• Tidak ada hasil yang ditemukan

Poligami dalam Fiqh

Dalam dokumen PROGRAM S1 JURUSAN AHWAL ASSYAKHSIYAH (Halaman 35-40)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG POLIGAMI

D. Poligami dalam Fiqh

Sebelum membahas beberapa istilah sekitar hukum poligami oleh pakar fiqh, perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan hukum syar'i (hukum Islam) adalah ketentuan syar'i yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf. atau apa yang bersumber dari pembuat syari'at untuk mengatur kehidupan masyarakat dan hubungan dengan Muslimin lainnya. Hukum Allah yang terbagi kepada haram, sunnah, makruh, dan mubah (halal atau jaiz).22

Hukum berpoligami menyatakan bahwa sesungguhnya Allah tidak mewajibkan untuk beristeri lebih dari satu. dan Allah juga tidak mengharamkan atau memakruhkannya, tetapi menghukumnya dengan mubah. Dalam surat an- Nisa' ayat 3 disebutkan kata fankihu (nikahilah), yakni dalam bentuk fi'il amar (kata perintah), yang menunjukan kepada hukum wajib. Tetapi karena ada kelanjutan yang menunjukan bukan wajib. yaitu ma thaba lakum, maka poligami menjadi tidak wajib.23

22Ibrahim al-Bajuri, Tijaanud Darari, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1992), cet. Ke-IV, h. 7.

23 Imanuddin Husein, Satu Isteri Tak Cukup, terjemahan dalam Kitab Zaujah La Takfi (Atsaniyah La Zaniyah) (Jakarta: Khazanah, 2003) Cet. Ke-1, h. 86.

Artinya:"Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak (perempuan) yatim maka kawinlah dengan perempuan yang menyenangkan hatimu dua dan tiga dan empat. Jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil, maka kawinlah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar kamu lebih dekat untuk tidak melanggar yang benar " [an-Nisa'. 4: 3]

Ayat di atas menjelaskan tiga hal sebagai berikut:

1. Orang-orang yang khawatir berlaku tidak adil dalam mengurus harta anak perempuan yatim tidak boleh menikahinya agar terjauhkan dari berbuat zhalim terhadap hartanya tersebut.

2. Mereka hendaklah memilih perempuan lain sebagai isteri antara perempuan yang disukainya, boleh 2 orang atau 3 orang atau 4 orang. 3. Jika seorang laki-laki Muslim takut tidak dapat berbuat adil dalam

berpoligami, la lebih baik beristeri seorang saja. Jika tidak mampu beristeri seorang, lebih baik ia mengambil budak perempuannya untuk menjadi pasangan hidupnya.24

Ayat di atas jelas menegaskan bolehnya seorang laki-laki muslim beristeri 4 orang dalam masa yang sama. Penegasan ini dinyatakan dalam bentuk perintah. Akan tetapi perintah pada ayat diatas hukumnya tidak dengan sendirinya menyatakan wajib seperti halnya perintah melakukan shalat atau perintah melakukan puasa.

Nabi Saw Bersabda: yang artinya :"Dari Abu Hurairah r.a.. Bahwasanya Nabi Saw bersabda: Barangsiapa yang punya dua istri kemudian ia berat sebelah terhadap istri-istrinya itu. maka dihari qiyamat ia akan datang dengan keadaan

24 Muhammad Thalib, Tuntutan Poligami dan keutamaannya, (Jakarta: Baitus Salam, 2001), Cet. Ke-1, h.18.

miring badannya". Diriwayatkan oleh Ahmad dan Imam yang Empat, dan sanadnya shahih.25

Demikianlah sebab tidak semua sahabat Rasulaullah SAW berpoligami. Sekiranya perintah poligami itu wajib, tentu semua sahabat Rasulallah SAW yang laki-laki melakukannya dan tidak seorangpun yang akan meninggalkannya.26

Dalam Asbabunnuzul surat an-Nisa ayat 3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bukhari, Abu Daud, Nasa'i, dan Tirmizi dari Urwah bin-, Zubair. Bahwa ia bertanya kepada Aisyah, isteri nabi saw, tentang ayat-ayat:

"Dan jika kamu takut tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak yatim, makas kawinlah dengan perempuan yang menyenangkan hatimu...

lalu jawabnya: "Wahai anak saudara perempuanku. yatim disini maksudnya anak perempuan yatim yang ada di bawah asuhan walinya punya harta kekayaan bercampur dengan harta kekayaannya. dan serta kecantikannya membuat pengasuh anak yatim ini senang kepadanya lalu ia ingin nenjadikan perempuan yatim ini sebagai isterinya. tetapi tidak mau memberi maskawin kepadanya dengan adil, yaitu memberikan maskawin yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain. Karma itu pengasuh anak yatim yang seperti ini dilarang mengawini mereka kecuali kalau mau berlaku adil kepada mereka ini dan memberikan maskawin kepada mereka lebih tinggi dari biasanya. Dan kalau tidak dapat berbuat demikian, maka mereka disuruh kawin dengan perempuan-perempuan lain yang disenanginya.27

25Muhammad Syarif Sukandi, Bulughul Maram, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1978), Cet. Ke-III, h.388.

Al Qadi Abi Suja' mengatakan:

“Nikah itu sunah bagi orang yang menginginkannya. bagi Lik-laki merdeka boleh

mennghimpun empat orang isteri merdeka. Bagi hamba sahaya boleh menghimpun dua orang istri.dan laki-laki merdeka tidak bolel mengawini budak perempuan, kecuali kama dua syarat. yakni tiadanya maskawin untuk perempuan merdeka dan takut berzina.28

`Urwah berkata, bahwa 'Aisyah mengatakan: Kemudian orang-orang bertanya kepada Rasulullah Setelah ayat ini turun tentang kawin dengan anak-anak perempuan yatim yang ada dalam asuhannya. Maka turunlah ayat:





























"Mereka bertanya kepadamu mengenai masalah perempuan. Katakanlah Allah memberikan nasihat kepadamu tentang urusan mereka dan apa yang dibacakan kepadamu dalam AI-Qur'an tentang anak-anak perempuan yatim yang tidak engaku berikan kepada mereka apa yang menjadi hak mereka padahal kamu ingin untuk mengawini mereka" [an-Nisa', 4: 127]

`Aisyah berkata: Yang disebutkan oleh Allah bahwa kepada mereka telah dibacakan ayat yang lebih dulu yaitu: "Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak perempuan yatim maka kawinlah kamu dengan perempuan-perempuan lain yang menyenangkan kamu. ”Dan ayat lain:...padahal kamu ingin mengawini mereka. Maksudnya salah seorang diantara kamu tidak suka kepada anak perempuan yatim yang ada dibawah asuhannya karena hartanya hanya sedikit dan tidak cantik pula. Lalu mereka ini dilarang untuk mengawini anak perempuan yatim karena tertarik Kepada harta dan kecantikkannya kecuali

27Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), Jilid 2, h. 93.

28Abi Syja’ Ahmad al-Asyfahani, Matan Ghianaya wa Taqrib, (Jakarta: Pustaka Amani,

dapat berbuat adil dengan mau mengawini mereka ini sekalipun hartanya sedikit dan tidak cantik.29

Msksud ayat diatas yaitu bahwa Allah menghadapkan titah-nya kepada para pengasuh anak-anak yatim, apabila anak perempuan yatim berada bawah asuhan dan kekuasaan salah seorang diantara kamu dan kamu takut tidak dapat memberikan kepadanya maskawin yang sama besamya dengan perempuan-perempuan lain, maka hendaklah kamu pilih perempuan-perempuan lain saja, sebab perempuan lain ini banyak dsn Allah tidak mau mempersulit, bahkan dihalalkan bagi seorang laki-laki kawin sampai dengan empat isteri. Jika takut akan berbuat durhaka kalau kawin lebih dari seorang perempuan, maka wajiblah ia cukupkan dengan seorang saja atau mengambil budak perempuan yang ada dibawah tangannya.30

Nabi Saw bersabda:

"Dari 'Aisyah r.a berkata; Adalah Rasulullah s.a.w membagi giliran istri-istrinya dengan adil, dan beliau mendo'a: "Yaa Allah, Inilah bembahagiaanku dari apa apa yang kumiliki, dan janganlah engkau mencela dari apa-apa yang engkau miliki dan hamba tidak memilikinya". Diriwayatkan oleh imam yang Empat, disyahkan oleh ibnu Hibban dan Hakim, tapi Tirmizi menguatkan mursalnya.31

Berlaku adil yang dimaksudkan di atas adalah perlakuan yang adil dalam melayani para isteri dan anak-anak-nya, seperti: pakaian, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriah.32

Islam memang membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Dan ayat tersebut pada an-Nisa', 4 ayat (3) tersebut menyatakan dirperbolehkannya

29Ibid, h.94.

30Ibid, h.97.

31Ibid

poligami sampai empat orang saja. Namun apabila takut akan berbuat durhaka apabila menikah dengan lebih dari seorang perempuan, maka wajiblah ia cukupkan dengan seorang saja.

Dengan adanya sistem poligami dan ketentuannya dalam dunia Islam, merupakan karunia besar bagi kelestariannya, yang menghindari dari perbuatan--perbuatan sosial yang kotor dan akh1ak yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami.33

Dalam dokumen PROGRAM S1 JURUSAN AHWAL ASSYAKHSIYAH (Halaman 35-40)

Dokumen terkait