• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata al- falāḥ ( حَﻼَﻔْﻟَا) ini diambil dari derivasi (ta ṣrīf) yang terdapat dalam teks

METODOLOGI PENELITIAN

C. Urgensi al- Falāḥ dalam Al-Qur’an

3) Pesan dalam QS al-Baqarah/2:189























































15M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol.X, h. 387. Lihat Ahmad Muṣṭafa Al-Marāgī,

Tafsir Al-Marāgī, juz XX, h. 84

Terjemahnya:

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah: " itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji. Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Ada beberapa riwayat tentang sebab turun ayat ini antara lain :

a) Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim para sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang bulan sabit, maka turunlah ayat ini. Dalam riwayat lain dari Ibnu Hatim juga, bentuk pertanyaan itu adalah, untuk apa bulan itu diciptakan dengan bentuk demikian? Maka turunlah ayat ini.

b) Menurut Riwayat Abi Hatim dan Ibnu ‘Asir bahwa Muaż Bin Jabal dan Sa‘labah

Bin Ganimah bertanya “Ya Rasulullah, apa sebab bulan itu kelihatan mala-mula

halus seperti benang, kemudian bertambah besar sampai rata dan bundar, kemudian terus berkurang dan mengecil kembali seperti semula, dan tidak dalam

satu bentuk yang tetap? “Maka turun ayat ini.17

Menurut Riwayat pertama, yang ditanya ialah hubungan atau hikmahnya. Allah menjawab bahwa hikmahnya untuk perhitungan waktu bagi umat manusia. Jawaban ini sesuai dengan pertanyaan. Menurut Riwayat kedua, yang ditanya sebab hakiki yaitu, mengapa bulan itu mula-mula mengecil kemudian membesar sampai bundar, kemudian mengecil kembali seperti keadaan semula?. Jawaban nya tidak sesuai dengan pertanyaan karena yang dijawab ialah tentang gunanya atau hikmahnya,18sedang yang ditanyakan ialah hakikatnya.

17

Lihat Muhammad Jamāl Al-Dīn Al-Qāsimī Tafsir Al-Qāsimī, Juz III (Beirut: Dār al-Fikr,

t.th), h.129. Lihat Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karīm, Jilid I, h. 283

18Lihat Basūnī Abd. Al-Fattāh Fayūlā,Min Balāgah nażm Al-Qur’ān (Cairo: Matba‘ah hissi Al-Islamiyyah, 1992 M/1413 H), h. 153

168

Menurut riwayat kedua, para ulama berpendapat bahwa Allah memberikan jawaban yang lebih pantas bagi mereka untuk mengetahuinya pada waktu itu, yaitu tentang guna atau hikmahnya, bukan sebab hakikatnya tentang keadaan bukan secara ilmiah. Fungsi seorang Rasul atau Nabi bukan untuk menjelaskan ilmu-ilmu bintang atau astronomi tetapi untuk membentuk manusia-manusia mukmin yang berakhlak tinggi menempuh hidup sebagai hamba Allah untuk mendapatkan keuntungan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ajaran Al-Qur’an bukan berarti mengabaikan kepentingan dan perkembangan ilmu, sebaliknya tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang menyuruh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan duniawi sebanyak mungkin. Hanya saja ayat Al-Qur’an tidak memberikan rincian, tetapi berupa isyarat ilmiah secara umum dan petunjuk untuk mencari atau meneliti sesuai dengan kemampuan, keadaan dan perkembangan zaman. Selain riwayat di atas, situasi ketika ayat ini turun adalah masa jahiliyah orang yang berihram pada waktu haji mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. Hal ini ditanyakan pula oleh para sahabat kepada Rasulullah sehingga turun ayat ini, sebagai pembatalan terhadap adat jahiliyah.19 Dijelaskan pula tentang al-birr,20 yang hakiki adalah takwa kepada Allah dengan membersihkan diri dari maksiat dan menghiasi diri dengan berbagai keutamaan serta mengikuti tuntunan kebenaran (al-haqq) dan giat berbuat kebajikan (amal al-hair) dengan mengharap bisa meraih al-falāḥ.

19

Kementerian Agama RI, Syamil Al-Qur’an Miracle The Reference, h.55, dan Lihat Ahmad Muṣṭafā Al-Marāḡi, Tafsir Al-Marāgī, Juz III, h. 86

20Kata “Al-birr” menggambarkan luasnya berbagai kebaikan, lihat Al-Rāgib al-Aṣfaḥānī, Mufradāt Alfāż Al-Qur’an, H. 119

Dengan melihat perubahan bentuk bulan, manusia dapat mengetahui waktu, sehingga bisa merancang aktivitasnya sehingga dapat terlaksana sesuai dengan masa penyeleseian (waktu) yang tersedia dan bisa melaksanakan ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya.

Atas dasar perubahan wujud bulan, dapat ditentukan penanggalan Arab. Sejak munculnya bulan sabit hingga bulan tampak sempurna sinarnya. Satu bulan Qamariyah sempurna selama 29, 5399 hari.21 Munculnya bulan sabit seperti garis tipis di ufuk barat ketika tenggelamnya matahari, di saat itu dapat terjadi Rukyat terhadap bulan. Demikian dapat diketahui perhitungan waktu dan diketahui pula permulaan dan akhir masa pelaksanaan ibadah haji.

Penyebutan ibadah haji secara khusus untuk menegaskan bahwa ibadah tersebut mempunyai waktu tertentu, tidak boleh diubah dengan mengajukan ataumenundanya seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik melalui praktik yang dinamai Al-Qur’an al-Nasī‘.22

Al-Qur’an kitab hidayah bukan kitab ilmiah. Jawaban ilmiah pada waktu itu belum dapat terjangkau oleh para penanya. Demikian ayat ini mengajarkan agar tidak menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas seseorang, tidak juga memberi jawaban yang diduga keras tidak dimengerti oleh si penanya. Al-Qur’an mengarahkan kepada pertanyaan dan jawaban yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat.

21

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Juz x, h. 504.

22Kata Al-nasī‘dimaksudkan perbuatan orang-orang musyrik yang mengubah waktu. Waktu yang sudah ditentukan Allah berdasarkan kemauannya. Perbuatan ini menambah kekafiran mereka, Lihat QS Al-Taubah/9: 37.

170

Pengetahuan tentang waktu menuntut adanya pembagian teknis atau manajemen waktu yang dilakoni seseorang dalam hidupnya agar aktivitasnya bisa bermakna, bernilai positif dan bermanfaat.23

Ada kebiasaan buruk kaum musyrikin Mekkah bila selesei melaksanakan haji, mereka tidak memasuki rumah melalui pintu-pintu yang tersedia, melainkan membuat lubang di belakang rumah untuk mereka masuki. Ini mereka lakukan atas nama agama.24 Adat kebiasaan ini di cegah Al-Qur’an sejalan dengan disinggungnya soal haji pada akhir penggalan ayat.

Rangkuman dari pembahasan ayat ini memberi pesan antara lain :

a) Dalam konteks pertanyaan, ayat ini berpesan ; tanyakanlah persoalan yang dapat dimengerti dan ajukanlah pertanyaan itu kepada siapa yang mengetahui.

b) Dalam konteks jawaban, ayat ini mengajarkan agar tidak menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas seseorang dan berikanlah jawaban yang bijaksana dan bermanfaat bagi si penanya.

c) Menghargai waktu dengan membuat pembagian dan manajemen waktu untuk kegiatan yang bermakna dan bermanfaat.

d) Tinggalkan semua adat dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan tuntunan agama. e) Bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan tuntunan-Nya sesuai dengan

kemampuan dan jauhi segala larangan-Nya agar kamu beruntung di dunia dan di akhirat.

23

Pengaturan waktu, cita-cita dan target, lebih jauh. Lihat Muhammad Nabil Kazhim, Kaifa Tuhaddidu Ahdafah ‘ala Ṭriqi’ Najahika, Terj. Munirul Ikhwan, Kiat Sukses Menurut

TuntunanAl-Quran dan sunah (Solo: Abyan, 2008M/1429 H), h. 37.

Dokumen terkait