• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.5 Model Pengelolaan Berkelanjutan

5.5.2 Perumusan strategi

Analisis SWOT yang dilakukan mengacu pada fokus model pengelolaan perikanan pelagis yang cocok di PPN Prigi. Hasil perhitungan keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial, hasil wawancara, kuesioner dan pengamatan di lapangan dianalisis menjadi faktor internal dan eksternal keberlanjutan perikanan pelagis.

Analisis internal perlu diketahui untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki PPN Prigi serta mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) jumlahnya cukup banyak. Faktor-faktor tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1) Kekuatan:

(1) Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungan yaitu dengan

adanya kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS).

POKMASWAS merupakan nelayan yang ikut mengawasi kegiatan perikanan utamanya di daerah pantai dan melaporkan pelanggaran kepada satuan kerja pengawasan sumberdaya perikanan (Satker PSDKP);

(2) Adanya Daerah Perlindungan Laut (DPL) di daerah Karanggongso menjadi tempat yang ekologinya terjaga;

(3) Tersedianya tempat pemindangan ikan meringankan biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengolah ikan. Namun tempat pemindangan di bengkorok belum dimanfaatkan secara optimal. Bangsal pengolahan dimaksudkan untuk mendongkrak industri pengolahan ikan dengan diversifikasi produk (bakso ikan, nugget dan sosis);

(4) Banyaknya bakul/pedagang menjadi suatu kekuatan agar harga ikan tidak hanya dimonopoli oleh bakul/pedagang tertentu;

(5) Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah meringankan biaya operasional yang dikeluarkan nelayan karena margin pemasaran tidak terlalu besar;

(6) Terbentuknya jaringan pemasaran yang baik membuat kegiatan pemasaran hasil perikanan berjalan lancar;

(7) Hubungan yang baik diantara stakeholder mempermudah komunikasi dan pengelolaan bersama perikanan pelagis.

70

2) Kelemahan:

(1) Produksi perikanan yang telah melewati batas maksimum lestari. Hal ini mengkhawatirkan karena jika sumberdaya ikan unggulan tereksploitasi habis, maka kegiatan perikanan akan terhenti;

(2) Data yang kurang akurat menyebabkan sulit terkontrolnya sumberdaya ikan dan rancunya pengambilan keputusan manajemen perikanan;

(3) Kurangnya pengawasan dan sarana pengawasan terhadap ZEE merupakan kelemahan yang dialami di perairan Indonesia. Hal ini memudahkan orang asing memasuki wilayah perairan Indonesia dan menyebabkan terjadinya IUU fishing;

(4) Kualitas ikan yang kurang baik utamanya terjadi pada alat tangkap purse seine yang dalam operasionalnya tidak membawa es. Hal ini lebih dirasa merugikan pada saat musim panen. Ikan akan terjual dengan harga yang sangat murah karena melimpahnya hasil tangkapan dan kurangnya tempat menampung;

(5) Fungsi TPI kurang optimal, sehingga menyebabkan kegiatan perikanan lebih dikuasai oleh bakul/pedagang. Hal ini menyebabkan masalah pembayaran yang dikeluhkan beberapa pemilik kapal karena pembayaran oleh bakul tidak langsung dibayar penuh. Sehingga biaya operasional tidak dapat langsung berputar;

(6) Pendidikan dan pengetahuan nelayan yang relatif rendah menyebabkan sulitnya penerimaan konsep pembangunan perikanan keberlanjutan. Sebagai contoh persepsi dari mayoritas nelayan purse seine dan gillnet

yang tidak menginginkan pembatasan alat tangkap maupun hasil tangkapan;

(7) Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dengan organisasi menyebabkan kurang berkembangnya pemikiran nelayan. Kerugian lain yang dialami nelayan adalah tidak mengetahui jika ada bantuan yang sedang turun dan sulitnya mendapat bantuan karena tidak terorganisir; (8) Perbedaan visi antar stakeholder dan kurangnya koordinasi menyebabkan

71

lebih berorientasi pada nilai ekonomi tanpa memperhatikan keberlanjutan ekologi;

(9) Peningkatan jumlah rumpon yang tidak terkontrol dapat menekan sumberdaya dan juga dapat menimbulkan konflik diantara para nelayan; (10) Jumlah armada penangkapan yang meningkat dari waktu ke waktu sangat

mengakhawatirkan sumberdaya yang tersedia.

Tabel 14 Matriks IFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi No

Faktor Bobot Rating

Bobot* Rating

Kekuatan

1

Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kelestarian

lingkungan (POKMASWAS) 0.074 3 0.222

2 Adanya DPL (Daerah Perlindungan Laut) 0.009 2 0.018

3

Tersedianya tempat pengolahan (bangsal pengolahan,

pemindangan bengkorok) 0.065 2 0.130

4 Banyak pedagang/bakul 0.083 3 0.249

5

Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah

diperoleh 0.046 3 0.138

6

Terbentuknya jaringan pemasaran perikanan baik pasar

lokal dan regional serta akses menuju pasar internasional 0.092 3 0.276 7

Hubungan yang baik antar stakeholder (nelayan,

bakul/pedagang dan pengeola) 0.037 1 0.037

Kelemahan

1

Produksi perikanan yang telah melewati batas

penangkapan lestari berkelanjutan 0.093 1 0.093

2 Data kurang akurat 0.074 2 0.148

3

Kurangnya pengawasan dan sarana pengawasan terhadap

ZEE 0.065 2 0.130

4

Kualitas ikan yang kurang baik (HT purse seine yang

tidak di-es) 0.056 3 0.168

5

Fungsi TPI kurang optimal (hanya sebagai tempat

penimbangan) 0.046 3 0.138

6

Pengetahuan dan keterampilan nelayan masih relatif

rendah 0.028 4 0.112

7

Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam

organisasi 0.056 4 0.224

8

Perbedaan visi antar stakeholder perikanan dan kurangnya

koordinasi 0.028 3 0.084

9 Penambahan rumpon yang tidak terkontrol 0.074 2 0.148

10 Armada penangkapan yang meningkat tanpa ada batasan 0.074 1 0.074

Total 1.000 2.389

Tabel 14 menyajikan matriks Internal strategic Factors Analysis Summary

(IFAS). Berdasarkan matriks IFAS diketahui bahwa PPN Prigi memiliki skor IFAS 2,389. Artinya posisi internalnya berada pada taraf rata-rata. PPN Prigi memiliki lebih banyak kelemahan yang harus diatasi agar dapat meraih peluang dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki.

72

Analisis eksternal diperlukan untuk melihat peluang apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk meraih keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi serta persiapan menghadapi atau meminimalisir ancaman yang akan terjadi. Faktor- faktor eksternal (kekuatan dan kelemahan) dijabarkan sebagai berikut:

1) Peluang

(1) Permintaan pasar terhadap ikan cakalang untuk ekspor dan tongkol untuk pemasaran antar kota;

(2) Potensi ZEE yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga masih berpeluang untuk dikembangkan;

(3) Penanaman modal oleh investor akan terjadi jika PPN Prigi dapat menarik dan memperlihatkan kelebihan pengelolaan, utamanya pada produk tongkol dan cakalang;

(4) Berkembangnya informasi dan teknologi akan membantu mempermudah kegiatan penangkapan ikan;

(5) Peluang pekerjaan di bidang perikanan akan terbentuk jika kegiatan perikanan dapat memberikan keberlanjutan.

2) Ancaman

(1) Potensi terjadinya IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing di lepas pantai akan merugikan kegiatan penangkapan secara ekologi, ekonomi maupun sosial;

(2) Degradasi lingkungan akan mengakibatkan kerusakan ekologi yang akan berdampak terhadap sumberdaya ikan. Terutama untuk ikan tongkol yang hidup di perairan pantai yang kondisi lingkungannya lebih dinamis. Degradasi ini dapat disebabkan kegiatan penangkapan, hasil buangan mesin maupun sisa-sisa hasil pengolahan ikan di sekitar pantai;

(3) Akses jalan menuju Prigi yang berliku dan sulit dilalui, utamanya untuk kendaraan berat menyulitkan pemasaran dari dan menuju PPN Prigi; (4) Masuknya produk asing akibat terjadinya perdagangan bebas membuat

nelayan merasa dirugikan. Hal ini juga disebabkan kualitas ikan yang kurang bisa bersaing (hasil tangkapan purse seine);

73

Tabel 15 Matriks EFAS perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi No

Faktor Bobot Rating

Bobot* Rating

Peluang

1

Permintaan pasar terhadap ikan-ikan unggulan baik pasar

lokal, regional maupun internasional 0.140 4 0.560

2

Potensi perikanan ZEE yang belum dimanfaatkan secara

optimal 0.091 4 0.364

3 Penanaman modal oleh investor untuk bisnis perikanan 0.098 3 0.294 4

Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung

kegiatan perikanan 0.112 2 0.224

5 Peluang lapangan kerja di bidang perikanan 0.056 2 0.112

Ancaman

1 Potensi terjadinya IUU fishing di lepas pantai 0.132 3 0.396 2

Degradasi lingkungan akibat limbah dari pengolahan dan

buangan 0.084 3 0.252

3

Akses jalan menuju Prigi yang relatif sulit dijangkau,

mengahambat perkembangan industri perikanan 0.126 2 0.252

4

Masuknya produk asing akibat berlakunya perdagangan

bebas 0.105 1 0.105

5 Banyaknya produk subsitusi perikanan 0.056 4 0.224

Total 1.000 2.202

Pemberian bobot dan rating dilakukan untuk memperoleh matriks EFAS (Tabel 15). Nilai total perkalian bobot dan rating adalah 2,202. Artinya kondisi ekternal PPN Prigi berada pada taraf rata-rata. Ancaman keberlanjutan perikanan pelagis memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan peluang yang dapat diraih. Hal yang perlu dilakukan adalah menguatkan internal PPN Prigi untuk mempersiapkan mengatasi ancaman yang ada.

Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS dibentuk perumusan strategi keberlanjutan perikanan pelagis di PPN Prigi. Perumusan strategi ini dibentuk dengan kombinasi antara kekuatan dengan peluang, kekuatan dengan ancaman, kelemahan dengan peluang serta kelemahan dengan ancaman. Tabel 16 menyajikan matriks SWOT strategi perikanan pelagis berkelanjutan untuk fokus model yang cocok di PPN Prigi. Setiap strategi yang terbentuk akan menjadi sasaran strategis yang akan dianalisis lebih lanjut dengan analisis balanced scorecard.

Tabel 16 Matriks SWOT strategi perikanan pelagis berkelanjutan di PPN Prigi

Internal

Eksternal

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

1. Adanya partisipasi masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan (POKMASWAS) 2. Adanya DPL (Daerah Perlindungan Laut) 3. Tersedianya tempat pengolahan (bangsal

pengolahan, pemindangan bengkorok) 4. Banyak pedagang/bakul

5. Ketersediaan bahan perbekalan yang relatif mudah diperoleh

6. Terbentuknya jaringan pemasaran perikanan baik pasar lokal, regional maupun internasional 7. Hubungan yang baik antar stakeholder

(nelayan, bakul/pedagang dan pengeola)

1. Produksi perikanan yang telah melewati batas penangkapan lestari berkelanjutan

2. Data kurang akurat

3. Kurangnya pengawasan terhadap ZEE

4. Kualitas ikan yang kurang baik (HT purse seine

yang tidak di-es)

5. Fungsi TPI kurang optimal (hanya sebagai tempat penimbangan)

6. SDM nelayan relatif rendah

7. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam organisasi

8. Perbedaan visi antar stakeholder perikanan dan kurangnya koordinasi

9. Pertambahan rumpon yang tidak terkontrol 10. Armada penangkapan yang meningkat tanpa ada

batasan

PELUANG (O)

1. Permintaan pasar terhadap ikan-ikan unggulan baik pasar lokal, regional maupun internasional

2. Potensi perikanan ZEE yang belum dimanfaatkan optimal 3. Penanaman modal oleh investor untuk bisnis perikanan 4. Berkembangnya informasi dan teknologi yang mendukung

perikanan

5. Peluang lapangan kerja di bidang perikanan

Strategi SO:

1. Sistem pengelolaan industri perikanan pelagis berkembang (S3, S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, O4, O5)

2. Kerjasama dengan dinas pariwisata (S1, S2)

Strategi WO:

1. Pembuatan pelaporan data yang menguntungkan dua pihak (W1, W2, W3, W9, W10, O4)

2. Penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan (W2, W5, W7, W8, O3, O5)

3. Penambahan cold storage (W4, W6, O1, O2)

ANCAMAN (T)

1. Potensi terjadinya IUU fishing di lepas pantai

2. Degradasi lingkungan akibat limbah dari pengolahan dan buangan

3. Akses jalan menuju Prigi yang relatif sulit dijangkau, mengahambat perkembangan industri perikanan

4. Masuknya produk asing akibat berlakunya perdagangan bebas 5. Banyaknya produk subsitusi perikanan

Strategi ST:

1. Pembentukan laboratorium pengawas AMDAL (T2, S1, S2)

2. Penambahan pengawasan daerah penangkapan ikan (T1, S7)

3. Perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi (T5, S4, S5, S6)

4. Diversifikasi produk tongkol, tuna dan cakalang (T6, T7, S3)

Strategi WT:

1. Meminimalisir over fishing (W1, W2, W3, T1, T2, W9, W10)

2. Peningkatan SDM stakeholder, utamanya nelayan

SWOT menghasilkan kombinasi dari dua strategi. Strategi SO menghasilkan sasaran strategi untuk pengelolaan industri perikanan pelagis dan kerjasama dengan dinas pariwisata. Pengelolaan industri perikanan akan semakin mudah karena didukung banyaknya kekuatan di PPN Prigi. Kerja sama dengan dinas pariwisata akan membantu secara tidak langsung untuk menjaga daerah nursery groud agar tidak tereksploitasi.

Strategi ST menghasilkan sasaran strategi pembentukan laboratorium deteksi pencemaran dan AMDAL, perbaikan sistem dan sarana pengawasan daerah penangkapan ikan, perbaikan infrastruktur akses jalan menuju Prigi dan diversifikasi produk tongkol dan cakalang. Pembentukan laboratorium bertujuan untuk meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan akibat kegiatan penangkapan dan pengolahan yang berlangsung terus-menerus. Pengawasan yang intens dan dengan armada yang memadai akan menjaga wilayah perikanan Indonesia khususnya Prigi, untuk mengurangi IUU fishing. Perbaikan infrastruktur menuju Prigi bertujuan untuk lebih memudahkan pemasaran serta membangkitkan industri perikanan. Diversifikasi dan inovasi baru produk tongkol dan cakalang akan meningkatkan nilai jual kedua produk tersebut.

Strategi WO menghasilkan sasaran strategis berupa perbaikan pelaporan data yang menguntungkan dua belah pihak, penyatuan visi membangun perikanan berkelanjutan dan penambahan cold storage. Perbaikan pelaporan bertujuan untuk memudahkan perencanaan manajemen dan pengambilan kebijakan yang tepat. Perbaikan pelaporan hendaknya menguntungkan bagi dua belah pihak yaitu nelayan (sebagai pengisi logbook) dan pemerintah sebagai pengumpul data. Penyatuan visi antar stakeholder untuk menghasilkan tujuan yang sama perlu dilakukan untuk membangun kegiatan perikanan pelagis berkelanjutan. Penambahan cold storage akan membantu menampung hasil tangkapan ikan, terutama pada musim puncak. Untuk itu perlu digalakkan membawa es (untuk unit

purse seine) agar hasil tangkapan tersebut dapat diterima oleh cold storage. Hal ini diharapkan membuat hasil tangkapan tidak terjual dengan harga sangat murah karena kondisinya yang telah rusak.

Strategi WT menghasilkan sasaran strategis berupa meminimalisir

76

pengaturan jumlah dan letak rumpon perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan agar dapat meminimalisir dampak

overfishing. Peningkatkan pemahaman stakeholder utamanya nelayan yang rata- rata tingkat pendidikannya masih rendah perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengertian mengenai dampak pengurasan sumberdaya yang akan berakibat pada perekonomian dan sosial di masa yang akan datang. Selain itu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan akan membantu nelayan memahami pentingnya menjaga kualitas ikan agar hasil tangkapan yang diperoleh terjual dengan harga yang pantas.

Dokumen terkait