• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Interpretasi Penggunaan Lahan

Peta penggunaan lahan di KSN Mamminasata diperolah dari hasil analisis interpretasi citra satelit dengan menggunakan citra Landsat TM 1995, ETM+7 tahun 2003 dan ETM+7 tahun 2011. Dari hasil interpretasi diperoleh sembilan kelas penggunaan lahan yaitu, badan air, tambak, lahan terbangun, sawah 1, sawah 2, kebun, hutan, semak belukar 1 dan semak belukar 2.

Hasil interpretasi kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan validasi lapangan untuk menilai tingkat ketepatan hasil interpretasi. Indikator yang digunakan adalah nilai Overall Accuracy dan Kappa Accuracy hasil analisis dengan menggunakan Matriks kesalahan (Error Matrix). Dari hasil analisis tersebut diperoleh nilai Overall Accuracy sebesar 97,94 %, dan Kappa Accuracy sebesar 96,16 % yang disajikan pada Lampiran 6. Hal ini mengindikasikan bahwa peta penggunaan lahan hasil interpretasi citra memenuhi syarat untuk digunakan pada analisis selanjutnya. Peta penggunaan lahan tahun 1995, 2003 dan 2011

disajikan berturut-turut pada Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 12. Kenampakan citra Landsat dan kondisi lapangan disajikan pada Gambar 10.

Citra Landsat Kondisi Lapangan

Badan air Badan air

Tambak Tambak

Lahan terbangun Lahan terbangun

Sawah Sawah

Kebun Kebun

Hutan Hutan

Semak belukar Semak belukar

Gambar 10 Tampilan penggunaan lahan pada citra Landsat dan foto lapangan Badan air. Badan air yang dimaksud dalam hal ini adalah sungai, danau, dan DAM. Kenampakan badan air pada citra Landsat berwarna biru dengan

tingkatan gradasi warna sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam badan air tersebut maka warna birunya akan semakin tua, begitupun sebaliknya. Selain itu, untuk sungai dapat dikenali dengan memperhatikan bentuknya, dimana pada umumnya bentuk sungai itu berkelok-kelok. Ada beberapa sungai yang membelah KSN Mamminasata yaitu sungai Jeneberang, Sungai Tallo, Sungai Maros, sungai Pappa dan Sungai Gamanti. Untuk danau meliputi Danau Balang tonjong dan Danau Mawang dan untuk waduk yaitu Waduk Bili-bili

Tambak. Kenampakan warna pada tambak berwarna biru dengan bentuk yang mirip dengan sawah, yaitu memiliki pematang dan berpetak-petak. Hanya saja ukuran petak pada tambak cenderung lebih lebar daripada petak sawah. Tambak di KSN Mamminasata banyak dijumpai di Kecamatan Tamalanrea, Tamalate, Tallo, Panakkukang, Biringkanaya, Marusu, Maros Baru, Lau, Maros Utara, Sanrobone dan Mappakasunggu.

Lahan terbangun. Lahan terbangun yang dimaksud dalam hal ini adalah pemukiman, pabrik, pergudangan, perkantoran, pusat-pusat transportasi, dan pusat-pusat perbelanjaan. Kenampakan warna pada lahan terbangun adalah berwarna merah tua. Pada umumnya, pola sebaran lahan terbangun cenderung mengikuti pola jalan dengan bentuk yang mengelompok dan tertata rapi. Sebaran terbesar lahan terbangun berada di kota Makassar, kemudian pusat kota pada kawasan perkotaan di sekitarnya.

Sawah. Kenampakan warna pada sawah cenderung berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena tanaman padi sebagai tanaman yang umum ditanam pada lahan sawah memiliki fase pertumbuhan yang juga berbeda-beda. Kenampakan sawah cenderung berwarna biru pada fase sawah masih tergenang oleh air, kemudian berwarna hijau kekuningan pada fase vegetatif, dan berwarna ungu kemerahan jika telah memasuki fase bera. Selain itu juga sawah dapat dikenali dengan mengamati bentuknya yang memiliki pematang dan berpetak-petak. Sawah di KSN Mamminasata umumnya tersebar luas di Kabupaten Takalar, Gowa dan Maros.

Kebun. Kenampakan warna pada kebun cenderung beragam. Hal tersebut disebabkan karena kebun merupakan suatu area yang didalamnya terdapat beraneka jenis tanaman dengan usia, tinggi dan lebar daun yang berbeda-beda. Pada umumnya jenis tanaman yang ditanam pada kebun berupa kayu, pisang, dan umbi-umbian. Keberadaan kebun pada umumnya hampir dijumpai di setiap Kecamatan di Kabupaten Takalar, Gowa dan Maros, kecuali kecamatan yang berada di pusat kota.

Hutan. Kenampakan hutan pada citra landsat berwarna hijau tua dengan tekstur yang kasar. Hal itu disebabkan karena vegetasi hutan bervariasi dengan berbagai jenis pepohonan yang tumbuh liar di dalamnya sehingga membentuk suatu pola yang tidak teratur. Hutan di KSN Mamminasata dapat dijumpai di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan di Kecamatan Polongbangkeng Selatan.

Semak belukar. Kenampakan semak belukar pada citra landsat berwarna hijau kekuningan dan agak terang dengan tekstur yang lebih halus. Pada umumnya, semak belukar ditumbuhi sedikit vegetasi berupa rerumputan dan tanaman paku-pakuan yang tumbuh menjalar dengan elevasi yang rendah. Di KSN Mamminasata, semak belukar banyak dijumpai di Kabupaten Takalar, Gowa dan Maros pada bagian Timur kawasan.

Ga mbar 11 P eta p en gg un aa n laha n t ahun 1995.

. Ga mbar 12 P eta p en gg un aa n laha n t ahun 2003. 27

Ga mbar 13 P eta p en gg un aa n laha n t ahun 2011.

Perubahan Penggunaan Lahan

Luas perubahan penggunaan lahan tahun 1995, 2003 dan 2011 disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 14.

Tabel 11 Luas perubahan penggunaan lahan tahun 1995, 2003 dan 2011

PL1 1995 2003 2011 PRB 2 ha % ha % ha % ha % BA3 3 373 1,37 4 656 1,89 4 656 1,89 +1 283 8,65 TBK4 14 615 5,92 14 605 5,91 14 521 5,88 -94 0,63 LTB5 8 958 3,63 11 676 4,73 15 080 6,11 +6 122 41,26 SWH16 17 098 6,92 15 831 6,41 14 311 5,80 -2 787 18,79 SWH27 62 154 25,17 60 913 24,67 60 549 24,52 -1 605 10,82 KBN8 60 590 24,54 59 419 24,06 58 318 23,62 -2 272 15,31 HTN9 45 855 18,57 45 657 18,49 45 559 18,45 -296 2,00 SB110 18 469 7,48 18 355 7,43 18 105 7,33 -364 2,45 SB211 15 837 6,41 15 837 6,41 15 850 6,42 +13 0,09 Jumlah 246 949 100,00 246 949 100,00 246 949 100,00 14 836 100,00

Keterangan : 1PL (Penggunaan lahan), 2PRB (Perubahan), 3BA (Badan air), 4TBK (Tambak),

5

LTB (Lahan terbangun), 6SWH1 (Sawah 1), 7SWH2 (Sawah 2), 8KBN (Kebun),

9

HTN (Hutan), 10SB1 (Semak belukar 1), 11SB2 (Semak belukar 2).

Luas total perubahan penggunaan lahan di KSN Mamminasata selama periode tahun 1995 hingga tahun 2011 yang disajikan pada Tabel 11 adalah sebesar 14 836 ha. Berdasarkan dinamika lahan yang terjadi selama periode tersebut terlihat bahwa, hanya penggunaan lahan badan air, lahan terbangun dan semak belukar 2 yang mengalami peningkatan luasan dengan jumlah luas perubahan serta persentasi perubahan yang disajikan berturut-turut sebesar, 1 283 ha (8,65%), 6 122 ha (41,26%) dan 13 ha (0,09%). Sebaliknya penggunaan lahan yang lainnya mengalami penurunan luasan yang meliputi tambak 94 ha (0,63%), sawah 12 787 ha (18,79%), sawah 21 605 ha (10,82%), kebun 2 271 ha (15,31%), hutan 296 ha (2,00%) dan lainnya 1 364 ha (2,45 %).

Gambar 14 Luas perubahan penggunan lahan 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 Ba Tbk Ltb Swh 1Swh 2 Kbn Htn Sb 1 Sb 2 L ua s (H a) Penggunaan Lahan 29

Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 1995-2003 yang menunjukkan luas perubahan setiap penggunaan lahan menjadi penggunaan lahan yang lain pada periode tersebut disajikan pada Tabel 12. Secara umum tren penggunaan lahan kecuali tambak, lahan terbangun, sawah 2 dan semak belukar 2 mengalami penurunan luasan menjadi badan air. Fenomena ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah untuk membendung DAS Jeneberang di sebeleh Timur kabupaten Gowa yang dikenal dengan Waduk Bili-bili. Tujuan dari pembangunan waduk tersebut selain sebagai sumber air minum bagi penduduk di kawasan utamanya di kota Makassar, juga sebagai sumber irigasi bagi areal persawahan di kabupaten Gowa dan Takalar.

Peningkatan lahan terbangun hanya terjadi di sekitar kota Makassar dan masih bersifat terbatas pada daerah pinggiran kota yang berbatasan dengan kawasan perkotaan di sekitarnya. Masih banyaknya terdapat penggunaan lahan kebun, sawah 1 dan sawah 2 di sekitar kota Makassar pada periode sebelum tahun 1995-2003 kemudian menjadi sasaran pembangunan pada periode ini. Walaupun keberadaan Waduk Bili-bili diprioritaskan sebagai sumber irigasi untuk areal pertanian yang memungkinkan untuk tetap mempertahankan lahan sawah dan kebun untuk dibudidayakan, namun desakan permintaan lahan terbangun lebih besar akibat semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk.

Tambak adalah penggunaan lahan yang paling sedikit mengalami perubahan luasan menjadi lahan terbangun, padahal letak sebaran tambak secara spasial dekat dari kota Makassar, yaitu di sebelah Utara kota. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh fenomena melonjaknya harga komiditi tambak pada periode tersebut, sehingga dengan tetap mempertahankan tambak untuk tidak berubah dapat membawa keuntungan secara ekonomi bagi pemiliknya. Disamping itu, kemungkinan pertimbangan lainnya adalah besarnya biaya yang harus ditanggung jika harus mengalihfungsikan tambak menjadi lahan terbangun, sebab harus melakukan proses penimbunan terlebih dahulu.

Hutan dan semak belukar 2 secara spasial jauh dari perkembangan kota Makassar sehingga tidak terjangkau oleh ekspansi perkembangan lahan terbangun. Sebaliknya, hutan mengalami perubahan menjadi sawah 2 dan kebun. Perubahan hutan menjadi sawah 2 terjadi pada daerah yang dekat dari Waduk Bili-bili. Hal ini kemudian menjadi indikasi yang kuat bahwa sejak beroperasinya Waduk Bili-bili upaya alih fungsi lahan menjadi sawah 2 gencar dilakukan di sekitar daerah tersebut.

Semak belukar 1 pada periode ini adalah penggunaan lahan yang paling elastis mengalami perubahan menjadi penggunaan lahan lain, namun dengan luas perubahan yang kecil. Selain berubah menjadi badan air dan lahan terbangun, semak belukar 1 juga berubah menjadi sawah 1 dan sawah 2. Pada dasarnya, semak belukar 1 adalah penggunaan lahan yang awalnya adalah sawah 1 (tadah hujan) yang tidak termanfaatkan dengan baik atau diabaikan oleh pemilikinya akibat rendahnya nilai ekonomi yang dihasilkan. Oleh karena itu, lahan tersebut kemudian mengalami perubahan secara alamiah menjadi semak belukar. Beroperasinya Waduk Bili-bili sebagai sumber irigasi bagi lahan persawahan menyebabkan lahan tersebut kembali dimanfaatkan dengan mengalihfungsikannya menjadi sawah 2.

Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 2003-2011 yang disajikan pada Tabel 13 secara umum menunjukkan pola dinamika perubahan penggunaan lahan

yang kurang lebih sama dengan periode sebelumnya. Namun, untuk badan air pada periode ini tidak lagi mengalami peningkatan luasan akibat tidak adanya lagi kebijakan pembangunan waduk dan bendungan seperti pada periode sebelumnya yang membutuhkan lahan yang luas. Begitupun sebaliknya tidak mengalami penurunan luasan, sebab badan air adalah penggunaan lahan yang memiliki kecenderungan sulit untuk berubah.

Lahan terbangun mengalami peningkatan luasan yang lebih massif dari periode sebelumnya yang menyebabkan terjadinya penurunan luasan pada tambak, sawah 1, sawah 2, kebun dan semak belukar 1. Peningkatan tersebut mulai terjadi sejak Mamminasata ditetapkan sebagai Kawasan Metropolitan pada tahun 2003, yang pada tahun 2008 kemudian berstatus Kawasan Strategis Nasional (KSN). Namun, massifnya perkembangan lahan terbangun belum sampai menjangkau area hutan dan semak belukar 2 yang secara spasial berada jauh di sebelah Timur kawasan.

Terintegrasinya Bandara Internasional Sultan Hasanuddin yang baru di daerah perbatasan kota dengan Pelabuhan Soekarno Hatta dan pusat kota Makassar melalui jalan Tol Reformasi yang melintas di jalur Utara menjadi penyebab utama meningkatnya alih fungsi lahan tambak menjadi lahan terbangun seperti pergudangan, perindustrian dan perumahan. Kecenderungan peningkatan lahan terbangun tersebut diduga dipicu oleh faktor kemudahan lalu lintas barang dan jasa, serta kemudahan aksesibilitas dalam menjangkau pusat kota.

Perkembangan lahan terbangun di sebelah Timur kota Makassar semakin meningkat dan mulai terintegrasi secara langsung ke sebelah Utara di kabupaten Maros dengan mengikuti pola jalan Arteri Primer. Dalam perkembangannya, sawah 1 dan semak belukar 1 yang secara spasial lebih dekat dari titik perkembangan lahan terbangun mengalami dampak perubahan yang lebih besar daripada sawah 2 dan kebun. Alih fungsi lahan yang lebih memprioritaskan sawah 1 dan semak belukar 1 menyebabkan perubahan sawah 2 dan kebun mengalami perubahan luasan yang lebih kecil dibanding periode sebelumnya. Selain itu, adanya upaya pemerintah untuk melindungi sawah 2 dan kebun dalam kaitannya dengan kebijakan swasembada pangan di Sulawesi Selatan juga diduga kuat sebagai faktor lain dari fenomena tersebut.

Hutan merupakan penggunaan lahan yang paling elastis mengalami perubahan menjadi penggunaan lahan yang lain pada periode ini. Perubahan hutan terjadi pada daerah yang berbatasan langsung dengan penggunaan lahan yang lain. Terjadinya alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak di pesisir Selatan kota Makassar diduga atas pertimbangan nilai ekonomi lahan tambak yang lebih menjanjikan. Atas pertimbangan hal itu pula menjadi penyebab perubahan hutan menjadi sawah 1, sawah 2 dan kebun di sebelah Timur kawasan. Perubahan hutan menjadi semak belukar 1 dan semak belukar 2 kemungkinan adalah hasil perambahan yang belum sempat termanfaatkan menjadi penggunaan lahan yang lebih bernilai ekonomis, sehingga secara alamiah lahan tersebut kemudian berubah menjadi semak belukar.

Tabel 12 Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 1995-2003 di KSN Mamminasata PL Tahun 2003 (ha) PL Tahun 2003 (ha) BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 ha % ha % ha % ha % ha % ha % ha % ha % ha % BA 3 373 1,37 - - - - - - - - - - - - - - - - TBK - - 14 605 5,91 10 0.00 - - - - - - - - - - - - LTB - - - - 8 958 3,63 - - - - - - - - - - - - SWH1 517 0,21 - - 688 0,28 15 830 6,41 38 0,02 25 0,01 - - - - - - SWH2 - - - - 769 0,31 - - 60 760 24,60 625 0,25 - - - - - - KBN 613 0,25 - - 1 218 0,49 - - - - 58 759 23,79 - - - - - - HTN 112 0,05 - - - - - - 76 0,03 10 0,00 45 657 18,49 - - - - SB 1 41 0,02 - - 33 0,01 1 0,00 39 0,02 - - - - 18 355 7,43 - - SB 2 - - - - - - - - - - - - - - - - 15 837 6,41 Jumlah 4 656 1,89 14 605 5,91 11 676 4,73 15 831 6,41 60 913 24,67 59 419 24,06 45 657 18,49 18 355 7,43 15 837 6,41 Tabel 13 Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 2003-2011 di KSN Mamminasata

PL Tahun 2003 (ha) PL Tahun 2011 (ha) BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 ha % ha % ha % ha % ha % ha % ha % ha % ha % BA 4 656 1,89 - - - - - - - - - - - - - - - - TBK - - 14 514 5,88 91 0,04 - - - - - - - - - - - - LTB - - - - 11 676 4,73 - - - - - - - - - - - - SWH1 - - - - 1 523 0,62 14 308 5,79 - - - - - - - - - - SWH2 - - - - 386 0,16 - - 60 525 24,51 - - - - 2 0,00 - - KBN - - - - 1 156 0,47 - - - - 58 263 23,59 - - - - - - HTN - - 7 0,00 - - 3 0,00 16 0,01 55 0,02 45 559 18,45 4 0,00 13 0,01 SB1 - - - - 248 0,10 - - 8 0,00 - - - - 18 099 7,33 - - SB 2 - - - - - - - - - - - - - - - - 15 837 6,41 Jumlah 4 656 1,89 14 521 5,88 15 080 6,11 14 311 5,80 60 549 24,52 58 318 23,62 45 559 18,45 18 105 7,33 15 850 6,42 32

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun selama periode tahun 2003 hingga tahun 2011, dengan luas perubahan sebesar 2408 ha. Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi logistik biner yang hasil analisisnya disajikan pada Lampiran 8. Jumlah peubah bebas yang digunakan ada 7 variabel, yaitu curah hujan, elevasi, kemiringan lereng, jarak dari jalan utama, jarak dari pusat kota, jarak dari pantai, dan kepadatan penduduk. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun

Variabel β Sig. Exp(β)

Jarak dari jalan utama -0,678 0,000 0,508

Jarak dari pantai 0,750 0,000 2,117

Kepadatan penduduk 1,316 0,000 3,727

Constanta -11,372 0,000 0,000

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik, dari ketujuh peubah bebas yang digunakan terdapat tiga peubah bebas yang signifikan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun selama periode tahun 2003 ke tahun 2011. Ketiga peubah tersebut adalah jarak dari jalan utama dengan nilai koefisien sebesar -0.678, jarak dari pantai dengan nilai koefisien sebesar 0.750 dan kepadatan penduduk dengan nilai koefisien sebesar 1.316.

Secara spasial perubahan lahan sawah menjadi lahan terbangun sebagian besar berada di sekitar kota Makassar dan kabupaten Gowa yang dilalui oleh jalan utama. Hal ini kemudian yang mengindikasikan perubahan yang disebabkan oleh jarak dari jalan utama terjadi pada jarak terdekat. Sementara jarak dari pantai terjadi pada jarak terjauh, sebab letak pantai berada di sebelah Barat sedangkan perubahan terjadi di sebelah Timur kawasan.

Perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun yang disebabkan oleh kepadatan penduduk sebagian besar terjadi pada kelas kepadatan sedang. Tidak terdapatnya perubahan pada faktor kelas kepadatan tertinggi disebabkan karena kelas tersebut berada di sekitar pusat kota Makassar yang pada dasarnya memang tidak terdapat penggunaan lahan sawah bahkan sebelum periode tahun 2003-2011.

Meningkatnya kepadatan penduduk di KSN Mamminasata hanya terjadi secara signifikan di Kota Makassar sebagai pusat kota inti. Fenomena tersebut disebabkan oleh kecenderungan untuk tinggal dekat dengan pusat kota yang secara spasial dekat dengan pusat aktifitas ekonomi yang ditunjang oleh kedekatan dengan jalan utama sebab memudahkan akses untuk menuju pusat kota. Pusat kota Makassar berada di sekitar pesisir pantai dengan aktifitas pembangunan yang sangat padat serta tidak adanya lagi lahan sawah di sekitarnya. Hal ini kemudian yang mendorong pembangunan bergerak menjauh dari pusat kota yang secara otomatis juga jauh dari pantai.

Model Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan (CLUE-S) Kebutuhan Penggunaan Lahan

Data kebutuhan penggunaan lahan dalam penelitian ini terbagi atas dua bagian yaitu, pertama data kebutuhan penggunaan lahan tahun 2003-2011 sebagai data input pada saat melakukan uji validasi model yang disajikan pada Tabel 15, dan yang kedua didasarkan pada tiga skenario penggunaan lahan yang telah ditentukan sebagai input dalam melakukan prediksi perubahan penggunaan lahan hingga tahun 2031 yang disajikan pada Tabel 16 (skenario 1), Tabel 17 (skenario 2) dan Tabel 18 (skenario 3)

Tabel 15 Kebutuhan penggunaan lahan tahun 2003-2011

Tahun PL (ha) BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 2003 4656 14605 11676 15831 60913 59419 45657 18355 15837 2004 4656 14596 12054 15662 60873 59297 45646 18327 15838 2005 4656 14586 12432 15493 60832 59174 45635 18299 15840 2006 4656 14577 12811 15324 60792 59052 45624 18272 15841 2007 4656 14568 13189 15155 60751 58930 45613 18244 15843 2008 4656 14558 13567 14987 60711 58807 45603 18216 15844 2009 4656 14549 13945 14818 60670 58685 45592 18188 15846 2010 4656 14540 14324 14649 60630 58563 45581 18161 15847 2011 4656 14521 15080 14311 60549 58318 45559 18105 15850

Tabel 16 Kebutuhan penggunaan lahan tahun 2011-2031 skenario 1

Tahun PL (ha) BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 2011 4656 14521 15080 14311 60549 58318 45559 18105 15850 2012 4656 14511 15506 14121 60504 58180 45547 18074 15852 2013 4656 14500 15931 13931 60458 58043 45535 18043 15853 2014 4656 14490 16357 13741 60413 57905 45522 18011 15855 2015 4656 14479 16782 13551 60367 57768 45510 17980 15857 2016 4656 14469 17208 13361 60322 57630 45498 17949 15858 2017 4656 14458 17633 13171 60276 57492 45486 17918 15860 2018 4656 14448 18059 12981 60231 57355 45473 17886 15861 2019 4656 14437 18484 12791 60185 57217 45461 17855 15863 2020 4656 14427 18910 12601 60140 57079 45449 17824 15865 2021 4656 14416 19335 12411 60094 56942 45437 17793 15866 2022 4656 14406 19761 12221 60049 56804 45424 17761 15868 2023 4656 14395 20186 12031 60003 56667 45412 17730 15870 2024 4656 14385 20612 11841 59958 56529 45400 17699 15871 2025 4656 14374 21037 11651 59912 56391 45388 17668 15873 2026 4656 14364 21463 11461 59867 56254 45375 17636 15874 2027 4656 14353 21888 11271 59821 56116 45363 17605 15876 2028 4656 14343 22314 11081 59776 55978 45351 17574 15878 2029 4656 14332 22739 10891 59730 55841 45339 17543 15879 2030 4656 14322 23165 10701 59685 55703 45326 17511 15881 2031 4656 14311 23590 10511 59639 55566 45314 17480 15883

Tabel 17 Kebutuhan penggunaan lahan tahun 2011-2031 skenario 2 Tahun PL (ha) BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 2011 4656 14521 15080 14311 60549 58318 45559 18105 15850 2012 4656 14510 15458 14122 60549 58180 45548 18074 15851 2013 4656 14500 15836 13932 60549 58042 45537 18043 15853 2014 4656 14489 16215 13743 60549 57905 45526 18012 15854 2015 4656 14479 16593 13554 60549 57767 45515 17981 15856 2016 4656 14468 16971 13365 60549 57629 45505 17949 15857 2017 4656 14458 17349 13175 60549 57491 45494 17918 15859 2018 4656 14447 17728 12986 60549 57353 45483 17887 15860 2019 4656 14437 18106 12797 60549 57215 45472 17856 15862 2020 4656 14426 18484 12607 60549 57078 45461 17825 15863 2021 4656 14415 18862 12418 60549 56940 45450 17794 15864 2022 4656 14405 19240 12229 60549 56802 45439 17763 15866 2023 4656 14394 19619 12039 60549 56664 45428 17732 15867 2024 4656 14384 19997 11850 60549 56526 45417 17701 15869 2025 4656 14373 20375 11661 60549 56388 45407 17670 15870 2026 4656 14363 20753 11472 60549 56251 45396 17638 15872 2027 4656 14352 21132 11282 60549 56113 45385 17607 15873 2028 4656 14342 21510 11093 60549 55975 45374 17576 15875 2029 4656 14331 21888 10904 60549 55837 45363 17545 15876 2030 4656 14320 22266 10714 60549 55699 45352 17514 15877 2031 4656 14310 22644 10525 60549 55562 45341 17483 15879

Tabel 18 Kebutuhan penggunaan lahan tahun 2011-2031 skenario 3

Tahun PL (ha) BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 2011 4656 14521 15080 14311 60549 58318 45559 18105 15850 2012 4656 14512 15458 14142 60509 58196 45550 18077 15850 2013 4656 14502 15836 13973 60468 58073 45540 18049 15850 2014 4656 14493 16215 13804 60428 57951 45531 18022 15850 2015 4656 14484 16593 13635 60387 57829 45521 17994 15850 2016 4656 14474 16971 13467 60347 57706 45512 17966 15850 2017 4656 14465 17349 13298 60306 57584 45502 17938 15850 2018 4656 14456 17728 13129 60266 57462 45493 17911 15850 2019 4656 14446 18106 12960 60225 57339 45483 17883 15850 2020 4656 14437 18484 12791 60185 57217 45474 17855 15850 2021 4656 14428 18862 12622 60145 57095 45465 17827 15850 2022 4656 14418 19240 12453 60104 56972 45455 17799 15850 2023 4656 14409 19619 12284 60064 56850 45446 17772 15850 2024 4656 14400 19997 12115 60023 56728 45436 17744 15850 2025 4656 14390 20375 11947 59983 56605 45427 17716 15850 2026 4656 14381 20753 11778 59942 56483 45417 17688 15850 2027 4656 14372 21132 11609 59902 56361 45408 17661 15850 2028 4656 14362 21510 11440 59861 56238 45398 17633 15850 2029 4656 14353 21888 11271 59821 56116 45389 17605 15850 2030 4656 14344 22266 11102 59781 55994 45380 17577 15850 2031 4656 14334 22644 10933 59741 55872 45370 17549 15850 35

Luas kebutuhan penggunaan lahan per tahun pada skenario 1 yang disajikan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa hanya penggunaan lahan badan air saja yang tetap atau tidak mengalami perubahan luasan dari tahun 2011-2031. Dari sembilan penggunaan lahan selain badan air, hanya lahan terbangun dan semak belukar 2 yang mengalami tren peningkatan luasan, sementara yang lain mengalami penurunan.

Kebutuhan penggunaan lahan per tahun pada skenario 2 untuk sawah 2 diasumsikan tetap seperti terlihat pada Tabel 3. Dengan diterapkannya batasan kebijakan pada sawah 2 tersebut menyebabkan adanya kelebihan luasan kebutuhan lahan per tahun. Oleh karena itu maka kelebihan luasan tersebut kemudian dialokasikan pada lahan tambak, sawah 1, kebun, dan semak belukar 1. Proporsi alokasi luasan dari keempat penggunaan lahan tersebut didasarkan pada tren perubahan dari tahun 2003-2011 yang berubah menjadi lahan terbangun.

Pada skenario 3 yang disajikan pada Tabel 5, semak belukar 2 yang diasumsikan tetap. Penetapan skenario ini juga menyebabkan kelebihan luasan kebutuhan lahan per tahun. Kelebihan luasan tersebut kemudian dialokasikan ke hutan.

Pengalokasian Penggunaan Lahan

Pengalokasian penggunaan lahan adalah nilai peluang perubahan penggunaan lahan yang terjadi di tiap sel berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing penggunaan lahan (Hadi 2012). Nilai Koefisien peluang perubahan penggunaan lahan tersebut akan dibandingkan dengan setiap jenis penggunaan lahan serta variabel yang mempengaruhinya untuk menentukan apakah penggunan lahan tersebut tetap atau berubah menjadi penggunaan lahan yang lain.

Penglokasian penggunaan lahan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama nilai pengalokasian penggunaan lahan untuk tahap uji validasi model dengan menggunakan data penggunaan lahan tahun 2003 yang disajikan pada Tabel 19, dan kedua peluang pengalokasian penggunaan lahan untuk prediksi perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan data penggunaan lahan tahun 2011 yang disajikan pada Tabel 20.

Tabel 19 Nilai β untuk setiap penggunaan lahan tahun 2003 Variabel bebas PL BA TBK LTB SWH1 SWH2 KBN HTN SB1 SB2 CH1 - 1,096 - 0,392 -0,305 -0,389 1,102 -0,117 -0,217 EL2 -0,241 -12,749 -0,329 -0,323 -0,520 -0,493 0,652 0,219 0,325 KL3 -0,417 - -0,321 -0,257 -0,384 0,057 0,527 0,195 0,364 JJL4 -0,637 -0,078 -0,738 - -0,253 0,097 0,125 -0,227 0,279 JPS5 0,594 - -0,616 - -0,297 0,713 -0,471 -0,179 0,303 JPN6 -0,180 -1,366 - 0,603 0,167 0,304 -0,207 0,208 - KP7 -0,250 -0,390 0,667 0,490 -0,515 - -2,175 - -14,995 Konstanta -1,139 12,836 -0,866 -6,058 3,042 -2,461 -4,622 -3,432 8,335 ROC 0,719 0,951 0,914 0,795 0,825 0,687 0,909 0,680 0,873 Keterangan : 1CH (Curah hujan), 2EL (Elevasi), 3KL (Kemiringan lereng), 4JJL (Jarak dari jalan

utama), 5JPS (Jarak dari pusat kota), 6JPN (Jarak dari pantai), 7KP (Kepadatan penduduk)

Pada Tabel 19 terlihat bahwa, badan air dipengaruhi oleh enam peubah bebas dengan jarak dari jalan utama merupakan peubah dengan nilai koefisien terbesar, yaitu -0.637. Nilai negatif tersebut menunjukkan adanya hubungan dengan kelas kesesuaian terbalik. Badan air dipengaruhi oleh jarak dari jalan utama pada kelas jarak terdekat, yaitu potensi badan air akan tetap atau meningkat jika berada dekat dari jalan utama. Badan air adalah penggunaan lahan yang sulit untuk berubah, bahkan dapat meningkat seperti yang terjadi saat pembangunan Waduk Bili-bili yang mengalihfungsikan beberapa jenis penggunaan lahan menjadi badan air. Dekatnya waduk tersebut dari jalan utama menyebabkan peubah tersebut lebih berpengaruh terhadap badan air dibanding peubah yang lainnya.

Tambak dipengaruhi oleh lima peubah bebas. Dari ke lima peubah tersebut, elevasi merupakan peubah dengan nilai koefisien β terbesar, yaitu -12.909. Nilai negatif pada peubah tersebut menunjukkan bahwa eksistensi tambak dipengaruhi oleh kelas elevasi terendah. Hal tersebut sesuai dengan kondisi lapangan, dimana sebaran tambak di KSN Mamminasata sebagian besar berada di daerah pesisir sebelah utara kota Makassar hingga ke Kabupaten Maros, dan sebagian kecil lagi di sebelah selatan di kabupaten Takalar yang kesemuanya itu berada pada kelas elevasi terendah dan tidak ditemukan lahan tambak selain pada kelas tersebut. Oleh karena itu, tambak berpotensi akan meningkat hanya ketika berada pada kelas elevasi terendah.

Lahan terbangun dipengaruhi oleh lima peubah bebas. Dari kelima peubah tersebut, jarak dari jalan utama merupakan peubah dengan nilai koefisien β terbesar yang memiliki pengaruh kesesuaian terbalik, yaitu -0.787. Pembangunan di KSN Mamminasata belum terlalu berkembang dan baru saja dimulai. Kecenderungan perkembangan lahan terbangun dekat dari jalan utama pada periode tersebut disebabkan karena masih banyaknya lahan kosong. Selain itu, motif aksesibilitas untuk menjangkau pusat kota, dalam hal ini kota Makassar sebagai pusat aglomerasi di KSN Mamminasata juga menjadi pertimbangan.

Sawah 1 dipengaruhi oleh lima peubah bebas. Peubah jarak dari pantai memiliki nilai koefisien terbesar dan berpengaruh secara positif dengan nilai koefisien β sebesar 0.603. Kota Makassar sebagai pusat kota inti berada pada daerah yang dekat dengan pantai dengan intensitas pembangunan yang sangat pesat. Keberadaan sawah 1 di sekitar pusat kota tersebut hampir sudah tidak dapat ditemukan lagi. Oleh karena itu, eksistensi sawah 1 berpotensi tidak berubah atau akan meningkat jika berada jauh dari pantai.

Sawah 2 dipengaruhi oleh semua peubah bebas, dimana elevasi merupakan peubah bebas dengan nilai koefisien terbesar, yaitu -0.520. Nilai minus tersebut menunjukkan pengaruh dengan kelas kesesuaian terbalik, yaitu sawah 2 dipengaruhi oleh kelas elevasi terendah. Berdasarkan kondisi lapangan, sebaran sawah 2 sebagian besar berada pada daerah dataran rendah yang tersebar luas mulai dari Takalar di Selatan hingga Maros di Utara. Pada dasarnya, tipe sawah 2 merupakan sawah yang beririgasi teknis yang sangat membutuhkan suplai air dari jaringan irigasi yang berasal dari Waduk Bili-bili pada dataran tinggi di sebelah Timur kawasan. Oleh karena itu, semakin rendah elevasi maka potensi sawah 2 untuk tidak berubah atau meningkat juga semakin besar.

Kebun dipengaruhi oleh enam peubah bebas kecuali kepadatan penduduk. Jarak dari pusat kota memiliki nilai koefisien terbesar yaitu 0.713. Nilai plus 37

tersebut menunjukkan bahwa kebun dipengaruhi oleh jarak dari pusat kota pada kelas jarak terjauh. Berdasarkan kondisi lapangan, keberadaan kebun tersebar luas

Dokumen terkait