• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

3. PILKADA Serentak

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 17 menjelaskan bahwa : “DPRD mempunyai tugas dan wewenang memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota”. Undang-Undang ini jelas mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, yang tidak sesuai dengan asas kedaulatan. Maka diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 24 ayat (5) bahwa : “Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan”. Maka jelas pada undang-undang ini rakyat yang langsung memilih kepala daerah. Di samping undang-undang ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pada tahun 2014, Peraturan Pemerintah tersebut, diganti menjadi Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Namun pada pasal 3 undang-undang ini menyebutkan bahwa: “(1)Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasarkan asas bebas, terbuka, jujur, dan adil. (2) Bupati dan Walikota dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota secara demokratis berdasarkan asas bebas, terbuka, jujur dan adil. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 ini mempunyai kesamaan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Tentu Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2014 ini menuai pro dan kontra karena pemilihan bukan dilakukan oleh rakyat langsung tidak sesuai dengan asas kedaulatan atau demokrasi.

Diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang dimana pada pasa 1 ayat (1) menjelaskan bahwa: “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”. Pasal 3 juga menyebutkan bahwa : “Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. KPU Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang- undang yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur. KPU Kabupaten/Kota adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.

Badan Pengawasan Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di sleuruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan. Pasal 22A menyebutkan: “(1)Pengawasan penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwas Kabupaten/Kota. (2)Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi. (3)Pengawasan penyelenggaraan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Pamwas Kabupaten/Kota.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan.

1.6 DEFINISI KONSEPSIONAL

Definisi konsepsional adalah definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara tepat suatu fenomena yang akan diteliti. Definisi konsepsional ini juga digunakan untuk menggambarkan secara abstrak tentang kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian dalam ilmu sosial (Singarimbun, 1992, hal. 34). Adapun definisi konsepsional dari penelitian ini adalah :

1. Netralitas ASN dalah sikap atau bentuk tidak berpihaknya suatu Aparatur Sipil Negara kepada partai politik, yang bersifat profesional dalam melakukan pekerjaannya sebagai birokrasi yaitu staf administratif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang memiliki syarat sesuai dengan ketentuan dan memiliki jabatan pemerintahan. Yang memiliki hak, kewajiban dan larangan serta adanya sanksi yang diberikan dalam melakukan pelanggaran.

2. Birokrasi adalah badan organisasi yang berada di pemerintahan memiliki tugas di administratif atau pemberi layanan kepada masyarakat bersifat universal dalam mementingkan orientasi kepada tugas, pencapaian tujuan, mendapatkan keuntungan (gaji) dan memenuhi tujuan perencanaan.

3. Pilkada Serentak adalah Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dilakukan secara langsung dan demokratis yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.7 DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatu variabel (Ardinal, 2005, hal. 60). Adapun indikator- indikator dari penelitian ini adalah :

A. Keterlibatan ASN dalam Pilkada Serentak 1) ASN menjadi tim sukses dalam Pilkada 2) ASN menjadi peserta kampanye

3) ASN menjadi akses informasi dalam Pilkada

4) ASN membuat kebijakan atau keputusan yang menguntungkan salah satu kandidat

B. ASN tidak terlibat dalam Pilkada Serentak

1) Tidak menjadi tim sukses kandidat pada kampanye 2) Tidak menjadi peserta kampanye baik menggunakan

atribut partai atau atribut PNS

3) Mengarahkan PNS lain untuk turut serta dalam kampanye

4) Menggunakan fasilitas negara dalam kampanye Pilkada C. ASN tidak memihak salah satu kandidat dari Pilkada Serentak

1) Tidak membantu dalam membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon

2) Tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daera baik sebelum, selama dan sesudah kampanye seperti pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, serta pemberian barang kepada PNS dalam unit pekerjaan

3) Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

1.8 METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Adapun pengertian dari penelitian kualitatif yaitu mengangkat secara ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial. Pembangunan dan pengembangan teori sosial khususnya sosiologi dapat dibentuk dari empiri melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti (Rusliwa, 2005, hal. 64). Melalui penelitian kualitatif penulis bertujuan untuk memahami fenomena yang ada dan mendalami fenomena yang ada secara rinci, sistematis dan sesuai dengan fakta yang ada. Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif maka dapat tergali informasi mendalam tentang netralitas ASN dalam pilkada serentak Kabupaten Bantul tahun 2015.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Bantul, lokasi ini dipilih karena pada tahun 2015 dilaksanakannya pilkada serentak dan ditemukannya persoalan terkait dengan netralitas pada ASN. Adapun tempat penelitiannya yaitu Panwaslu Bantul, BKD Bantul.

3. Unit Analisis

Sesuai dengan permasalahan yang ada pada pembahasan penelitian ini, maka unit analisis dari penelitian ini adalah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Bantul, dan Badan Kepegawaian Bantul.

4. Jenis Data

Adapun sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu menggunakan: a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari informan atau unit analisa melalui wawancara yang sesuai dengan indikator-indikator pada definisi operasional. Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Data Primer

NO Nama Data Sumber Data

Teknik Pengumpulan

Data 1 Netralitas ASN dalam

Pilkada Serentak Ketua Panwaslu dan Kepala BKD Bantul Wawancara mendalam

2 Jenis pelanggaran ASN dalam Pilkada Serentak

Ketua Panwaslu dan Kepala BKD Bantul Wawancara mendalam 3

Sanksi yang diberikan kepada ASN yang tidak

netral Kepala BKD Bantul Wawancara mendalam 4 Pengawasan Pilkada

Serentak Panwaslu Bantul

Wawancara mendalam 5

Daftar ASN yang ikut terlibat dalam Pilkada

Serentak

Panwaslu Bantul Wawancara mendalam

b. Data Sekunder

Data yang didapat dari kajian sumber yang digunakan sebagai penunjang dalam analisa masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah jurnal, buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumentasi resmi dari pemerintah terkait.

Tabel 1.2 Data Sekunder

NO Nama Data Sumber Data

1

Surat Edaran dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

tentang Netralitas ASN dan Larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam Pemilihan

Kepala Daerah Serentak

Badan Kepegawaian

Bantul

2 Bukti Laporan atau Catatan daftar nama ASN yang tidak Netral pada Pilkada Bantul

Panitia Pengawas Pemilu Bantul

(Panwaslu) 3 Regulasi daerah yang berkaitan dengan

Pilkada dan Netralitas ASN

Panwaslu dan BKD Bantul

5. Teknik Pengumpulan Data

Dokumen terkait