• Tidak ada hasil yang ditemukan

PKSM: SDM Handal yang belum dilirik Kementerian LHK (Oleh : Yumi Angelia, PK Madya Pusat Penyuluhan, BP2SDM)

PKSM: SDM Handal yang belum dilirik Kementerian LHK

(Oleh : Yumi Angelia, PK Madya Pusat Penyuluhan, BP2SDM)

Perlu diakui bersama belum banyak unit kerja Eselon 1 dan 2 lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang memberdayakan Penyuluh Kehutanan (PK) sebagai tenaga andalan dalam kegiatan pendampingan masyarakat di tingkat tapak. Banyak argumen yang dikemukakan antara lain : “Penyuluh Kehutanan kurang kompeten”, “Tidak ada Penyuluh Kehutanan di lapangan”, “Pendampingan masyarakat bukan tupoksi penyuluh” dan alasan lainnya. Perlu diakui masih ada perbedaan persepsi tentang tugas pokok dan fungsi penyuluh kehutanan di Kementerian LHK, bahkan ada kecenderungan menafikan keberadaan Penyuluh Kehutanan di lapangan. Penyuluh Kehutanan yang saat ini berada di bawah Pemerintah Daerah, sebagian besar adalah PNS yang diangkat oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 1978 sebagai Petugas Lapangan Penghijauan (PLP) atau Petugas Lapangan Reboisasi (PLR). Kinerja dan keberadaan Penyuluh Kehutanan semakin menurun terutama sejak diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten. Pada saat itu Kanwil Kehutanan sebagai institusi pembina para Penyuluh Kehutanan dibubarkan pada tahun 1997, Penyuluh Kehutanan diserahkan Pemerintah Kabupaten/Kota, yaitu Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (Dinas PKT). Pada era otonomi daerah tahun 2000 Penyuluh kehutanan dipindahkan ke Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota. Belum lagi Penyuluh Kehutanan bekerja dengan baik, terbit Undang‐ Undang Nomor:16 tahun 2006 dimana penyuluh kehutanan bersama penyuluh pertanian dan perikanan berada dalam satu naungan lembaga, yaitu Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten. Penyuluh Kehutanan semakin “tidak berdaya” sehingga banyak yang beralih profesi menjadi pejabat struktural bahkan pekerjaan lainnya. Kuantitas dan kualitas penyuluh kehutanan semakin menurun sementara perekrutan tenaga PK oleh Pemda tidak berjalan baik. Oleh karena itu saat ini jumlah Penyuluh Kehutanan di lapangan memang sangat sedikit.

Kebijakan Pemerintah zero growth PNS menjadi kendala besar dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan di tingkat tapak. Saat ini jumlah PK PNS seluruh Indonesia adalah 3,768 orang, lebih dari 50% akan memasuki pensiun dalam 2‐3 tahun mendatang. Sedangkan jumlah desa di dalam dan tepi hutan, sebagai tempat tinggal masyarakat sasaran penyuluhan kehutanan, adalah sebanyak 18.718 desa (Survey Kehutanan, 2014). Persentasi desa di dalam dan tepi hutan yang berada di Pulau Jawa 23,12% sementara 76,88% berada di luar Jawa. Ironisnya sebaran PK PNS yang diharapkan mendampingi masyarakat desa di dalam dan tepi hutan justru terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sumber: Pusluh, Agustus 2016 PKSM: Pendamping handal di tingkat tapak yang sudah teruji

2   

Permasalahan tenaga penyuluh kehutanan ini menjadi persoalan serius yang perlu diperjuangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara itu di sisi lain, berkaitan dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pemberian akses pengelolaan hutan seluas 12,7 juta hektar kepada masyarakat sangat membutuhkan tenaga pendamping di tingkat tapak. Dengan kondisi seperti ini perlu dicarikan solusi permasalahan ketenagaan Penyuluhan Kehutanan. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM), sebagai mitra kerja Penyuluh PNS menjadi tumpuan harapan bagi Kementerian LHK untuk keberlangsungan kegiatan pendampingan masyarakat dalam pembangunan kehutanan di tingkat tapak.

Strategi pemberdayaan PKSM sebagai pendamping masyarakat di tingkat tapak sangat tepat, efektif dan efisien. Efektif karena kinerja PKSM selama ini telah terbukti, karya nyata para PKSM dalam penyuluhan dan pendampingan masyarakat bidang pembangunan kehutanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sudah terbukti. Efisien karena PKSM melakukan kegiatannya secara swadaya, tidak mengandalkan biaya dari Pemerintah. Mereka mengabdikan diri secara sukarela sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat setempat. PKSM umumnya adalah ketua/pengurus kelompok tani yang telah berhasil atau tokoh masyarakat/tokoh agama yang menjadi panutan. PKSM adalah penduduk setempat dan tinggal bersama masyarakat setempat, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dan tidak perlu membiayai pemondokan dan lainnya sebagaimana bila mendatangkan tenaga LSM dari luar daerah.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.76/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat, mendefinisikan PKSM adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Sampai dengan Agustus 2016 PKSM berjumlah 5.183 orang dan tersebar di 33 provinsi di Indonesia. PKSM dengan berbagai latar belakang profesi, dengan motivasi yang tinggi telah menyumbangkan karyanya bagi kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. PKSM secara swadaya, telah menunjukkan prestasi dalam kegiatan pembangunan kehutanan, tidak saja dalam kegiatan rehabiilitasi hutan dan lahan, tetapi juga dalam kegiatan konservasi, pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta reklamasi atau restorasi ekosistem. Tanpa anggaran dana dari Kementerian LHK, mereka telah menunjukkan prestasi yang luar biasa. Sumber: Pusluh, Agustus 2016

Ditinjau dari segi kompetensi, PKSM memiliki tingkat kompetensi “Sedang/Baik”, hal ini dapat disimpulkan dari hasil uji coba evaluasi kepada 49 orang PKSM dari 12 provinsi yang terlibat dalam kegiatan pembangunan kehutanan, yang dilakukan oleh Pusat Perencanaan SDM, BP2SDM Kementerian LHK pada bulan Mei 2016. Hasil rata‐rata kompetensi PKSM adalah 50,73, dengan

3   

persentasi 44.9% termasuk pada kategori baik, 38,78% kategori cukup dan 16,33% termasuk kategori sangat baik. Kelemahan PKSM umumnya pada aspek pengetahuan, karena sebagian besar PKSM memiliki latar belakang pendidikan yang rendah (tingkat SD dan SMP). Tetapi dari aspek sikap dan ketrampilan dalam kegiatan pembangunan yang digelutinya, PKSM dapat dikategorikan baik. Sebaran skor kompetensi 49 orang PKSM dari 12 provinsi di Indonesia. Hal tersebut menjukkan bahwa PKSM merupakan tenaga potensial sebagai pendamping masyarakat, termasuk terkait dengan program pemberian akses 12,7 juta hektar untuk pemberdayaan masyarakat. Mereka telah memiliki sikap positif dalam bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahkan keswadayaan dan kepeduliannya terhadap masalah pembangunan kehutanan tidak diragukan lagi. Dalam aspek ketrampilan, banyak PKSM memiliki kearifan yang dihasilkan dari pengalamannya berkecimpung dalam bidang pembangunan kehutanan. Kelemahan dari segi pengetahuan dapat ditingkatkan melalui bimbingan teknis atau pelatihan.

Beragam aspek pembangunan kehutanan dan dampaknya

Mungkin tidak disadari oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, SDM sebanyak 5,183 yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan mitra kerja Penyuluh kehutanan yang jumlahnya sudah semakin kurang. PKSM di seluruh Indonesia memiliki keahlian yang sangat beragam, yang dapat dicontoh oleh masyarakat sekitarnya.

Kedudukan PKSM yang umumnya adalah tokoh masyarakat atau panutan masyarakat, merupakan kekuatan besar yang memberikan dampak dan pengaruh yang besar terhadap masyarakat di sekitarnya. Sebagai contoh: Yesaya Mayor, PKSM dari Kecamatan Sawinggrai, Kabupaten Raja Amat, kepeduliannya terhadap konservasi tanah dan air, konservasi flora dan fauna endemik Papua ditularkan kepada anak‐anak muda desanya melalui kegiatan seni. Pak Mayor telah menghijaukan bukit di Desa Meos yang sebelumnya gersang sehingga menjadi habitat burung‐burung endemik Papua, dan munculnya banyak mata air. Melalui sanggar seni yang dipimpinnya Pak Mayor menanamkan kesadaran anak‐anak muda untuk menjaga dan mencintai kelestarian alam. Salah satu filosofi yang beliau tanamkan kepada anak muda: “Menangkap ikan atau burung untuk dijual, hanya dapat penghasilan 1 kali saja, tetapi dengan menjaga kelestarian fauna dan flora tersebut masyarakat akan mendapatkan penghasilan seumur hidup”. Mereka kemudian mengembangkan wisata alam pengamatan burung cenderawasih dan burung endemik Papua lainnya, pemberian makan pada ikan, penangkaran anggrek endemik Papua.

Contoh lainnya ialah Bapak Nisro, dari Kabupaten Wonosobo yang telah berhasil mengembangkan hutan rakyat, bahkan sudah memiliki sertifikat Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. PKSM mampu membuktikan bahwa kayu rakyat yang dikelola dengan lestari memberikan keuntungan berlipat ganda bagi masyarakat. Kegiatan Pak Nisro sudah dicontoh oleh

4    masyarakat sekitarnya bahkan oleh masyarakat di luar kabupaten atau luar provinsi yang berkunjung dan belajar kepadanya. Tabel 1. Kegiatan pembangunan kehutanan yang dilakukan PKSM tersebar di wilayah Indonesia No Aspek pembangunan kehutanan Nama PKSM Kegiatan yang dilakukan 1 Rehabilitasi Hutan dan Lahan (pembibitan, penghijauan)

1. Memet A Surahman Bandung‐ Jawa Barat Pembibitan tanaman langka

2. Hari Susanto Magelang – Jawa Tengah Pembibitan tanaman kayu‐kayuan

3. James Riadi Minahasa Utara‐ Sulawesi Utara Pembibitan cempaka, nyatoh

4. Kusno Wonosobo – Jawa Tengah Pembibitan tanaman kayu‐kayuan

2. Agroforestry/Hutan Rakyat / Sistem Verifikasi Legalitas Kayu/ Kemitraan 1. Nisro Wonosobo ‐ Jawa Tengah Hutan Rakyat, SVLK,

2. Sucahyo Pribadi Lumajang – Jawa Timur SVLK, PHBM,

3. Mateus Warnares Biak Numfor‐Papua Hutan Rakyat (Jati)

3. Konservasi

Sumberdaya Alam 1. Wahyu Karyono2. Aden Kebumen – Jawa TengahSukabumi – Jawa Barat Penangkaran kupu‐kupuPenangkaran arwana

3. Yesaya Mayor Raja Ampat‐Papua Barat Penangkaran anggrek dan pelestari

burung endemik Papua

4. Haryono Lumajang‐ Jawa Timur Penangkaran anggrek

4. Hutan

Kemasyarakatan 1. Moh. Zaini Tanggamus – Lampung Pemanfaan tanaman bawah tegakan, kopi, madu

2. Engkos Kosasih Lampung Barat‐ Lampung Budidaya kopi, madu,

3 .Supardan Kulon Progo – DI Yogyakarta Pemanfaatan Jasa

Lingkungan/Wisata Alam

5. Hasil Hutan Bukan

Kayu 1. Wita 2. Abi Jumroh Harahap BelitungPadang Lawas Utara‐Sumatera Gaharu

Utara Gaharu

3. Suadi Lombok Barat ‐ NTB Lebah Madu – Trigona Sp.

4. Sugeng Aprianto Gunung Kidul – DI Yogyakarta Lebah Madu – Trigona Sp.

5. Wayan Nyarka Bangli‐ Bali Bambu

6. Haji Thablib Sinjai‐Sulawesi Selatan Mangrove

7. Samsudin Lampung Timur‐Lampung Mangrove

8. Yuswari Mempawah‐Kalimantan Barat Mangrove

9. Edi Yususf Sukabumi – Jawa Barat Sutera Alam

6. Hutan Desa/

Hutan Adat 1. Jhon Aprizal 2. Joko Surahmad Kab. Sijunjung, Sumatera Barat Kampar‐Riau Pengelolaan Hutan Adat Pengelolaan Hutan Adat

3.A. Dt Rajo Batuah Sungai Buluh,Padang Pariaman‐

Sumatera Barat Pengelolaan Hutan Nagari

7. Reklamasi Bekas

Tambang/ Restorasi Ekosistem

1. Madrodji Banjar – Kalsel Reklamasi areal bekas tambang

2. I Gede Partadana, SH Karangasem‐Bali Reklamasi galian C

3. Hamzah Banjar‐Kalimantan Selatan Reklamasi areal bekas tambang

8. Pencegahan dan

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Sutikno Palangkaraya‐Kalimantan

Tengah Pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lahan gambut

2. Raden Abdilah Ketapang‐Kalimantan Barat Pencegahan dan penanggulangan

kebakaran di lahan gambut

3. Junaedi Indragiri Hulu‐Riau Pencegahan dan penanggulangan

kebakaran di lahan gambut

4. Berson, S.Pd Pulang Pisau – Kalimantan

Tengah Pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lahan gambut

9. Pendidikan dan

Pemanfaatan Jasa Lingkungan/ Ekowisata

1. Sugiarto Pasuruan – Jawa Timur Pendidikan lingkungan

2. Sumarjana Kulon Progo – DI Yogyakarta Pengelolaan Wisata Alam Kalibiru

3. Adie Darmawan Kab. Belitung‐Bangka Belitung Pendidikan lingkungan

4. Marwoto Jepara – Jawa Tengah Pemanfaatan Jasa Lingkungan

10. Teknologi terapan Endang Suryana Pangandaran – Jawa Barat Pembuatan cuka kayu

Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja PKSM, Pusat Penyuluhan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM telah berupaya memberikan insentif berupa fasilitasi kegiatan peningkatan kapasitas PKSM melalui kegiatan bimbingan teknis, pembentukan Wanawiyata Widyakarya (Lembaga Pelatihan dan Pemagangan Usaha Kehutanan – LP2UKS), pembentukan Pos Penyuluhan Kehutanan Pedesaan – Posluhutdes. Dengan fasilitasi kegiatan dimaksud, diharapkan PKSM dapat memberikan dampak kepada masyarakat yang lebih luas.

5    Beragam profesi dan nilai strategisnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah sepantasnya berbangga karena PKSM ternyata tidak hanya berasal dari profesi petani bidang kehutanan, tetapi sangat beragam. PKSM banyak yang berprofesi sebagai guru, kepala desa/lurah, aparat desa, penegak hukum, tokoh agama, tokoh masyarakat bahkan anggota ABRI. Dalam kegiatan Temu Teknis PKSM tahun 2016 yang mengambil topik khusus Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, Perhutanan Sosial dan Restorasi Ekosistem muncullah para pejuang pembangunan kehutanan di tingkat tapak dari berbagai latar belakang profesi, yang selama ini belum banyak didayagunakan oleh Kementerian LHK.

Keragaman latar belakang profesi tersebut menjadi nilai strategis bagi Kementerian LHK khususnya dalam konteks semakin tersebarluasnya kesadaran dan kepedulian berbagai lapisan masyarakat terhadap kelestarian sumber daya hutan. Sebagai contoh: Berson, S.Pd seorang guru di Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki ladang garapan turun temurun di sekitar hutan. Sebagai penduduk desa yang lahir dan dibesarkan di sekitar hutan, memiliki kecintaan terhadap hutan. Dia menggerakan masyarakat desa untuk bergotong royong menjaga dan mencegah kebakaran hutan dan lahan. Dia menggerakkan Kelompok Tani Hutan di wiilayahnya secara bergotong royong membuka lahan tanpa bakar, dan secara swadaya membeli pompa dan selang untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Di lingkungan sekolah, sebagai guru Berson menyadarkan murid sejak dini tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan, dan larangan membuka lahan dengan membakar. Apa yang diajarkan kepada muridnya, ternyata berdampak pada orang tua murid yang bermata pencaharian sebagai petani, yang berangsur‐angsur meninggalkan kebiasaan membakar lahan.

Contoh lainnya adalah Jhon Aprizal sebagai wali nagari atau kepala desa di Nagari Latang, Kec. Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Sebagai kepala desa, Pak Jhon Aprizal memiliki kewenangan untuk mengusulkan anggaran untuk pembangunan kehutanan di desanya. Selain itu seorang wali nagari di Sumatera Barat, yang masih sangat menjunjung tinggi adat budaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat untuk menggerakkan warganya dalam menjaga keamanan hutan, baik dari pencurian maupun kebakaran hutan dan lahan. Menurutnya, masyarakat desa memiliki kemampuan lebih dalam menjaga keamanan hutan dibandingkan aparat keamanan karena masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dapat menjaga 24 jam sehari, sementara aparat keamanan paling lama 8 jam sehari. Semakin diberdayakan, semakin termotivasi dan meningkat kinerjanya

PKSM yang telah berprestasi, seperti juara Lomba Wana Lestari, yang setiap tahun diadakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup cq Pusat Penyuluhan – BP2SDM, pada umumnya semakin giat melakukan kegiatan pembangunan kehutanan di daerahnya setelah ajang lomba tersebut. Motivasi mereka adalah berkarya untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang telah menghantar mereka sampai di istana negara pada peringatan Hari Kemerdekaan RI. Hal tersebut merupakan tonggak sejarah dalam kehidupan PKSM, yang membuat mereka bangga dan memacu untuk lebih giat berkarya bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Umumnya PKSM selalu haus akan pengetahuan dan pengalaman baru, oleh karena itu kegiatan pelatihan atau peningkatan kapasitas seperti bimbingan teknis lainnya tidak pernah mubazir karena mereka sangat semangat dalam belajar dan menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Tidak berhenti sampai di situ, mereka bahkan dengan sukarela dan senang hati menyebarluaskannya pada masyarakat sekitar.

Untuk peningkatan motivasi dan kinerja PKSM, sudah saatnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan perhatian kepada kebutuhan utama PKSM yaitu Pertama, pengakuan dari Kementerian LHK. Peraturan tentang PKSM memang menegaskan yang menetapkan PKSM adalah unit kerja di tingkat kabupaten yang menangani penyuluhan kehutanan. Tetapi PKSM sangat

6    mengharapkan pengakuan yang sederhana dari Kementerian LHK, berupa kartu identitas, personal use untuk menguatkan keberadaan mereka di tingkat tapak sekaligus meningkatkan korps sesama PKSM. Kedua, peningkatan pengetahuan dan keterampilan PKSM karena umumnya PKSM memiliki semangat dan keinginan belajar yang tinggi. Hal ini sangat penting terutama bila ingin mendayagunakan PKSM di luar bidang keahlian atau pengalamannya. Ketiga, PKSM perlu difasilitasi dengan kegiatan‐kegiatan yang dapat menggantikan biaya operasional dan jaminan kerja dalam melakukan tugas penyuluhan kehutanan. Mereka tidak menuntut gaji atau honor, karena stempel swadaya sudah melekat pada dirinya. Namun bila ingin kinerja PKSM meningkat dan PKSM lebih banyak berperan dalam pembangunan kehutanan dan lingkungan hidup, perlu dipikirkan pemberian bantuan biaya operasional dan tunjangan keamanan, apalagi kegiatan kehutanan umumnya berada di lokasi yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum. PKSM Jawa Barat dengan seragam kebanggaan yang difasilitasi Pemda. Sampai usia lanjut pun tetap bersemangat menjadi PKSM, sampai‐sampai mereka plesetkan PKSM dengan Penyuluh Kehutanan Sampai Mati! PKSM BISA!! Dengan uraian di atas, kita dapat menyepakati bahwa PKSM dapat dipercaya menjadi tenaga handal dalam pendampingan masyarakat khususnya dalam kegiatan pembangunan kehutanan. Kegiatan‐ kegiatan strategis Eselon 1 dan 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, khususnya kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dapat dipercayakan kepada PKSM untuk mengelolanya.

Oleh karena itu Kementerian LHK perlu memberikan perhatian pada peningkatan kuantitas dan kualitas PKSM di Indonesia terutama di wilayah Indonesia bagian timur yang jumlah PKSM masih sangat minim. Pengakuan terhadap keberadaan dan peranan PKSM dalam pembangunan kehutanan dan lingkungan hidup perlu diwujudnyatakan demi tercapainya masyarakat sejahtera hutan lestari.

SMK KEHUTANAN PEKANBARU MENUJU SEKOLAH ADIWIYATA NASIONAL*) Oleh Binti Masruroh Guru SMK Kehutanan Pekanbaru

Beberapa gambar di atas adalah kondisi lingkungan SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru (SMKKN Pekanbaru). Terlihat teduh dan asri, sangat kontras dengan kondisi kota pekanbaru dengan cuaca panas dan khas dengan kabut asapnya. Sangatlah terasa jika kita masuk di area SMK ini, iklim mikro dari pepohonan yang ada di dalamnya membelai wajah wajah yang kelelahan dan berkeringat penuh debu untuk kembali tersenyum takjub. Kata‐kata yang tidak berlebihan dan bisa anda buktikan.

SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru adalah pelopor sekolah adiwiyata diantara lima SMK Kehutanan milik Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan. Adiwiyata adalah sebuah penghargaan yang diberikan bagi sekolah yang berwawasan lingkungan. Setelah mendapatkan penghargaan sebagai sekolah adiwiyata tingkat kota pekanbaru, SMK ini juga berhasil mendapatkan adiwiyata tingkat propinsi dan sekarang sedang mempersiapkan menuju adiwiyata nasional. Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan semua, diperlukan kerja keras dan kerjasama seluruh elemen baik dari siswa, guru, pegawai dan seluruh warga sekolah.

Mengapa adiwiyata perlu? Apakah penting?

Pertanyaan yang sering terdengar dalam proses menuju adiwiyata nasional. Wajar sekali jika banyak yang bertanya. Adiwiyata sangat penting bagi sebuah sekolah,

tidak sekedar sebuah penghargaan tapi lebih dari itu. Pendidikan karakter cinta dan peduli lingkungan yang diwujudkan dengan aksi nyata adalah sangat berharga. Mencoba mengasah sensitivitas / kepekaan siswa/i dalam berinteraksi dengan alam adalah bagian dari kegiatan ini. Pendidikan karakter cinta dan peduli lingkungan hendaknya dapat melekat pada siswa/i sehingga dapat di bawa di dunia kerja yang berkaitan langsung dengan kelestarian hutan.

Seiring dengan bergabungnya Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Adiwiyata menjadi sangat penting. Seluruh SMK Kehutanan diharapkan dapat melaksanakan program adiwiyata. Sebuah nilai plus bagi SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru yang telah memulai lebih awal. SMKKN Pekanbaru telah mengawali adiwiyata dari tahun 2014 di bawah pimpinan Kepala Sekolah Bapak Harjanto, S.Hut. M.Pd dan dilanjutkan oleh Bapak M. Abdul Aris, S.Hut, M.Si.

Bagaimana untuk bisa menjadi sekolah adiwiyata?

Ada beberapa yang perlu dilakukan untuk dapat menjadi sekolah adiwiyata  Kebijakan berwawasan lingkungan

Kebijakan berwawasan lingkungan dituangkan dalam visi, misi serta tujuan sekolah.

 Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkunganan

Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan dituangkan dalam silabus dan RPP (Rencana Program Pembelajaran). Dimana semua pelajaran diharapkan memuat pendidikan karakter cinta dan peduli lingkungan

 Kegiatan berbasis lingkungan partisipatif

Kegiatan ini dapat berupa : Kegiatan piket kebersihan kelas dan lingkungan, penanaman dan perawatan pohon, kegiatan daur ulang limbah serta kegiatan lain dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Kegiatan ini melibatkan seluruh siswa siswa/I dan warga sekolah

 Sarana Pendukung ramah lingkungan

Sarana pendukung ramah lingkungan berupa : Tempat sampah dan terminal sampah yang terpisah antara plastik, kertas, daun dan B3, Lubang biopori, sumur resapan, Unit pengolahan limbah dll.

Keempat elemen tersebut dibuat dalam bentuk dokumen untuk kemudian di lakukan audit oleh tim penilai.

Kesulitan yang dijumpai dalam mewujudkan sekolah adiwiyata ini adalah menumbuhkan kesadaran dan karakter dalam menjaga lingkungan terutama dalam pengelolaan sampah. Solusi yang kami lakukan adalah pembentukan polisi lingkungan (Poling) dengan focus utama adalah pengelolaan sampah. Polisi lingkungan adalah salah satu pengembangan diri dengan anggota perwakilan dari masing masing kelas yang dilaksanakan setiap minggu sore. Evaluasi kegiatan polisi lingkungan dilakukan 1 x dalam seminggu sedangkan forum polisi lingkungan antar sekolah yang terbentuk sebagai green school community dilakukan 1 x dalam 2 bulan. Dengan forum ini diharapkan siswa/I dapat bertukar fikiran dengan siswa/I sekolah lain dalam pengelolaan sampah.

Dokumen terkait