• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sutan Remy Sahdeini mengatakan perjanjian kredit sebagai perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagain hasil keuntungan.30

Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pinjam pengganti. Meskipun adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena didalamnya terdapat adanya kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian berupa uang.31

a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk dapat melaksanakan atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu.

1. Pihak bank

Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, bank terbagi dalam 2 jenis yaitu :

30

Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008,hal.78

31

Gatot Supramono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1996, hal.62

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut pembagiannya, bank dapat dibeda-bedakan menjadi :32

a. Jenis bank berdasarkan fungsinya

Dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kembali jenis kelembagaan bank ditata dalam struktur yang lebih sederhana, yaitu Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pembedaan jenis kelembagaan bank ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 5 Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Disebutkan bahwa menurut fungsinya, jenis bank dapat dibedakan atas : 1) Bank Umum

Bank Umum adalah bank melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari pengertian ini, maka dengan sendirinya Bank Umum adalah bank pencipta uang giral.

Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain :

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;

32

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Rajagrafindo Persada; Jakarta, 2013, hal. 27

b) Memberikan kredit

c) Menerbitkan surat pengakuan utang;

d) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri

e) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;

f) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan

g) Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. 2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tiak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari pengertian ini, amka dengan sendirinya BPR adalah bukan bank pencipta uang giral, sebab BPR tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Adapun kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:33

1) Menerima simpanan berupa giro, 2) Mengikuti kliring,

3) Melakukan kegiatan valuta asing,

33

4) Melakukan kegiatan perasuransian

Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini :

a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.

b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.

c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.

3) Bank Sentral

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort. Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.

b. Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya

Apabila ditinjau dari segi kepemilikanya, jenis Bank terdiri atas Bank milik Pemerintah, Bank milik Swasta Nasional dan Bank milik Swasta Asing

1) Bank Milik Pemerintah

Bank Pemerintah adalah Bank dimana maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan Bank dimiliki Pemerintah

pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga Bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tinggkat I dan tinggkat II masing-masing provinsi, contohnya Bank Sumut, Bank DKI, Bank Jateng dan sebagainya.

2) Bank Milik Swasta Nasional

Bank Swasta Nasional adalah Bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula, contohnya Bank Muamalad, Bank Danamon, Bank Central Asia dan lain-lain.

3) Bank Milik Swasta Asing

Bank jenis ini merupakan cabang yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri contohnya ABN Amro Bank, City Bank, dan lain-lain.

c. Jenis Bank berdasarkan kegiatan operasionalnya 1. Bank Konvensional

Bank Konvensional adalah Bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan metode bagi hasil. Bank kompensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro. Bank kompensional dapat

memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertipikat deposito, dana transper, saham dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan Bank paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan skunder, penyaluran kredit dan investasi. Bank kompensional contohnya adalah Bank umum, dan BPR.

2. Bank Syariah

Bank Syariah muncul pada awal tahun 1990an Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah Islam. Falsapah dasar beroperasinya Bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan.

Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syriah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan.

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syriah harus berdasarkan pada alquran dan hadis. Contoh bank syariah di Indonesia, yaitu Bank Muamalat, Bank syariah Mandiri.

Terhadap jenis-jenis bank tersebut, dapat dilihat fungsinya serta kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank tersebut. Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang

berbeda tersebut. Dalam hal ini kegiatan ini dapatlah disebutkan pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh Bank Indonesia tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh bank senantiasa dibawah pengawasan Bank Indonesia.

2.Pihak Nasabah

Dalam peratutan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in-customer).

Didalam Undang-Undang Perbankan dimuat tentang jenis dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah bank ada dua, yakni :34

a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

b. Nasabah Debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

34

Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah yaitu :

a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.

b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.

c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi seperti ini biasanya importer membuka letter of

credit (L/C) pada suatu bank demi kelancaran dan keamanan

pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat berwujud dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :35

a. Orang

Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan/atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya.

35

Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bandung, 2006, hal. 24-27

Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah didasari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif.

b. Badan hukum

Nasabah yang berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut :

1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda.

2) Perseroan Terbatas, diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam Undag-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda.

4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara. BUMN ini terdiri dari perusahan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan.

5) Koperasi, diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No.4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

6) Yayasan, diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No.153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.

8) Dana pensiun, diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 tentang dana pensiun.

F. Dasar-dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menegah

Bicara mengenai dasar hukum pemberian kredit usaha kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian kredit usaha kecil adalah KUH Perdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian kredit usaha kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatan perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatkan dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-Undang

yang ada hanyalah kata persetujuan yang diesbutkan Pasal 1313 KUH Perdata. Namun demikian, menurut R.Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.36 Mariam Darus secara impicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam pasal 1313 KUH Perdata adalah rumusan perjanjian.37

Usaha Kecil Menengah (UKM) menurut UU No. 20 Tahun 2008 terbagi dalam dua pengertian, yaitu: usaha kecil adalah entitas yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata ayat (1) menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUH Perdata. Di dalam Pasal 1338 ayat (2) dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cakap untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.

Disamping itu, dalam pemberian kredit usaha kecil ini juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu Undang-Undang No.7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu Undang-Undang No.10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit.

36

R. Subekti, Op.Cit, hal.1 37

Mariam Darus Badrulzaman, (4) KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1999, hal.89

bangunan tempat usaha, serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Kemudian usaha menengah adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).38

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866

Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No.26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha kecil dan Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tujuan diluncurkannya kebijakan Kredit Usaha Kecil adalah untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM, meningkatkan akses pembiayaab kepada UMKM, serta penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Oleh karen aitu dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang menjembatani debitur dan kreditur dalam proses pemberian kredit tersebut.Adapun beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pemberian kredit bagi usaha kecil menengah, yaitu diatur dalam :

38

2. Instruksi Presiden No.6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Pemerintah melalui percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Dalam upaya untuk lebih mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dan sebagai kelanjutan Instruksi presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.

3. Instruksi Presiden No.5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

4. Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.

5. Peraturan Presiden No.2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan. Bahwa usaha penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjaminan selama ini belum cukup diatur berdasarkan prinsip-prinsip usaha penjaminan yang prudent, transparan serta memberikan kepastian hukum.

6. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.5 Tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK.

G. Kredit Usaha Kecil Menengah

Kredit usaha kecil menengah (UKM) adalah kredit yang diberikan oleh pemerintah melalui dunia perbankan dengan tujuan untuk mendorong tumbuhnya

usaha manufaktur dan sektor riil sehingga tercipta iklim usaha yang sehat dan mendorong investasi.39

Fsilitas kredit kepada usaha kecil dan atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skrim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberianya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh sumber dana yang diperuntukkan bagi fasilitas kredit usaha kecil dan mikro tersebut, misalnya terdapat sumber dana dari Surat Utang

Dengan tumbuhnya investasi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nasional yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Usaha Kecil Menengah merupakan basis usaha rakyat, yang secaramengejutkan mampu bertahan di masa krisis 1997/1998. Saat itu banyak usaha besar bergelimpangan, mengalami pailit didera pahitnya krisis. Pada saat bersamaan, perbankan tidak mampu lagi membantu masalah pula sehingga menambah parah penderitaan usaha besar.

Tidak demikian halnya dengan UKM, yang dapat bertahan pada badai krisis karena struktur keuangan mereka yang tidak banyak bergantung pada perbankan, meski mereka tetap memanfaatkan jasa pebankan, baik untuk transaksi maupun untuk menjaga keamanan. Sebagian besar pelaku UKM ini mengandalkan seluruh permodalannya sendiri yang perolehannya melalui pinjaman ke lembaga keuangan.

Pemerintah (SUP) dengan Nomor SU-005/MK/1999 yang juga dikenal dengan dana dari “SUP-005” atau sumber dana dari pemanfaatan bagian laba BUMN, yang dikenal dengan Dana Program Kemitraan untuk Kredit Usaha Mikro.

Pemerintah dalam membantu serta mendorong pengusaha kecil agar dapat mensejajarkan diri dengan pengusaha menengah dan pengusaha besar sehingga memperkecil kesenjangan sosial ekonomi, serta mempercepat usaha pemerataan hasil-hasil pembangunan, mengeluarkan Pakjan 29 tahun 1990 dimana dengan kebijaksanaan itu bank-bank diwajibkan mengalokasikan 20% darimtotal dan kreditnya untuk Kredit Usaha Kecil (KUK).

Menurut SK Direktur Bank Indonesia No.34/4 Kep/ Dir tanggal 4 April 1997, yang dimaksud dengan Kredit Usaha kecil adalah kredit investasi dan/atau kredit modal kerja yang diberikan dalam Rupiah dan/atau valas pada nasabah usaha kecil dan plafon kredit keseluruhan maksimum 350 juta rupiah untuk membiayai usaha yang produktif.

Dalam kredit tersebut terdapat kredit jangka menengah / jangka panjang dan kredit jangka pendek. Kredit jangka menengah / panjang merupakan kredit investasi, yaitu untuk membiayai barang-barang modal dan biasa diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi atau mendirikan usaha baru.

Seiring dengan perkembangan perbankan nasional dewasa ini, perbankan Indonesia telah menyalurkan berbagai jenis kredit khusus kepada pengusaha golongan ekonomi lemah. Jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh perbankan menurut Kasmir dalam buku nya adalah :40

40

1. Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Kredit Investasi Kecil (KIK) adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan pengusaha kecil pribumi dengan persyaratan dan prosedur khusus guna membiayai barang-barang modal serta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisaso, perluasan proyek baru. Sedangkan Modal Kerja Permanen adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha dari perusahaan kecil dan pribumi dengan persyaratan khusus, guna membiayai modal yang hanya dipergunakan secara terus menerus untuk kelancaran usahanya 2. Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang dimodifikasi dari jenis-jenis

kredit diberikan melalui kredit usaha kecil guna untuk membiayai intensifikasi usaha tani padi dan palawijaya. Kredit ketahanan pangan Indonesia ini modifikasi dari Kredit Canda Kulak (KCK), dan Kredit Usaha Tani (KUT), kredit bimas adalah kredit yang disalurkan kepada para petani peserta bimas untuk meningkatkan produksi tanamanan pangan, kredit mini yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha kecil dan pedesaan misalnya, petani, pedagang, pengrajin, nelayan. 3. Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES), yaitu kredit yang diberikan

untuk mengembangkan/meningkatkan usaha-usaha kecil di pedesaan yang sudah ada, baik pengusaha yang sebelumnya dibiayai dengan kredit mini dan jenis kredit lainnya maupun terhadap usaha-usaha calon nasabah baru.

4. Kredit Produksi, yaitu kredit yang disalurkan oleh bank kepada pengusaha kecil yang berorientasi import.

5. Kredit eksport, yaitu kredit yang disalurkan oleh bank pemerintah dan swasta kepada pengusaha yang berorientasi eksport.

Adapun dalam mengajukan kredit tersebut kepada bank, ada beberapa persyaratan yang diperlukan yaitu :

1. Menyerahkan surat permohonan

2. Foto copy kartu keluarga, KTP dan surat nikah, NPWP (untuk usaha kecil menengah perorangan)

3. Legalitas tempat usaha, surat izin usaha yang dikeluarkan instansi pemerintah (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP)

4. Surat keterangan penghasilan yang ditandatangani oleh lurah setempat 5. Rekening tabungan/giro/transaksi usaha

Dokumen terkait