• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Hukum Peradilan In Absentia dalam

1. Posisi Kasus

KESATU

Terdakwa I Hendra Rahardja selaku Komisaris Utama PT. Bank Harapan Santosa, Terdakwa II Eko Edi Putranto selaku Komisaris PT. Bank Harapan Santosa dan Terdakwa III Sherny Kojongian selaku Direktur PT. Bank Harapan Santosa, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama antara terdakwa dengan M. Nur Tajeb, Drs. Andre Widijianto, Hendro Suwono, Tony Gunawan dan Asep Subandi (yang dituntut dalam perkara tersendiri) dan secara berturut-turut melakukan perbuatan sehingga dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 atau setidak-tidaknya pada

waktu-Kantor PT. Bank Harapan Santosa Pusat Jalan Gajah Mada No. 7 Jakarta Pusat atau di tempat lain masih dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa dan mengadili dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri mereka terdakwa atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka oleh mereka terdakwa bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, yang dalam hal ini secara melawan hukum telah menarik dan menggunakan dana dari PT. Bank Harapan Santosa baik yang dihimpun dari masyarakat / pihak ketiga dalam bentuk Tabungan, Deposito, Rekening Giro maupun dana yang merupakan fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) berupa : Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi (KI) serta Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara c/q Bank Indonesia sebesar Rp. 2.659.308.000.000,- (dua triliun enam ratus lima puluh sembilan milyar tiga ratus delapan juta rupiah) atau sekitar jumlah itu dilakukan oleh mereka terdakwa dengan cara-cara:

- Bahwa PT. BHS yang bergerak dalam bidang usaha Perbankan memiliki modal dasar per posisi akhir tahun 1992 berjumlah Rp. 69.000.000.000,- atau berkisar sekitar jumlah tersebut dan pada posisi akhir tahun 1996 terjadi penambahan hingga berjumlah Rp. 295.651.000.000,- atau berkisar jumlah tersebut.

- Bahwa disamping modal dasar bejumlah Rp. 295.651.000.000,- tersebut PT. BHS juga telah menghimpun dana masyarakat terhitung sejak tahun 1992 s/d 1996 dalam bentuk tabungan, deposito, giro, dan tabungan lainnya berjumlah seluruhnya Rp. 2.318.000.000.000,- atau berkisar sekitar jumlah tersebut.

- Bahwa pada tahun 1994 PT. BHS juga telah menerima/memperoleh KLBI berupa Kredit Investasi berjumlah Rp. 3.000.000.000,- dan Kredit Modal Kerja Permanen berjumlah Rp. 3.000.000.000,- serta SBPU (Promes yang diterbitkan perusahaan group yaitu PT. Setio Harto Jaya Building ; PT. Inti Bangun Adhi Pratama ; PT. Artha Buana Sakti / PT. Prasetya Pertiwi ; PT. Eka Sapta Dirgantara ; PT. Gaya Wahana Abadi Sakti dan PT. Bintang Sarana Sukses) yang kemudian diendors oleh PT. BHS berjumlah Rp. 125.000.000.000,- atau berkisar sekitar jumlah tersebut.

- Bahwa disamping Terdakwa I dan Terdakwa II sebagai pemegang saham dari perusahaan terkait/perusahaan group PT. BHS yaitu : PT. Setio Harto Jaya Building, PT. Inti Bangun Adhi Pratama, PT. Artha Buana Sakti / PT. Prasetya Pertiwi, PT. Eka Sapta Dirgantara, PT. Gaya Wahana Abadi Sakti dan PT. Bintang Sarana Sukses.

- Bahwa sesuai kedudukan dan jabatan di PT. BHS, Terdakwa I selaku Komisaris Utama telah menunjuk Loan Committee yang terdiri dari para Komisaris dan para Direksi yang ada di PT. BHS sebagaimana surat persetujuan tanggal 26 Agustus 1991 dan surat penunjukkna

Nomor : 01/DKOM/BHS/I/1995 tanggal 10 Januari 1995 dan Nomor : 07/BHS/SP-DKOM/VII/1996 tanggal 15 Juli 1996, perihal pelimpahan kewenangan pemberian kredit dari Terdakwa I selaku Komisaris Utama kepada Komisaris dan Direksi sebagai anggota Loan Committee sehubungan dengan pemberian kredit kepda Nasabah PT.BHS.

- Bahwa berdasarkan Surat Persetujuan dan Surat Penunjukkan Loan Committe tersebut Terdakwa I dan Terdakwa II selaku Komisaris PT. BHS dan pemegang saham 6 perusahaan group telah meminta kepada Loan Committee untuk memberikan kerdit kepada perusahaan terkait / perusahaan group PT. BHS terhitung sejak tahun 1992 s/d 1996 sehingga oleh mereka Terdakwa I, II, dan III dalam kedudukannya selaku anggota Loan Committee bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya telah memberikan persetujuan kredit dengan rincian sebagai berikut :

I. Kredit yang diberikan oleh Loan Committee tahun 1992 kepada : 1. PT. Setio Harto Jaya Building : Rp. 94.300.000.000,- 2. PT. Inti Bangun Adhi Pratama : Rp. 105.000.000.000,- 3. PT. Artha Buana Sakti / : Rp. 190.800.000.000,-

PT. Prasetya Pertiwi

4. PT. Eka Sapta Dirgantara : Rp.185.000.000.000,- 5. PT. Gaya Wahana Abadi Sakti : Rp. 269. 000.000.000,- Sehingga berjumlah : Rp. 844.100.000.000,-

- Bahwa pada periode tahun 1993 dan 1994 tidak terdapat penambahan kredit kepada perusahaan group dimana posisi kredit pada tahun 1993 dan 1994 sama dengan posisi kredit tahun 1992.

II. Bahwa pada periode tahun 1995 terjadi pemberian kredit oleh Loan Committee kepada :

PT. Bintang Sarana Sukses : Rp. 45.000.000.000,-

III. Kredit yang diberikan oleh Loan Committee tahun 1996 kepada: 1. PT. Setio Harto Jaya Building yang semula

Rp.94.300.000.000,- bertambah menjadi berjumlah Rp. 479.353.000.000,-

2. PT. Inti Bangun Adhi Pratama yang semula Rp.105.000.000.000,- bertambah menjadi berjumlah Rp.831.400.000.000,-

3. PT. Artha Buana Sakti / PT. Prasetya Pertiwi yang semula Rp. 190.800.000.000,- bertambah menjadi berjumlah Rp. 755.743.000.000,-

4. PT. Eka Sapta Dirgantara yang semula Rp.185.000.000.000,- bertambah menjadi berjumlah Rp.278.330.000.000,-

5. PT. Gaya Wahana Abadi Sakti yang semula Rp.269.000.000.000,- menjadi berjumlah Rp.255.626.000.000,-

6. PT. Bintang Sarana Sukses yang semula Rp. 45.000.000.000,- bertambah menjadi berjumlah Rp.50.405.000.000,-

Sehingga seluruhnya berjumlah Rp. 2.650.857.000.000,-

- Bahwa dari jumlah kredit Rp. 2.650.857.000.000,- tersebut, adalah termasuk kredit-kredit yang diberikan melalui 26 (dua puluh enam) lembaga pembiayaan yang berjumlah Rp.1.248.473.000.000,- yang kemudian dialihkan menjadi tanggung jawab kredit ke 6 (enam) perusahaan group tersebut, dengan perincian sebagai berikut :

1. PT. Prasetya Pertiwi : Rp. 608.957.000.000,- 2. PT. Setio Harto Jaya Building : Rp. 257.725.000.000,-

3. PT. Gaya Wahana Abadi Sakti : Rp. 61.269.000.000,-

4. PT. Eka Sapta Dirgantara : Rp. 128.330.000.000,- 5. PT. Inti Bangun Adhi Pratama : Rp. 648.400.000.000,-

6. PT. Bintang Sarana Sukses : Rp. 5.405.000.000,- - Bahwa proses pengajuan proses persetujuan pemberian kredit dan

pencairan kredit baik yang langsung kepada perusahaan group maupun yang tidak langsung melalui 26 (dua puluh enam) lembaga pembiayaan yang berjumlah seluruhnya Rp.2.650.857.000.000,- tersebut, dilakukan atas permintaan mereka terdakwa kepada Loan Committe yang ditindak lanjuti dengan cara pemindah bukuan fasilitas kredit dari rekening PT. BHS ke rekening Perusahaan Group kemudian selanjutnya Terdakwa III selaku Direktur Kredit memanggil

para Debitur keenam Perusahaan Group untuk menandatangani surat perjanjian kredit, hal mana bertentangan dengan prosedur dan ketentuan pemberian kredit, bahkan menyimpang dari Prinsip Kehati-hatian dalam usaha Perbankan dan Asas Pemberian Kredit yang Sehat sesuai syarat-syarat pemberian kredit oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Buku Pedoman Pemberian Kredit Bank, karena :

- Pemberian kredit tidak disertai surat permohonan kredit; - Pemberian kredit tidak disertai dengan analisa audit;

- Pemberian kredit tidak melalui keputusan Rapat Pemegang Saham sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar PT. BHS pada Pasal 11 Akta Nomor 105 tanggal 24 Desember 1979;

- Pemberian kredit tidak didukung dengan agungan/jaminan kredit yang dapat mengcover nilai kredit yang harus dikembalikan;

- Agunan atau Jaminan Kredit pada umumnya berubah sertifikat tanah yang bukan milik debitur dan dinilai dengan transaksi yang tinggi;

- Tujuan dan penggunanan kredit tidak dijelaskan untuk keperluan apa;

Sehingga perbuatan para terdakwa selaku Komisaris dan Direksi PT. BHS telah bertentangan dengan Pasal 8 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengisyaratkan bahwa pemberian kredit mengandung resiko,

sehingga dalam pelaksanaannya seharusnya para terdakwa memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip yang sehat dalam arti adanya keyakinan dari jiwa para terdakwa atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajiban, sehingga para terdakwa selaku kreditur seharusnya melakukan penilaian yang seksam terhadap watak, kemampuan modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur tersebut, namun semuanya tidak dilakukan para terdakwa tersebut.

- Bahwa pencairan dan penggunaan kredit-kredit yang telah diterima oleh perusahaan group tersebut, ternyata bukan dicairkan dan digunakan oleh Direksi ke 6 perusahaan group tersebut melainkan dicairkan dan digunakan oleh mereka terdakwa, bukan untuk pengembangan usaha dari ke 6 perusahaan tersebut, melainkan digunakan oleh mereka terdakwa untuk kepentingan pribadi mereka terdakwa dan atau keluarga mereka terdakwa, serta untuk mengembangkan usaha PT. BHS, yang antara lain dipergunakan untuk :

1. Beli tanah di Ujung Pandang di 3 (tiga) lokasi yang seluruhnya seluas 3,4 Ha atas nama BUDIMAN RAHARDJA (anak HENDRA RAHARDJA);

2. Beli tanah di Majalaya Bandung seluas 450 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

3. Beli tanah di Bendungan Hilir Jakarta Pusat seluas 243 M2 atas nama HERLINA MERYANTI;

4. Beli tanah di Jakarta di 3 (tiga) lokasi, masing-masing Jelambar, Matraman dan Jalan Enggano, seluruhnya seluas 2,4 Ha atas nama EKO EDI PUTRANTO;

5. Beli tanah di Jalan K.H. M. Mansur, Mangga Besar, dan Pasar Minggu, seluruhnya seluas 468 M2 atas nama LIE KESSY LISYANTO (Dirut PT. Prasetya Pertiwi);

6. Beli tanah di Surakarta seluas 138 M2 atas nama JONI RIYANTO (anak HENDRA RAHARDJA);

7. Beli tanah di Surakarta seluas 187 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA (anak HENDRA RAHARDJA);

8. Beli tanah di Bandung seluas 376 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

9. Beli tanah di Bandung seluas 115 M2 atas nama BUDI HARSONO (ipar HENDRA RAHARDJA);

10. Beli tanah di Bandung seluas 781 M2 atas nama PT. Aman Tena Abadi;

11. Beli tanah di Magelang seluas 1150 M2 atas nama JONI RIANJANTO (anak HENDRA RAHARDJA);

12. Beli tanah di Probolinggo 2 (dua) lokasi seluas 1.144 M2 dan 956 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

13. Beli tanah di Ngawi seluas 200 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

14. Beli tanah di Jakarta di 3 (tiga) lokasi seluas 66 M2, 66 M2 dan 77 M2 atas nama HERLINA MERYANTI;

15. Beli tanah di Jakarta seluas 13.000 M2 atas HARTONO HADI SURYO;

16. Beli tanah di Jakarta seluas 3.098 M2 atas nama PT. Jaya Lestari; 17. Beli tanah di Surabaya 2 (dua) lokasi seluas 8.630 M2 dan 740 M2

atas nama JHONY RIANJANTO;

18. Beli tanah di Bandung 2 (dua) lokasi seluas 138 M2 dan 137 M2 atas nama EKO BUDI PUTRANTO;

19. Beli tanah di Sumedang seluas 412 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

20. Beli tanah di Jakarta seluas 9 (sembilan) lokasi 836 M2, 337 M2, 1.672 M2, 1358 M2, 906 M2, 1023 M2, 334 M2, 520 M2 dan 426 M2 atas nama HENDRA RAHARDJA;

21. Beli tanah dan bangunan toko di Jakarta seluas 147 M2 atas nama PT. Wirakarsa Widhitama;

22. Beli tanah di Jakarta seluas 15.637 M2 atas nama ABDUL KARIM SALIM;

23. Beli tanah di Jakarta seluas 36.161 M2 atas nama PT. Harapan Motor;

24. Beli tanah di Jakarta seluas 2.587 M2 atas nama HARRY HARYONO;

25. Beli tanah di Jakarta seluas 3.216 M2 atas nama LENA SALEHA; 26. Beli tanah di Jakarta seluas 4.712 M2 atas nama BUDI

HARTONO;

27. Beli tanah di Bandung seluas 363 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

28. Beli tanah di Bandung seluas 299 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

29. Beli tanah di Bandung seluas 2.980 M2 atas nama BUDI HARTONO;

30. Beli tanah di Bandung seluas 200 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

31. Beli tanah di Yogyakarta seluas 1.963 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

32. Beli tanah di Yogyakarta seluas 1.500 M2 atas nama HERLINA MERYANTI;

33. Beli tanah di Bali 3 (tiga) lokasi seluas 625 M2, 200 M2, dan 400 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

34. Beli tanah di Tangerang 3 (tiga) lokasi seluas 2.065 M2, 705 M2, dan 2.088 M2 atas nama HERLINA MERYANTI;

35. Beli tanah di Semarang seluas 2.535 M2 atas nama PT. Bhaskara Langgen;

36. Beli tanah di Surakarta 3 (tiga) lokasi seluas 271 M2, 2.408 M2 dan 148 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

37. Beli tanah di Surakarta seluas 455 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

38. Beli tanah di Tasikmalaya seluas 320 M2 atas nama BUDI HARTONO;

39. Beli tanah di Garut seluas 97 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

40. Beli tanah di Jakarta 2 (dua) lokasi seluas 1.524 M2 dan 1.370 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

41. Beli tanah di Sukabumi seluas 110 M2 atas nama BUDI HARTONO;

42. Beli tanah di Jember seluas 110 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

43. Beli tanah di Ciamis 2 (dua) lokasi seluas 260 M2 dan 74 M2 atas nama BUDI HARTONO;

44. Beli tanah di Bandung seluas 351 M2 atas nama JOHNNY RIANJANTO;

45. Beli tanah di Bandung seluas 142 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

46. Beli tanah di Yogyakarta 2 (dua) lokasi seluas 1.654 M2 dan 1.366 atas nama JOHNNY RIANJANTO;

47. Beli tanah di Bali seluas 400 M2 atas nama JOHNNY RIANJANTO;

48. Beli tanah di Ujung Pandang seluas 1.057 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

49. Beli tanah di Bekasi seluas 1.365 atas nama SRI WASIHASTUTI; 50. Beli tanah di Bekasi seluas 225 M2 atas nama H. MERYANTI; 51. Beli tanah di Cianjur seluas 620 M2 atas nama TAN LEE SIENG; 52. Beli tanah di Medan 2 (dua) lokasi seluas 110 M2 dan 81 M2 atas

nama EKO EDI PUTRANTO;

53. Beli tanah di Bandung seluas 242 M2 atas nama EKO BEDI PUTRANTO;

54. Beli tanah di Bandung seluas 34.068 M2 atas nama PT. Aman Tenar Abadi;

55. Beli tanah di Temanggung seluas 1.158 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

56. Beli tanah di Kediri 4 (empat) lokasi seluas 1.509 M2, 484 M2, 480 M2, dan 424 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

57. Beli tanah di Tegal seluas 134 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

58. Beli tanah di Purwokerto 2 (dua) lokasi seluas 806 M2 dan 1.322 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

59. Beli tanah di Jakarta seluas 1.943 M2 atas nama PT. Harapan Motor;

60. Beli tanah di Jakarta seluas 148 M2 atas nama JOHNNY RIANJANTO;

61. Beli tanah di Jakarta seluas 62 M2 atas nama HERLINA MERYANTI;

62. Beli tanah di Pekanbaru seluas 9.970 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

63. Beli tanah di Yogyakarta seluas 58.558 M2 atas nama PT. Bhaskara Kemakmuran;

64. Beli tanah di Bandung seluas 291 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

65. Beli tanah di Bali 2 (dua) lokasi seluas 297 M2 dan 263 M2 atas nama EKO EDI PUTRANTO;

66. Beli tanah di Bali 4 (empat) lokasi seluas 12.160 M2, 2.020 M2, 9.510 M2, dan 9.570 M2 atas nama PT. Centra Wisata Dwijasa; 67. Beli tanah di Bandung seluas 1.850 M2 atas nama BUDI

HARTONO;

68. Beli tanah di Bandung 3 (tiga) lokasi seluas 744 M2, 115 M2, dan 93 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

69. Beli tanah di Cikampek seluas 129 M2 atas nama BUDI HARTONO;

70. Beli tanah di Madiun 5 (lima) lokasi seluas 1.450 M2, 825 M2, 174 M2, 231 M2 dan 706 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

71. Beli tanah di Yogyakarta seluas 105 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

72. Beli tanah di Blitar seluas 7.067 M2 atas nama BUDIMAN RAHARDJA;

73. Beli tanah di Bandung seluas 1.538 M2 atas nama JOHNNY RIANJANTO;

74. Beli tanah di Bekasi seluas 235 M2 atas nama YAOGA SANTOSO;

75. Beli tanah di Bekasi seluas 265 M2 atas nama HERLINA INDRAWATI;

76. Beli tanah di Bekasi seluas 540 M2 atas nama BUDI HARTONO; 77. Beli tanah di Jakarta 3 (tiga) lokasi seluas 160 M2, 425 M2, dan

115 M2 atas nama MOEDAS BIN MIOEN;

78. Beli tanah di Jakarta seluas 299 M2 atas nama ISHAK BIN NAIMIN;

79. Beli tanah di Jakarta seluas 2.130 M2 atas nama HOLID BIN NAWI;

80. Beli tanah di Jakarta seluas 325 M2 atas nama AFIAS BIN DERIS; 81. Beli tanah di Jakarta seluas 238 M2 atas nama HOLID BIN NAWI; 82. Beli tanah di Jakarta seluas 513 M2 atas nama NY. SOEDIONO; 83. Beli tanah di Jakarta seluas 89 M2 atas nama HOLID BIN NAWI; 84. Beli tanah di Jakarta 3 (tiga) lokasi seluas 3.360 M2, 44.642 M2,

85. Beli tanah di Cilegon seluas 19.669 M2 atas nama PT. Genta Gumala;

atau setidak-tidaknya sebagian dari 85 lokasi tanah dan bangunan tersebut di atas.

- Bahwa dengan demikian tampaklah jelas pembelian tanah-tanah tersebut oleh mereka terdakwa adalah untuk memperkaya diri mereka terdakwa dan atau keluarga mereka terdakwa atau PT. Bank Harapan Santosa (PT. BHS).

- Bahwa sebagai akibat dari penggunaan dana fasilitas kredit yang sebagian besar tidak diperuntukkan pengembangan usaha dan tanpa jaminan/agunan, keenam debitur perusahaan group tersebut tidak mampu untuk mengembalikan kredit tersebut kepada PT. BHS, sehingga PT. BHS sendiri mengalami kesulitan dana sehingga dilikuidasi pada tanggal 1 Nopember 1997 berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No. 30/121/Kep/Dir PT. BHS dilikuidasi dengan alasan sebagai berikut :

- Bahwa keadaan PT. BHS dinilai telah membahayakan kelangsungan usahanya oleh Bank Indonesia;

- Kredit kepada Debitur Group telah mencapai 88 % dari keseluruhan kredit yang dibeikan oleh PT. BHS;

- Debitur tersebut tidak pernah membayar bunga dan sudah termasuk kategori macet, sehingga pendapatan Bank tidak dapat menutupi biaya operasional;

- Tunggakan bunga debitur group naik rata-rata Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah) setiap bulan sehingga kerugian Bank semakin besar;

- Bahwa para terdakwa selaku pengurus PT. BHS yang secara operasional memobilisasi/menghimpun dana dari masyarakat melalui Giro; Deposito dan Tabungan dan telah menerima KLBI dalam bentuk Kredit Investasi Rp.3.000.000.000,- dan KMKP Rp. 3.000.000.000,- serta SPBU sebesar Rp. 125.000.000.000,- yang kemudian oleh para terdakwa disalurkan dalam bentuk kredit yang sebagian besar diberikan kepada perusahaan group (88% dari seluruh fasilitas kredit PT. BHS), dimana kredit tersebut tidak dapat dikembalikan kepada PT. BHS sehingga menjadi macet yang akhirnya PT. BHS dilikuidasi tanggal 1 Nopember 1997 dan mengakibatkan Negara Cq. Bank Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp. 2.650.857.000.000,- atau sejumlah kredit yang disalurkan kepada 6 (enam) perusahaan group PT. BHS.

Perbuatan para terdakwa diancam pidana menurut Pasal 1 ayat (1) sub a jo Pasal 28 jo 34 c Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 jo Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 1 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) sub 1 e jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KEDUA : (KHUSUS UNTUK TERDAKWA SHERNY KOJONGIAN)

Bahwa ia terdakwa Sherny Kojongian, selaku Direktur Treasury / Direktur Kredit / Direktur HRD pada PT. Bank Harapan Santosa secara berturut-turut pada waktu yang berlangsung dari tanggal 22 Agustus 1997 sampai dengan 31 Oktober 1997 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu antara bulan Agustus 1997 sampai dengan bulan Oktober 1997, bertempat di Kantor PT. Bank Harapan Santosa di Jalan Gajah Mada No. 7 Kelurahan Petojo Utara Kecamatan Gambir Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di tempat lain dimana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya, telah melakukan serangkaian perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling), dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Bahwa mulai tanggal 20 Agustus 1997 rekening giro PT. Bank Harapan Santosa di Bank Indonesia mengalami saldo negatif sebesar Rp. 3.377.000.000,- (tiga milyar tiga ratus tujuh puluh tujuh juta rupiah) akan tetapi keesokan harinya tanggal 21

Agustus 1997 saldo negatif tersebut dapat ditutup sehingga menjadi saldo positif (saldo kredit) sebesar Rp.6.160.000.000,- (enam milyar seratus enam puluh juta rupiah).

Namun demikian keesokan harinya tanggal 22 Agustus 1997 PT. Bank Harapan Santosa mengalami saldo negatif kembali sebesar Rp. 5.018.000.000,- (lima milyar delapan belas juta rupiah) dan kemudian secara terus menerus mengalami saldo negatif yang semakin hari semakin besar yang berlangsung sampai tanggal 31 Oktober 1997.

2. Bahwa terjadinya saldo negatif pada rekening giro PT. Bank Harapan Santosa di Bank Indonesia tersebut dikarenakan Bank Harapan Santosa sudah berada pada kondisi tidak sehat karena sekitar 88% atau sekitar Rp.2.659.308.000.000,- (dua trilyun enam ratus lima puluh sembilan milyar tiga ratus delapan juta rupiah) dari kredit yang dikeluarkan oleh PT. Bank Harapan Santosa diberikan kepada perusahaan group sedangkan kredit tersebut beserta bunganya tidak pernah dibayar kembali oelh perusahaan group.

3. Bahwa dalam kondisi yang dialami PT. Bank Harapan Santosa sebagaimana diuraikan pada angka 2, terjadi penariakan dana besar-besaran oleh para nasabah PT. Bank Harapan Santosa sebagai akibat situasi moneter pada waktu itu.

4. Bahwa untuk membayar penarikan dana secara besar-besaran oleh para nasabah tersebut maka PT. Bank Harapan Santosa mengajukan permohonan tertulis kepada Bank Indonesia agar memberikan fasilitas Over Draft baik untuk Kantor Pusat PT. Bank Harapan Santosa di Jakarta maupun Kantor Cabangnya di seluruh Indonesia, permohonan mana diajukan secara tertulis berturut-turut dari tanggal 21 Agustus 1997 sampai 31 Oktober 1997, yang semuanya ditujukan kepada Kepala Urusan UPB II Bank Indonesia, dengan rincian sebagai berikut :

4.1. Tanggal 21 Agustus 1997 : Rp. 21.900.000.000,- Tanggal 21 Agustus 1997 : Rp. 14.000.000.000,- Tanggal 21 Agustus 1997 : Rp. 284.520.548,- Jumlah : Rp. 36.184.520.548,- 4.2. Tanggal 22 Agustus 1997 : Rp. 20.000.000.000,- 4.3. Tanggal 25 Agustus 1997 : Rp. 66.050.000.000,- 4.4. Tanggal 26 Agustus 1997 : Rp. 77.310.200.000,- 4.5. Tanggal 27 Agustus 1997 : Rp. 143.275.000.000,- 4.6. Tanggal 28 Agustus 1997 : Rp. 180.000.000.000,- 4.7. Tanggal 29 Agustus 1997 : Rp. 271.000.000.000,- 4.8. Tanggal 01 September 1997 : Rp. 323.000.000.000,- 4.9. Tanggal 02 September 1997 : Rp. 300.000.000.000,- 4.10. Tanggal 03 September 1997 : Rp. 320.500.000.000,- 4.11. Tanggal 04 September 1997 : Rp. 390.000.000.000,-

4.12. Tanggal 05 September 1997 : Rp. 372.950.000.000,- 4.13. Tanggal 08 September 1997 : Rp. 407.900.000.000,- 4.14. Tanggal 09 September 1997 : Rp. 430.500.000.000,- 4.15. Tanggal 10 September 1997 : Rp. 448.100.000.000,- 4.16. Tanggal 11 September 1997 : Rp. 455.600.000.000,- 4.17. Tanggal 12 September 1997 : Rp. 454.600.000.000,- 4.18. Tanggal 15 September 1997 : Rp. 493.100.000.000,- 4.19. Tanggal 16 September 1997 : Rp. 498.900.000.000,- 4.20. Tanggal 17 September 1997 : Rp. 487.200.000.000,- 4.21. Tanggal 18 September 1997 : Rp. 481.800.000.000,- 4.22. Tanggal 19 September 1997 : Rp. 515.350.000.000,- 4.23. Tanggal 22 September 1997 : Rp. 538.800.000.000,- 4.24. Tanggal 23 September 1997 : Rp. 526.100.000.000,- 4.25. Tanggal 24 September 1997 : Rp. 534.300.000.000,- 4.26. Tanggal 25 September 1997 : Rp. 541.017.000.000,- 4.27. Tanggal 26 September 1997 : Rp. 505.500.000.000,- 4.28. Tanggal 29 September 1997 : Rp. 546.850.000.000,- 4.29. Tanggal 30 September 1997 : Rp. 571.000.000.000,- 4.30. Tanggal 01 Oktober 1997 : Rp. 579.800.000.000,- 4.31. Tanggal 02 Oktober 1997 : Rp. 583.500.000.000,- 4.32. Tanggal 03 Oktober 1997 : Rp. 616.000.000.000,- 4.33. Tanggal 06 Oktober 1997 : Rp. 651.339.000.000,- 4.34. Tanggal 07 Oktober 1997 : Rp. 644.411.000.000,-

4.35. Tanggal 08 Oktober 1997 : Rp. 668.000.000.000,- 4.36. Tanggal 09 Oktober 1997 : Rp. 702.900.000.000,- 4.37. Tanggal 10 Oktober 1997 : Rp. 745.500.000.000,- 4.38. Tanggal 13 Oktober 1997 : Rp. 819.451.000.000,- 4.39. Tanggal 14 Oktober 1997 : Rp. 852. 120.000.000,- 4.40. Tanggal 15 Oktober 1997 : Rp. 878.400.000.000,- 4.41. Tanggal 16 Oktober 1997 : Rp. 895.950.000.000,- 4.42. Tanggal 17 Oktober 1997 : Rp. 942.660.000.000,- 4.43. Tanggal 20 Oktober 1997 : Rp. 1.012.000.000.000,- 4.44. Tanggal 21 Oktober 1997 : Rp. 1.045.000.000.000,- 4.45. Tanggal 22 Oktober 1997 : Rp. 1.118.150.000.000,- 4.46. Tanggal 23 Oktober 1997 : Rp. 1.142.600.000.000,- 4.47. Tanggal 24 Oktober 1997 : Rp. 1.208.500.000.000,- 4.48. Tanggal 27 Oktober 1997 : Rp. 1.318.700.000.000,- 4.49. Tanggal 28 Oktober 1997 : Rp. 1.404.700.000.000,- 4.50. Tanggal 29 Oktober 1997 : Rp. 1.442.800.000.000,- 4.51. Tanggal 30 Oktober 1997 : Rp. 1.485.000.000.000,- 4.52. Tanggal 31 Oktober 1997 : Rp. 1.573.100.000.000,-

Dengan demikian dalam kurung waktu antara 21 Agustus 1997 sampai dengan 31 Oktober 1997 ada 52 kali permohonan untuk memperoleh fasilitas Over Draft yang diajukan oleh PT. Bank Harapan Santosa ke Bank Indonesia dengang nilai seluruhnya sebesar Rp. 1.573.100.000.000,- ditambah Rp.36.184.520.584,-

sama dengan Rp 1.609.284.520.584,- (satu triliyun enam ratus sembilan milyar dua ratus delapan puluh empat juta lima ratus dua puluh ribu lima ratus delapan puluh empat rupiah), jumlah mana merupakan penjumlahan tersebut pada angka 4.1 dengan 4.52. 5. Bahwa permohonan PT. Bank Harapan Santosa kepada Bank

Indonesia untuk memperoleh fasilitas Over Draft tersebut antara lain ditandatangani oleh terdakwa Sherny Kojongian dan dimaksudkan untuk menanggulangi banyaknya penarikan dana oleh nasabah-nasabah di Kantor Pusat dan di seluruh Cabang Kantor PT. Bank Harapan Santosa. Hal ini terlihat dari bunyi surat permohonan itu sendiri yang antara lain berbunyi :

“Sehubungan dengan masih adanya penarikan nasabah-nasabah,

Dokumen terkait