap, ia terpuruk, terpuruk dalam sekali (SP, 81). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang diulang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “terpuruk”.
3) Dan sampai di los kontrakan, melongok ke dalam kaleng celenganku yang penuh, penuh oleh uang receh darah masa mudaku yang berapi-api perlahan padam (SP, 144). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang diulang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “penuh”.
d. Mesodiplosis
Mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 3 data gaya bahasa mesodiplosis, yaitu sebagai berikut.
1) Jasamu yang tak kenal pamrih itu, ketulusanmu yang tak kasat mata itu (SP, 186). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa mesodiplosis karena terdapat repetisi di tengah baris yaitu kata “tak”.
2) …aku jadi mendapat bahan untuk meledak Arai sepanjang waktu,
sepanjang hidupnya malah (SP, 234). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa mesodiplosis karena terdapat repetisi di tengah baris yaitu kata “sepanjang”.
3) Setiap bangun subuh aku berlari, tengah hari aku sebelum makan berlari, sepanjang sore berlari, dan tak boleh tidur jika belum berlari (SP, 242).
Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa mesodiplosis karena terdapat repetisi di tengah baris yaitu kata “berlari”.
e. Simploke
Simploke adalah gaya bahasa repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal atau akhir berbagai baris kata atau kalimat secara berurutan. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 2 data gaya bahasa simploke, yaitu sebagai berikut.
1) Aku merasa in charge. Aku pemimpin pelarian ini, maka hanya aku yang berhak membuat perintah (SP, 19). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simploke karena repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal yaitu kata “aku”.
2) Aku melongok ke daasar peti, aku tak sanggup (SP, 19). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa simploke karena repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal yaitu kata “aku”.
f. Anafora
Anafora adalah repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Hasil analisis dalam novel Sang Pemimpi terdapat 14 data gaya bahasa anafora, yaitu sebagai berikut.
1) “Tak ada pengecualian, tak ada kompromi, tak ada kata belece, dan tak ada akses istimewa untk mengkhianati aturan (SP, 9). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat
berikutnya yaitu kata “tak”.
2) Aku gugup bukan main saat pertama kali keluar kamar dengan gaya
rambut Toni Koeswoyo itu. Aku berdiri mematung di ambang pintu…(SP, 24). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “aku”.
3) Aku terbengong-begong melihat tingkah Arai. Ibuku sibuk menggulung kabel telpon yang kami campakkan. Aku semakin tak mengerti waktu Arai
dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “aku”.
4) Mei Mei terdiam menatap Arai. Kami juga terdiam, serentak menoleh padanya (SP, 47). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “terdiam”.
5) Juwita malam, siapakah gerangan puan. Juwita malam, dari bulankah
puan….(SP, 53). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “puan”.
6) …sebab kenyataannya penguasa tertinggi kampong kami, tak lain tak
bukan, de facto, tak dapat diganggu gugat, tetaplah penggawa masjid (SP, 58). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “tak”.
7) Jika ia panik atau sedang bersemangat maka ia gagap. Jika suasana hatinya sedang nyaman, ia berbicara senormal orang biasa (SP, 60). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “jika”.
8) Aku selalu berlari. Aku menyukai berlari. Para kuli ngambat adalah pelari (SP, 141)). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “aku”.
9) Aku berlari berangkat sekolah. Amboi, aku senang sekali berlari. Aku senang berlari menerobos hujan, seperti selendang menembus tirai air berlapis-lapis (SP, 141). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “aku”.
10) …, aku merasa menjadi ayangan kertas kajang yang berwarna-warni, aku merasa seumpama benda seni yang meluncur deras menerabas angin (SP, 142). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “aku”.
11) Aku dipaksa oleh kekuatan alam untuk melompati garis dari menggantungkan diri menjadi mandiri. Aku dipaksa belajar bertanggung jawab pada diriku sendiri (SP, 143). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “aku dipaksa”.
12) Pesimistis menimbulkan sinis, lalu iri, lalu dengki, lalu mungkin fitnah. (SP, 147). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “lalu”.
13) …, dari panggung ke panggung, dari kampung ke kampung,
membawakan lagu itu-itu saja. (SP, 192). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “dari”.
14) Tak ada satupun kota lain dapat menyamainya. Tak ada yang sebanding dengan Paris (SP, 269). Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “tak ada”.