• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.2. Perumusan Masalah

Secara hukum Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13 tahun 1976 telah menjadi kerangka dasar pengembangan wilayah Jakarta dengan wilayah tetangganya. Instruksi Presiden tersebut menyatakan bahwa wilayah Jakarta selaku ibukota negara dikembangkan ke wilayah-wilayah sekitarnya yang berfungsi sebagai penyangga. Wilayah penyangga tersebut adalah Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tangerang, serta Kabupaten dan Kota Bekasi. Sehingga wilayah Jakarta beserta wilayah-wilayah penyangganya sering disebut sebagai kawasan JABODETABEK.

Berdasarkan landasan hukum ini, pembangunan dan pengembangan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dari sudut pandang tata ruang merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung. Ini menunjukkan akan terjadi keterkaitan antarwilayah yang secara intensif baik dari segi geografi, pembangunan ekonomi, transportasi dan lainnya. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat dan Daerah di tiap wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya.

Berkaitan dengan pelaksanaan Intruksi Presiden Nomor 13 tahun 1976 tersebut, Pemerintah merealisasi pembangunan Tol Jagorawi sepanjang 46 kilometer yang dioperasikan tahun 1978. Jaringan jalan tol ini menghubungkan wilayah Jakarta dan Bogor dan wilayah sekitarnya. Tol Jagorawi berperan sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar, terutama kenaikan output di beberapa sektor di Jawa Barat (Bogor Dalam Angka, 1983). Sampai saat ini jaringan Tol Jagorawi menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejumlah aktivitas

ekonomi di wilayah Bogor, Bekasi dan Jakarta. Jaringan jalan Tol Jagorawi membawa dampak pada pertumbuhan seperti sektor perumahan dari berbagai tipe, mulai dari Rumah Sangat Sederhana (RSS) hingga real estate. Demikian juga berbagai jenis angkutan penumpang dan barang terus bertambah jumlahnya, hal ini seiring dengan bertambahnya perusahaan-perusahaan otomotif (PO). Sedangkan pertumbuhan di sektor perdagangan ditandai dengan semakin bertambahnnya tempat-tempat perbelanjaan (shopping centre), pertokoan, mal dan tempat rekreasi.

Pembangunan jalan tol terus diperluas yaitu dengan dioperasikan jaringan Tol Cipularang sepanjang 129 km pada tahun 2005. Tol Cipularang bermanfaat sangat besar bagi wilayah-wilayah yang dilewatinya yaitu Jakarta, Bekasi dan wilayah Jawa Barat lainnya. Jaringan tol ini adalah sambungan Tol Cikampek ke arah lingkar luar Jakarta, ini adalah satu jalur pendek untuk mempersingkat waktu tempuh Jakarta ke Bandung dan sebaliknya.

Kehadiran jaringan tol ini menjadikan ibukota Jawa Barat ini bertumbuh pesat, laju pertumbuhan ekonomi Bandung pada tahun 2005 mencapai 7.8 persen lebih besar dibanding tahun sebelumnya 7.5 persen. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat 25 persen dari Rp 34.8 triliun menjadi Rp 43.5 triliun. Tingkat penyerapan tenaga kerja naik sebesar 30 persen, dan tingkat pengangguran turun 10,3 persen (Laporan Pertanggung Jawaban Wali Kota Bandung, 2007).

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa peranan jaringan jalan di satu wilayah akan membuat produksi aktivitas-aktivitas ekonomi di wilayah tersebut bertumbuh, dan selanjutnya akan menaikan pertumbuhan wilayah. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan wilayah, pembangunan infrastruktur transportasi

jalan dapat pula akan menciptakan relokasi input-input kapital dan labor (tenaga kerja) antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001). Artinya pembangunan infrastruktur tersebut dapat memobilisasi unit-unit input, kapital dan labor berpindah dari satu wilayah ke wilayah tetangganya.

Berikut ini adalah beberapa fenomena yang mendekati maksud dari Reitveid. Adalah wilayah Parung, wilayah ini dahulu cukup ramai dilalui dan disinggahi kendaraan penumpang dan barang dari Jakarta menuju Bogor dan sebaliknya. Keramaian wilayah ini kemudian dikuti dengan tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi khusunya disepanjang jaringan jalannya. Namun dibukanya Tol Jagorawi tahun 1978, telah membawa pengaruh besar terhadap perubahan aktivitas ekonomi Parung. Saat ini aktivitas ekonomi di sepanjang jaringan jalan tersebut relatif tidak berkembang. Keadaan tersebut kini sangat berbeda, jalur tersebut kini relatif sepi, aktivitas utama hanyalah jalur angkutan kota (angkot) dari Parung ke Bogor dan sebaliknya. Dengan demikian aktivitas ekonomi dijalur inipun relatif tidak berkembang (Laporan Tahunan Pemda Cibinong, 1990).

Demikian pula dibukanya akses jaringan jalan Tol Cikampek (diperpanjang menjadi Cipularang) juga berdampak kurang menguntungkan bagi sebagian wilayah di jalur Jakarta-Bandung melalui Puncak. Di jalur jaringan Jakarta-Bandung melalui Puncak tersebut awalnya dipenuhi berbagai aktivitas seperti usaha tempat istirahat, rumah makan, warung, toko-toko yang penjual berbagai kebutuhan, penginapan, dan tempat rekreasi . Saat ini pendapatan pada sektor-sektor tersebut relatif menurun, bahkan beberapa pengusaha menutup usahanya dan sebagian berpindah lokasi usaha. Penurunan ini terjadi khususnya di kawasan wisata Cipanas yaitu berkurangnya omset penjualan para pedagang

makanan dan barang lainnya hingga mencapai 30 – 70 persen (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, 2006).

Kota Purwakarta dahulu ramai karena dilewati jalur Jakarta-Bandung (atau sebaliknya) melalui Padalarang, namun saat ini kota relatif sepi dari berbagai aktivitas ekonomi, bahkan kota ini pernah disebut sebagai ”kota mati.” Pertumbuhan ekonomi kota ini turun drastis, ratusan pedagang khususnya di sektor informal (warung makan, kios keramik, beberapa SPBU) dan tempat usaha lainnya terpaksa menutup usahanya, karena nyaris sepi pembeli (Nurlaela Munir, 2006). Demikian pula Cianjur yang dahulu ramai menjadi akses tujuan perjalanan Jakarta-Bandung, sekarang menjadi sepi sama dengan kota Purwakarta (Cipularang Impact, 2008).

Keberadaan dari jaringan jalan raya, jalan tol, jalan rel dapat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi wilayah baik positip maupun negatif. Hal ini merupakan fenomena yang muncul dari kekuatan infrastruktur transportasi dan networking wilayah-wilayah yang terbentuk olehnya. Oleh karena itu, kiranya diperlukan suatu analisis tentang bagaimanakah infrastruktur transportasi di satu wilayah berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan terhadap wilayah tetangganya.

Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini hendak menganalisis seberapa besar pengaruh infrastruktur transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi di satu wilayah, dan juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tetangga nya. Dengan demikian masalah penelitian yang dirumuskan didalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh infrastruktur transportasi terhadap aktivitas ekonomi di suatu wilayah dan wilayah tetangganya ?

2. Kebijakan infrastruktur transportasi manakah yang memberikan dampak pada aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh pada wilayah di kawasan JABODETABEK ?

Dokumen terkait