• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Manajemen Pendidikan di Lembaga Pendidikan Ma’arifMa’arif

Dalam dokumen DINAMIKA LEMBAGA PENDIDIKAN MAARIF NU DA (Halaman 78-87)

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NAHDLATUL ULAMA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

D. Pola Manajemen Pendidikan di Lembaga Pendidikan Ma’arifMa’arif

Untuk operasionalisasi program-program pendidikan, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY membentuk Yayasan Ma’arif NU DIY. Yayasan inilah yang menangani secara teknis pelaksanaan pendidikan di Lem-baga Pendidikan Ma’arif NU DIY. Dengan kata lain, LemLem-baga Pendidikan Ma’arif NU DIY bisa dikatakan sebagai badan legislative, sedangkan Yayasan Ma’arif NU DIY bisa dikatakan sebagai badan eksekutif dalam menangani program-program pendidikan organisasi NU.

Dalam pengelolaan madrasah/sekolah yang ada di bawahnya, Yayasan Ma’arif NU DIY memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada madrasah/sekolah untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan pendidikannya. Walaupun isi kurikulumnya tetap mengacu pada kuri-kulum nasional, namun Madrasah/sekolah Ma’arif diberi kebebasan untuk mengembangkan satuan pendidikannya yang diharapkan berorientasi pada kebutuhan masyarakat (demand orientesd).

H. Afandi mengatakan bahwa Lembaga-lembaga Pendidikan Ma’arif berasal dari dan untuk masyarakat.154 Oleh karenan berasal dari masyarakat, maka kemampuan untuk mengembangkan pendidi-kannya pun tergantung pada masyarakat itu sendiri.

Beranjak dari pola manajemen tersebut, Yayasan Ma’arif NU DIY berfungsi sebagai koordinasi lembaga-lembaga pendidikan yang tumbuh dari masyarakat tersebut, dalam arti membimbing, membina, mendorong, dan mengayomi, serta melindunginya dalam sebuah yayasan yang berbadan hokum.

Koordinasi yang dilaksanakan oleh yayasan berupa dinasian bantuan-bantuan dari pemerintah, baik berupa pengkoor-dinasian bantuan-bantuan dari pemerintah, baik berupa uang, sarana prasarana, maupun bantuan tenaga pengajar/guru.

154Wawancara dengan H. Afandi (Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY), tanggal 6 Mei 2001

Yayasan Ma’arif NU DIY – sebagai pengelola satuan Pendidikan – tidak bisa melepaskan akuntabilitas pendidikannya. Oleh karena itu yayasan juga melakukan supervise kepada lembaga-lembaga pendidikannya. Hal ini tidak bisa diabaikan, karena yayasan memiliki tanggung jawab moral kepada pemerintah (Depag dan Depdiknas) mengenai pelaksanaan satuan pendidikan di bawah pengelolaannya. Pemerintah pun turut bertanggung jawab dengan tetap melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Ma’arif NU DIY. Tanggung jawab terhadap pengelolaan madrasah dilimpahkan kepada Depag sedang tanggung jawab terhadap pengelolaan sekolah dilimpahkan kepada Depdiknas.

Secara sederhana, pola manajemen pendidikan di Yayasan Ma’arif NU DIY dapat dilihat pada skema berikut :

SKEMA

POLA MANAJEMEN PENDIDIKAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF NU DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Keterangan :

= garis tanggung jawab (akuntabilitas vertikal) = garis pengawasan

………. = garis koordinatif

- Kepala madrasah/sekolah bertanggung jawab kepada Yayasan Ma’arif NU DIY

- Secara struktural Yayasan Ma’arif NU DIY bertanggung jawab ke-pada Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY, secara moral bertang-gung jawab kepada Depag dan Depdiknas.

- Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY bertanggung jawab kepada PWNU DIY.

- Yayasan Ma’arif NU DIY dapat berkoordinasikan dengan Depag dan Depdiknas.

- Yayasan Ma’arif NU DIY bersama-sama Depag dan Depdiknas melakukan pengawasan terhadap madrasah dan sekolah.

Bentuk koordinasi yayasan dengan pemerintah berkaitan dengan pengelolaan guru bantuan pemerintah di Madrasah/sekolah Ma’arif. Depdiknas menyerahkan sepenuhnya kepada yayasan. Dengan demi-kian, penggantian tugas dan fungsi atau pemutasian guru yang ber-sangkutan diserahkan kepada yayasan, dengan tetap memberitahu-kan kepada Depdiknas. Berbeda dengan guru bantuan dari Depag, tetap memegang haknya untuk mengelola guru tersebut.155

Selain memiliki guru bantuan pemerintah, yayasan juga memiliki GTY dan GTTY. Jika ada GTTY yang dinilai memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap pendidikan di NU DIY dan memiliki prestasi yang baik, Kepala Madrasah/Sekolah yang bersangkutan bisa mengusulkan kepada yayasan untuk menjadikannya sebagai GTY. GTY ditetapkan oleh yayasan dala sebuah Surat Keputusan (SK), sedangkan GTTY hanya di-SK-kan oleh Kepala Madrasah/Sekolah yang bersangkutan.

Surat Keputusan untuk GTTY hanya berlaku satu tahun. Tiap tahun SK tersebut bisa diteruskan atau dicabut. Sistem pengelolaan terhadap GTTY tersebut disebut dengan sistem kontrak.156 Jika GTTY tersebut dianggap masih diperlukan dan memiliki prestasi yang baik, maka

155Wawancaradengan H.M.Jalaluddin (Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY), tanggal 29 April 2001

156Wawancara dengan H.M.Jalaluddin (Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY), tanggal 13 Mei 2001

kontraknya dapat diperpanjang, begitu juga sebaliknya, jika dianggap tidak diperlukan lagi, maka kontraknya dicabut.

Policy itu dilakukan sebagai alat evaluasi terhadap GTTY, sehingga diharapkan GTTY selalu meningkatkan kinerjanya, dengan begitu akan membawa implikasi pada kualitas satuan pendidikannya.

Kepala Madrasah/sekolah juga bisa mengusulkan keperluan tenaga kependidikan dan sarana prasarana sesuai dengan tuntutan kurikulum kepada yayasan.

Adapun tentang pengangkatan Kepala Madrasah/sekolah, ditetapkan oleh yayasan berdasarkan usulan Dewan Pembina Madrasah/Sekolah bersangkutan. Dewan Pembina tersebut terdiri dari : 1) pengurus NU setempat, 2) tokoh masyarakat, atau masyarakat yang peduli dengan pendidikan, 3) Majelis Wakil Cabang (MWC) Lembaga Pendidikan Ma’arif NU setempat.157

Usulan tersebut diajukan ke Depag atau Depdiknas untuk diproses lebih lanjut, apakah usulan tersebut disetujui atau ditolak. Jika disetujui, yayasan menetapkan pengangkatan tersebut, jika ditolak yayasan mengusulkan calon lain yang diambil dari guru setempat atau dari satuan pendidikan yang lain.

Sikap ini diambil yayasan agar tidak terulang kembali intervensi pemerintah yang berlebihan terhadap pengangkatan Kepala Madrasah/ Sekolah Ma’arif, yang pada tahun 1970-an, banyak Kepala Madrasah/ Sekolah yang diangkat langsung oleh pemerintah berasal dari luar NU. Selanjutnya, untuk menjaga hubungan harmonis antara yayasan dengan lembaga-lembaga pendidikannya, dalam setiap cabang Lembaga Pendidikan Ma’arif diadakan pertemuan untuk membahas masalah bersama setiap bulan, seperti masalah kebijakan pemerintah, peningkatan kualitas guru, pembuatan soal ujian, ujian bersama, penrimaan siswa baru, pakaian seragam sekolah dan masalah kependidikan lainnya. Di sana juga dibahas ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan.

Ketentuan-157Wawancara dengan H.M. Jalaluddin (Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY), tanggal 13 Mei 2001

ketentuan tersebut diputuskan bersama agar masing-masing satuan pendidikan memiliki rasa tanggung jawab untuk melaksanakannya.158

Dengan demikian, hubungan yayasan dengan lembaga-lembaga pendidikannya bersifat demokratis. Dalam arti, yayasan tidak memaksakan kehendak kepada lembaga-lembaga pendidikannya untuk melaksanakan apa saja yang diinginkan dan lembaga-lembaga pendidikannya tidak merasa terpaksa melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan bersama.

158Wawancara dengan H.M. Jalaluddin (Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY), tanggal 22 Mei 2001.

BAB V

KESIMPULAN

Keseluruhan uraian tentang dinamika pengembangan pendidikan di Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama DIY mulai 1972 sampai 200 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pembentukkan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY pada tahun 1940-an dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk membekali umat Islam dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, agar mereka memiliki keteguhan iman dalam menghadapi pengaruh paham-paham komunis yang berkembang pesat pada waktu itu. Bagi NU sendiri, pembentukkan tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan program pendidikannya dalam pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal.

2. Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY melalui lembaga-lembaga pendidikannya merupakan salah satu wadah bagi NU untuk mentranformasikan dan melestarikan nilai-nilai yang ada di NU, karena disadari bahwa pendidikan tidak hanya merupakan upaya mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga merupakan sarana yang efektif untuk mentransformasikan ide-ide, doktrin-doktrin, atau nilai-nilai yang melandasi lembaga pendidikan tersebut. Selain itu, eksistensi Lembaga Pendidikan Ma’arif dalam tubuh organisai NU DIY memudahkan pengkoordinasian dalam struktur organisasi,

khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan formal dan non formal. Eksistensi Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY memberikan kontribusi yang signifikan bagi NU untuk kemajuan dunia pendidikannya. Lembaga-lembaga pendidikan di bawah pengelolaan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DI Yogyakarta sudah banyak yang tumbuh dan berkembang, baik madarasah, sekolah, maupun perguruan tinggi.

3. Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY berpandangan bahwa pendidikan berfungsi sebagai salah satu agent dan sarana bagi NU untuk mentranfer nilai-niali (transfer of values), baik berupa ilmu pengetahuan dan teknologi maupun berupa ajaran, doktrin atau paham yang mereka anut, yakni ahlu al-sunnah wa al-jama’ah.

Pendidikan itu berakar dan tumbuh dari masyarakat (grass-roots). Oleh karena itu pengembangan pendidikan pun harus berdasarkan pada nilai-nilai dan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat itu sendiri (community based education). Hal yang ditekankan dalam pelaksanaan pendidikannya adalah prinsip ibadah dan budi pekerti/akhlak, serta prinsip kesederhanaan. Dengan prinsiip tersebut, dan dengan status Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY yang merupakan suatu organisasi sosial yang bergerak dalam bidang keagamaan atau organisasi keagamaan yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan, berusaha membangun budi pekerti/akhlaq manusia dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Pengembangan sistem dan institusi pendidikan NU dan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY dapat digambarkan dalam tiga tahapan perkembangan, yakni 1) tahap pencarian jati diri, 2) tahap kemapanan, 3) tahap pencarian paradigma baru. Pada tahap pencarian jati diri, yang berlangsung antara tahun 1972 sampai 1982, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY berusaha mendirikan MI, MTs, MA, SLTP, dan SMU, serta mendirikan Universitas Nahdlatul Ulama (UNNU), sekarang menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Yogyakarta (STITY). Sebelum tahun 1972 Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY belum terorganisir dengan baik sehingga lembaga-lembaga pendidikannya pun tidak terperhatikan dengan baik.

Pada tahap kemapanan, yang berlangsung antara tahun 1982 sampai 1992, lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan tersebut sudah mulai bangkit dan mapan. Pada tahap ini, Lembaga Pendidikan Ma’arif mendirikan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) di Prambanan dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di beberapa tempat, seperti di Bantul, Wates, Temon, Sleman, Nanggulan, dan Wonosari. Kemapanan tersebut membawa Lembaga Pendidikan Ma’arif untuk berusaha melakukan pencarian paradigm baru lembaga pendidikannya. Oleh karena itu pada tahap pencarian paradigm baru yang berlangsung antara tahun 1992 sampai 2000, Lembaga Pendidikan Ma’arif berusaha menyediakan buku ke-NU-an untuk dijadikke-NU-an bahke-NU-an pelajarke-NU-an di tingkat SLTP. Selain itu, Lembaga Pendidikan Ma’arif berusaha membuka jurusan-jurusan baru di beberapa SMK sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga pendidikannya dengan memberikan predikat unggulan pada madrasah/sekolah yang berstatus disamakan di masing-masing daerah.

Sistem pendidikan dalam lembaga-lembaga pendidikan tersebut mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional, dengan tambahan mata pelajaran ke-NU-an.

5. Untuk operasionalisasi program-program pendidikan, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY membentuk Yayasan Ma’arif NU DIY. Yayasan inilah yang menangani secara teknis pelaksanaan pendidikan di Lembaga Pendidikan Ma’arif NU DIY. Yayasan ini memberikan kebebasan yang seluas-luasnya pada madrasah/ sekolah untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan satuan pendidikannya. Di setiap tingkat cabang Lembaga Pendidikan Ma’arif diadakan pertemuan untuk membahas permasalahan bersama setiap bulan, seperti masalah kebijakan pemerintah, peningkatan kualitas guru, pembuatan soal ujian, pelaksanaan ujian bersama, penerimaan siswa baru, pakaian seragam sekolah dan masalah kependidikan lainnya. Lembaga-lembaga Pendidikan Ma’arif tumbuh dari dan untuk masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan pendidikannya tergantung satuan pendidikan tersebut dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hubungan yayasan dengan lembaga-lembaga pendidikannya bersifat demokratis. Dalam arti, yayasan tidak memaksakan Kesimpulan

kehendak kepada lembaga-lembaga pendidikannya untuk melaksanakan apa saja yang diinginkan dan lembaga-lembaga pendidikannya tidak merasa terpaksa melaksanakan ketentuan yang telah disepakati bersama. Dalam rangka pengelolaan lembaga-lembaga pendidikannya, sudah tentu ada koordinasi dengan Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama), sedangkan pengelolaan sekolah berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

Dalam dokumen DINAMIKA LEMBAGA PENDIDIKAN MAARIF NU DA (Halaman 78-87)