• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KETENTUAN PENGATURAN KEPEMILIKAN RAHASIA DAGANG

A. Posisi Kasus

Putusan MA Nomor 1713 K/Pdt/2010 merupakan kasus antara PT. Basuki Pratama Engineering (BPE) selaku badan hukum, yang beralamat di Jalan Pulo Lentut No. 2 Kawasan Industri Pulo Gadung, Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur sebagai pemohon kasasi melawan I.PT Hitachi Construction Machinery Indonesia (HCMI}, II.Shuji Sohma (ex direktur PT. HCMI), III.Gunawan Setiadi Martono (ex direktur PT. HCMI), IV.Calvin Jonathan Barus (ex karyawan PT.BPE) , V.Faozan (ex karyawan PT.BPE), VI.Yoshapat Widiastanto (ex karyawan PT.BPE), VII.Agus Riyanto (ex karyawan PT.BPE), VIII.Aries Sasangka Adi (ex karyawan PT.BPE), IX.Muhamad Syukri(ex karyawan PT.BPE) , X.Roland Pakpahan (ex karyawan PT.BPE) sebagai termohon kasasi semua termohon kasasi berkedudukan/bertempat tinggal di Jalan Raya Bekasi Km 28,5 Rawapasung Bekasi 1733, Jawa barat.

Terjadinya kasus ini bersumber dari adanya dugaan pelanggaran Rahasia Dagang penggunaan metode produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak oleh PT HCMI dkk. Berdasarkan hal ini PT BPE sebagai pemohon kasasi dahulu penggugat telah mengajukan gugatan terhadap PT HCMI dkk dan tergugat lainnya sebagai termohon kasasi

dahulu tergugat di depan persidangan Pengadilan Negeri Bekasi hal ini berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang No.30 Tahun 2000 bahwa pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Liensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Oleh karena itu PT BPE mengajukan gugatan kepada PT HCMI dkk dan tergugat lainnya. Ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No.30 Tahun 2000 ini disusun untuk memberikan kesempatan bagi pemilik Rahasia Dagang untuk melindungi Rahasia Dagangnya.

Penggugat, adalah pemilik dan pemegang hak atas Rahasia Dagang metode produksi dan metode penjualan mesin boiler di Indonesia, karena penggugat sudah memproduksi mesin boiler sejak tahun 1991. Metode proses produksi itu bersifat rahasia perusahaan.

Bahwa sebagai perusahaan yang berfokus sebagai produsen mesin boiler, perusahaan PT BPE memiliki metode produksi termasuk juga rancang bangun proses produksi mesin boiler yang harus dilakukan sebelum dilakukannya proses produksi. Seluruh detail metode produksi, informasi maupun detail spesifikasi mesin boiler dicantumkan dalam cetak biru. Sehingga cetak biru tersebut dianggap sebagai Rahasia Dagang karena tidak diketahui oleh masyarakat umum dan memiliki nilai ekonomis serta PT BPE telah melakukan upaya menjaga kerahasiaannya.

Bahwa tergugat IV sampai dengan tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi ternyata sejak para tergugat tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah bekerja di perusahaan tergugat PT HCMI.

Tergugat, sekitar tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai memproduksi mesin boiler dan menggunakan metode produksi dan metode penjualan milik penggugat yang selama ini menjadi Rahasia Dagang PT BPE.

PT BPE, sangat keberatan dengan tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi dan metode penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak.

Berdasarkan gugatan tersebut PT HCMI dkk sebagai tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya beriskan bahwa gugatan penggugat tentang HKI sehingga dianggap sebagai perkara khusus,yakni perkara perdagangan/niaga dan harus diajukan ke pengadilan khusus yakni pengadilan niaga.

Eksepsi PT HCMI dkk tersebut dikabulkan dalam putusan Pengadilan Negeri Bekasi No.280/Pdt.G/2008/PN.BKS, tanggal 4 April 2009 yang amar putusannya sebagai berikut:

1. Mengabulkan eksepsi tergugat

2. Menyatakan Pengadilan Negeri Bekasi secara absolut tidak berwenang

untuk memeriksa dan mengadili perkara

3. Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima

4. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara

Salah satu pertimbangan majelis hakim menyatakan gugatan penggugat adalah tentang desain industri. Pasalnya, isi gugatan menguraikan tentang tahapan pembuatan mesin boiler. Yakni, informasi

yang rinci, detail dan spesifik mengenai bagian atau produk alam bentuk dua dimensi, ukuran produk jumlah bagian produk dan jenis bahan, kreasi tentang bentuk konfigurasi yang dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang komoditas industri sebagaimana dituangkan dalam cetak

biru atau blue print.1

Dengan adanya putusan tersebut pihak PT BPE sangat keberatan sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, akan tetapi PT BPE kembali kalah ketika putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 328/PDT/2009/PT.BDG tanggal 5 Januari 2010 yang isi amar putusannya yaitu :

1. Menerima permohonan banding dari pembanding semula penggugat

2. Menguatkan putusan sela Pengadilan Negeri Bekasi

No.280/Pdt.G/2008/PN.BKS.

3. Menghukum pembanding semula penggugat untuk membayar ongkos

perkara dalam kedua tingkat peradilan

Dengan adanya putusan pihak PT BPE masih merasa keberatan atas pertimbangan hukum pada putusan tersebut. Akhirnya melalui kuasa hukumnya PT BPE yaitu Insan Budi Maulana mengajukan permohonan kasasi di Mahkamah Agung pada tanggal 19 Maret 2010.

1

Keberatan tersebut mengenai judex facti2 telah salah dalam

menerapkan hukum karena telah melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Selain itu, Putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan dan

dasar-dasar putusan, namun judex facti tidak cukup mempertimbangkan

alasan dan bukti yang termuat dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim

judex facti. Judex facti juga melakukan kekhilafan atau kekeliruan dalam

pertimbangan hukum karena jelas-jelas melanggar dan bertentangan dengan:

1. Pasal 50 angka (1) Undang-Undang No 49 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman menegaskan putusan pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan. Juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang relevan dan sumber hukum tak tertulis yang

dijadikan dasar untuk mengadili.3

2. Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI yaitu: 4

Putusan Mahkamah Agung No 638K/Sip/1969 menegaskan putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan menjadi alasan untuk kasasi, dan putusan demikian harus dibatalkan.

Putusan Mahkamah Agung No 67 K/Sip/1972 juga mengandung kaidah

hukum “putusan judex factie harus dibatalkan jika judex factie tidak

2 Judex facti adalah hakim mengenai fakta-fakta (bukan hakim kasasi). J.C.T Simorangkir, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 78.

3

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4eba3e97b3807/bahasa-hukum-onvoldoende-gemotiveerd diakses pada tanggal 30 Juni 2015.

memberikan alasan atau pertimbangan yang cukup dalam hal dalil-dalil tidak bertentangan dengan pertimbangan-pertimbangannya.

Putusan MA RI No. 1860 K/Pdt/1984 tanggal 14 Oktober 1985, menegaskan: putusan yang dijatuhkan dianggap tidak cukup pertimbangannya, karena tidak mempertimbangkan secara seksama dalam persidangan;

3. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 01 Tahun 1963 bagian B

tanggal 31 Mei 1963. Nomor 01 Tahun 1963 Bagian B, maka Majelis Hakim Agung dalam Putusan Kasasi harus pula mempertimbangkan apa yang menjadi dasar alasan judex facti Pengadilan Tinggi tersebut berpendapat demikian itu.

Berdasarkan hal tersebut, judex facti yang tidak cukup pertimbangan

atau kurang cukup mempertimbangkan apa yang menjadi dasar alasan putusan, sehingga mengakibatkan adanya kesalahan dalam penerapan

hukumnya dan telah jelas-jelas merupakan kekhilafan judex facti atau suatu

kekeliruan yang nyata. Oleh karena itu, cukup alasan dan dasar hukumnya bagi Pemohon Kasasi untuk mengajukan permohonan kasasi.

Dalam kedua putusan tersebut pertimbangan hakim mengenai perkara tersebut adalah mengenai HKI sehingga perkara yang berkaitan dengan HKI harus diajukan ke pengadilan niaga. Sehingga putusan Pengadilan Negeri Bekasi menolak mengadili perkara tersebut dan Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan putusan sela Pengadilan Negeri Bekasi. Penulis tidak setuju dengan kedua putusan tersebut karena perkara ini jelas berkaitan dengan Rahasia Dagang dan putusan tersebut telah

melanggar Pasal 11 Undang-Undang No.30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Rahasia Dagang dengan Desain Industri jelas berbeda jika kita lihat Pasal 2 Undang-Undang Rahasia Dagang yaitu:

“lingkup Rahasia Dagang melingkupi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain dibidang teknologi dan/atau bisnis yang emmiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh

masyrakat.”

Dan dibandingkan dengan pengertian Desain Industri menurut Pasal

1 Undang-Undang Desain Industri yaitu:5

“Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,

atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,

barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Rahasia Dagang dalam perkara ini adalah metode produksi mesin boiler dan metode penjualan mesin boiler dan untuk mendaptkan perlindungan hukumnya tidak perlu didaftarkan ke Direktorat Jenderal HKI sedangkan yang dimaksud desain industri dalam perkara ini adalah desain mesin boilernya sehingga untuk mendapatkan perlindungan desain industri perlu didaftarkan ke Direktorat Jenderal HKI.

5

OK. Saidin , Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), h. 467.

Dokumen terkait