1. Data Proyek Tempat Penelitian:
5.2. Potensi bahaya K3 pada bagian arsitektur
Pada pekerjaan dinding terdapat proses pemasangan bata, pemlesteran, pengacian, dan pengecatan. Pelapisan plesteran dan pengacian menggunakan jidar yang terbuat dari aluminium. Pada pekerjaan dinding, proses yang terjadi tidak terlalu berbahaya bagi pekerja. Hanya penggunaan scaffolding yang cukup membahayakan pekerja. Scaffolding digunakan untuk membantu pelaksanaan pekerjaan di ketinggian. Potensi bahaya yang terjadi adalah pekerja dapat terjatuh akibat scaffolding yang tidak mampu menahan beban tubuh pekerja yang sedang berada diatas beserta material. Pekerja yang sedang berada di bawah juga dapat terluka akibat kejatuhan pekerja dan material dari scaffolding tersebut.
Pada proses pemasangan bata, sumber bahaya kimia berasal dari debu-debu bata yang dapat terhirup oleh pekerja. Kemudian dilakukan proses pemlesteran yang berfungsi sebagai lapisan pelindung dari pengaruh cuaca luar serta meratakan permukaan dinding dan pengacian dinding untuk menutup pori-pori yang terdapat pada plesteran. Setelah bahan plesteran dan acian dilapisi ke semua permukaan pasangan bata, selanjutnya lapisan tersebut ditunggu sampai mengering kemudian diratakan dengan menggunakan jidar aluminium. Pada saat penggunaan jidar aluminium untuk menghasilkan permukaan dinding yang rata dan halus, serpihan dari bahan plesteran dan acian tersebut berterbangan dan dapat terhirup oleh pekerja. Sedangkan pada proses pengecatan, kandungan zat yang terdapat pada cat tersebut cukup berbahaya karena dapat menimbulkan iritasi kulit, mata dan hidung jika terhirup oleh pekerja.
Kandungan zat dalam cat seperti VOC (volatile organic compound) atau kandungan senyawa organik yang mudah menguap, timbal, merkuri dan formaldehid. Yang termasuk dalam kategori VOC di antaranya adalah solvent. Solvent tidak ramah bagi lingkungan dan juga tidak ramah bagi kesehatan manusia. Solvent yang ada dalam kandungan cat akan menguap setelah cat diaplikasikan. Uap solvent yang menyebar di udara ini bisa mencemari lingkungan dan menyebabkan gangguan kesehatan bila terhirup secara berlebihan. Bahan ini bisa menyebabkan gangguan kesehatan ringan seperti seperti mata pedas, kulit perih, gangguan saluran pernafasan, atau alergi. Sedangkan bila dihirup dalam jangka waktu lama, bahan ini bisa menyebabkan kanker, kerusakan hati, dan gangguan sistem saraf.
Uap cat/zat kimia seperti formaldehid yang juga terkandung dalam cat dinding berbahaya bagi kesehatan pekerja. Formaldehid adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Banyak bahan yang ada dalam ruang dapat mengemisikan gas formaldehid termasuk bahan yang diisolasi, plafon, kayu lapis, furniture kantor, lem karpet, plastic, serat sintetis dalam karpet, pestisida, cat, dan kertas (Pudjiastutu, 1998).
Efek akut dari formaldehid adalah menimbulkan iritasi pada selaput lender di rongga hidung, bagian mulut, sistem pernapasan atas yang menimbulkan perasaan panas, penyempitan kerongkongan, tercekik, dan batuk terus menerus (Burson dan Muhadhar, 1996).
Bahan berbahaya lainnya yang terkandung dalam cat adalah timbal dan merkuri. Timbal sering digunakan dalam campuran cat untuk menghasilkan warna-warna cerah, sedangkan merkuri digunakan sebagai anti jamur. Bila VOC berbahaya
saat uapnya terhirup, merkuri dan timbal akan memberi efek buruk bila masuk ke dalam tubuh. Timbal bisa menyebabkan di antaranya gangguan sistem saraf dan organ reproduksi, sedangkan merkuri bisa menyebabkan gangguan pada susunan saraf, otak dan ginjal.
Pada pekerjaan lantai terdapat proses pemotongan keramik dengan mesin gerinda tangan dan merapikan hasil pemotongan keramik juga dengan mesin gerinda yang diganti batu gerindanya sesuai fungsinya untuk merapikan dan meratakan sisi keramik.
Proses pemotongan dan merapikan sisi keramik dengan gerinda tersebut menghasilkan debu keramik yang berterbangan dan dapat terhirup oleh pekerja dan juga dapat mengenai mata pekerja sehingga dapat mengganggu penglihatan pekerja.
Pengerjaan dari mesin gerinda adalah dengan menggesekkan batu yang sedang berputar secara perlahan dan kontinyu terus-menerus terhadap keramik yang akan diratakan atau dirapikan sisinya. Potensi bahaya yang dapat terjadi adalah tangan pekerja dapat terpotong akibat penggunaan kedua mesin tersebut.
Sistem kerja mesin gerinda tangan adalah memutar. Batu gerinda akan berputar dengan kecepatan yang dapat diatur untuk memotong atau merapikan benda kerja. Jika tidak berhati-hati, putaran dari batu gerinda ini akan berbahaya. Jika pekerja mengenakan baju yang longgar saat bekerja, maka batu gerinda yang sedang berputar dapat melilit baju pekerja tersebut. Pekerja pada proyek konstruksi ini banyak memakai baju yang kebesaran dan ada pekerja yang melilitkan handuk di lehernya saat meggerinda. Hal ini berbahaya karena baju dan handuk tersebut dapat
batu gerinda tidak dicek kondisinya sebelum dipergunakan, maka potensi bahaya yang dapat terjadi adalah batu gerinda dapat pecah dan terlempar sehingga dapat melukai wajah pekerja.
Proses pemotongan benda kerja dengan menggunakan mesin gerinda tangan juga menimbulkan bunga api/percikan api yang berbahaya bagi pekerja. Kulit, mata, wajah, serta rambut pekerja dapat terkena percikan api tersebut apabila pekerja tidak menggunakan APD. Mayoritas pekerja di proyek pembangunan hotel The Regale ini sebagian besar tidak menggunakan APD seperti kacamata safety, masker, helm, dan lain-lain. Sehingga pekerja di proyek ini berpotensi untuk mengalami kecelakaan kerja.
Ramli (2010) menjelaskan bahwa sumber penyalaan api yang dapat memicu terjadinya api salah satunya adalah akibat percikan mekanis, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari benturan logam dari alat-alat mekanis seperti palu besi, pemecah beton atau batu gerinda.
Proses pemotongan keramik dengan menggunakan gerinda tangan serta meratakan dan merapikan sisi keramik juga dengan menggunakan gerinda tangan dapat menyebabkan getaran lengan tangan serta kebisingan. Dua orang pekerja yang mengoperasikannya beresiko untuk terpapar getaran dari mesin gerinda tersebut.
Getaran lengan tangan (Hand transmitted vibration atau hand arm vibration) merupakan salah satu jenis getaran yang terjadi saat seseorang mengalami kontak langsung dengan vibrating tools (Mansfields, 2005).
Getaran lengan tangan disebabkan oleh getaran yang ditansmisikan ke tangan dan lengan melalui telapak tangan dan jari. Pekerja yang sering terpajan getaran
lengan tangan memiliki resiko kerusakan jaringan pada tangan dan lengannya sehingga menyebabkan gejala yang secara kolektif dikenal dengan Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS) (European Union, 2006).
Kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).
Pada pekerjaan pintu dan jendela, yang harus dipersiapkan adalah lobang untuk tempat kusen pintu dan jendela agar tidak lagi melakukan pembongkaran pada dinding. Ukuran lobang harus disesuaikan dengan ukuran kusen. Kusen yang digunakan terbuat dari bahan aluminium. Sebelum dimasukkan, kusen aluminium harus difabrikasi terlebih dahulu. Pemotongan kusen pintu dan jendela menggunakan mesin gerinda tangan dan merapikan sisinya juga menggunakan gerinda tangan. potensi bahaya yang tejadi adalah tangan terpotong akibat tidak berhati-hati dalam penggunaan mesin gerinda, dan batu gerinda juga berpotensi untuk terlepas dan pecah saat proses pemotongan sedang berlangsung. Hal tersebut berbahaya karena dapat melukai wajah pekerja.
Kemudian kusen dimasukkan ke dalam lobang. Agar kusen dapat berdiri dengan sempurna, maka harus dipaku dengan paku skrup atau fishcer. Untuk tempat fishcer tersebut maka harus dilakukan pengeboran dinding melalui kusen dengan menggunakan mesin bor tangan. Penggunaan mesin bor tangan ini dapat melukai tangan pekerja akibat tertusuk mata bor yang tajam. Selain itu, tangan pekerja dapat tertusuk fishcer.
Pekerja juga berpotensi untuk terpapar kebisingan karena mesin gerinda dan bor tangan mengeluarkan suara yang cukup bising sehingga dapat mengganggu pendengaran. Selain itu penggunaan mesin gerinda dan bor juga membuat pekerja yang mengoperasikannya terpapar getaran lengan tangan saat proses sedang berlangsung.
Selain terpapar getaran dan kebisingan, pekerja juga dapat terpapar debu-debu aluminium saat proses pemotongan dengan gerinda dan saat pemboran dengan mesin bor tangan.
Kemudian pekerja memasukkan daun pintu dan jendela yang sudah dirangkai penuh dan sudah terpasang kaca. Potensi bahaya pada proses ini adalah pekerja dapat terluka akibat tertimpa daun pintu.
Pada pekerjaan plafon terdapat pemasangan rangka plafon dan proses pemasangan plafon. Terdapat penggunaan alat kerja seperti mesin gerinda tangan untuk memotong rangka plafon yang terbuat dari metal furing. Siku metal yang digunakan sebagai penyangga metal furing harus dibor dengan menggunakan mesin bor tangan dan dibaut dengan kencang sehingga kuat menyangga metal furing. Mesin gerinda tangan berbahaya karena dapat menyebabkan jari tangan pekerja terpotong apalagi jika digunakan melebihi batas kemampuan, maka roda gerinda tersebut dapat terlepas sehingga terbang dan melukai wajah pekerja. Pemotongan metal furing dengan menggunakan gerinda tangan juga menimbulkan bahaya akibat percikan api dari mesin gerinda karena diputar dengan kecepatan tinggi dan memotong metal furing yang kemudian menjadi merah dan panas akibat gesekan sehingga timbul percikan api. Hal ini berbahaya karena percikan api tersebut dapat mengenai mata dan
kulit pekerja. Mesin bor tangan juga berbahaya karena pada saat penggunaannya tangan pekerja berpotensi untuk terluka.
Penggunaan mesin gerinda tangan dan bor tangan ini menimbulkan efek getaran lengan tangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi pekerja yang mengoperasikannya seperti kerusakan-kerusakan pada persendian dan fenomena
raynaud’s.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa alat yang dicengkram tangan terlalu ketat dapat menyebabkan fenomena raynaud’s. Sindrom fenomena raynaud’s ini juga disebut sindrom getaran tangan-lengan akibat paparan getaran dari alat-alat listrik seperti yang dipergunakan dalam proyek ini, yaitu mesin gerinda tangan, mesin bor tangan, dan mesin gergaji listrik. Akibat paparan getaran lainnya adalah jari tangan menjadi putih, merusak saraf, otot, tulang dan sendi dari tangan dan lengan.
Penggunaan mesin bor tangan untuk membor siku metal tersebut menghasilkan debu-debu halus sebagai akibat proses pemboran siku metal. Sedangkan penggunaan gerinda tangan untuk memotong metal furing menghasilkan debu-debu dari metal furing. Debu-debu tersebut berbahaya karena dapat menggangu pernapasan pekerja dan menyebabkan iritasi mata serta kulit.
Penggunaan mesin gerinda dan bor tangan pada pekerjaan arsitektur ini menggunakan tenaga listrik. Setiap mesin yang dioperasikan dengan listrik berpotensi untuk menimbulkan bahaya listrik bagi pekerja yang menggunakannya.
Penggunaan alat-alat atau mesin kerja yang memakai listrik akan berbahaya bagi pekerja jika isolasi kabel dalam keadaan tidak baik, misalnya kabel terkelupas.
kesetrum listrik. Selain itu menyebabkan korsleting yang dapat memicu terjadinya kebakaran.
Tubuh manusia adalah penghantar listrik yang baik. Kontak langsung dengan arus listrik bisa berakibat fatal. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak.
Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya baik bagi manusia, harta benda maupun lingkungan. Terbakar api secara langsung, misalnya karena terjebak dalam api yang sedang berkobar. Panas yang tinggi akan mengakibatkan luka bakar, bahkan korban dapat hangus (Ramli, 2010).
Kemudian dilakukan pemasangan plafon dimana proyek ini menggunakan plafon jenis gypsum. Proses pemasangan plafon menggunakan scaffolding dimana pekerja berpotensi untuk terjatuh. Pekerja yang sedang berada di bawah juga berpotensi untuk tertimpa pekerja yang terjatuh dan material yang berada diatas scaffolding.
Pada pekerjaan atap terdapat pekerjaan pemasangan bekisting, pemasangan ring besi, pengecoran, pemlesteran serta waterproofing. Untuk mengangkut bekisting ke lokasi pemasangan, maka digunakan Tower Crane (TC). Sling dari TC tersebut berpotensi untuk terjatuh pada saat pengangkutan dan pekerja yang sedang berada di bawah berpotensi untuk tertimpa bekisting. Kemudian pada saat penempatan bekisting, kaki dan tangan pekerja berisiko terjepit bekisting. Pada proses pemasangan ring besi, tangan pekerja dapat tergores permukaan besi yang tajam dan
kaki pekerja beresiko untuk terjepit besi. Pemasangan bekisting dan ring besi menggunakan scaffolding sehingga resiko yang dapat terjadi adalah pekerja terjatuh dari scaffolding tersebut.
Menurut Ikmal (2010), faktor peralatan seperti craine ataupun faktor lingkungan kerja juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja jika tidak dikelola dengan benar.
Pada proses pengecoran, terdapat penggunaan concrete pump truck yang dilengkapi dengan pompa dan lengan untuk memompa campuran beton dari truk ke tempat yang sulit dijangkau. Potensi bahaya yang dapat terjadi adalah pekerja dapat tertimpa hasil coran beton yang dikeluarkan melalui pompa yang dipegang oleh pekerja ujungnya untuk mengatur penyebaran adonan beton sehingga tidak menimbun di satu tempat tapi menjadi rata ke seluruh permukaan atap beton. Pada saat meratakan adonan beton yang sedang dituangkan melalui concrete pump, pekerja menggunakan cangkul untuk meratakan permukaan atap. Potensi bahaya yang terjadi adalah kaki pekerja dapat terluka dan terpotong akibat terkena cangkul. Pada saat pengecoran pekerja juga menggunakan scaffolding sehingga resiko yang dapat terjadi adalah pekerja terjatuh dari scaffolding tersebut.
Pada proses pengecoran, pekerja beresiko untuk menghirup debu-debu dari beton dan mata dapat berpotensi untuk terkena cipratan beton pada saat penggunaan mesin vibrator yang digunakan untuk memadatkan beton. Sistem kerja dari vibrator ini adalah melakukan gerakan atau getaran sehingga adonan bisa bergerak bahkan sampai keluar. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan mata pekerja dapat terkena
Berdasarkan penelitian Rachmania Diandini, Ambar W.Roestam, dan Faisal Yunus (2009), dijelaskan bahwa pajanan debu silica telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko tuberkulosis paru. Pajanan debu silica dapat menyebabkan silikosis, salah satu jenis penyakit paru akibat kerja. Silikosis sendiri merupakan bentuk pneumoconiosis yang paling sering ditemukan karena banyak tempat kerja yang berpotensi mengandung debu silica.
Sedangkan pada proses pelapisan waterproofing pada pekerjaan atap beton terdapat suatu potensi bahaya yang bersumber dari kandungan cat waterproofing. Kandungan dalam cat tersebut dapat membahayakan kesehatan pekerja yaitu dapat menyebabkan iritasi pada mata, sistem pernapasan dan kulit.
Pekerjaan atap adalah pekerjaan yang dilakukan diatas bangunan yang rentan terhadap cuaca panas pada waktu siang hari. Sama halnya dengan pekerjaan struktur, pekerja yang bekerja pada proses pembuatan atap beton ini berpotensi terkena serangan hawa panas.
Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja pikir. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris (Suma’mur, 1996).
Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga akan membawa dampak negative terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Santoso, 2004).
Pada proses pengecoran beton untuk atap menggunakan mesin vibrator. Mesin ini menimbulkan efek getaran pada pekerja yang bertugas memegang kepala
mesin vibrator tersebut. Mesin ini mengeluarkan suara yang nyaring berfrekuensi tinggi jika berada di luar beton. Tetapi ketika dimasukkan ke dalam campuran beton maka frekuensi suaranya menjadi rendah, kemudian lambat laun suaranya akan meninggi dan mencapai frekuensi yang konstan. Sehingga pekerja dapat terpapar kebisingan dan getaran akibat mesin vibrator tersebut.
1. Potensi bahaya K3 yang paling besar pada pekerjaan struktur terdapat pada proses pengecoran, yaitu terjatuh dari concrete bucket, tertimpa concrete bucket, terluka akibat sabetan sling baja, terluka akibat tertimpa adonan beton, terjatuh dari scaffolding, terpapar debu, getaran, panas, serta kebisingan. 2. Potensi bahaya K3 yang paling besar pada pekerjaan arsitektur terdapat pada
pekerjaan atap, yaitu pekerja tertimpa bekisting dan ring besi, kaki dan tangan terjepit bekisting dan ring besi, tangan pekerja tergores besi dari ring besi dan kayu bekisting, terjatuh dari scaffolding, tertimpa hasil coran beton, terluka akibat cangkul, gangguan pernapasan, iritasi kulit dan mata akibat cat waterproofing, terpapar debu, getaran, panas, serta kebisingan.
6.2. Saran
1. Pihak proyek sebaiknya menerapkan penggunaan APD bagi pekerja seperti kacamata safety yang melindungi mata dari paparan debu, beton yang sedang dicor, dan bunga api serta sinar saat menggerinda, masker untuk melindungi pekerja dari debu-debu proyek, helm untuk melindungi kepala dari bahaya tertimpa peralatan dan benda kerja serta safety belt saat bekerja di ketinggian. 2. Pihak proyek sebaiknya membuat rambu-rambu K3 di setiap area kerja yang
berbahaya serta pemberian sanksi bagi yang tidak menggunakan APD.
Pada Pemakaian Crane di Proyek Konstruksi. Surabaya: Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil FTSP - ITS. 2007.
Anonim. Konsep Dasar Keselamatan Kerja. 2010.
http://healthsafetyprotection.com/ [diakses tanggal 10 Juni 2013].
Budiono, Sam. Bunga Rampai Hiperkas dan KK. Semarang :UniversitasDiponegoro. 2008.
Burson dan Muhadhar. Hubungan Kualitas Udara dalam Ruangan dengan Kejadian Sindroma Gedung Pencakar Langit. 1996. http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=80052&lokasi=lokal. [diakses tanggal 2 Januari 2014].
Cooling, A David. Industrial Safety Management and Technology. Prentice Hall, New Jersey. 2010.
Davies, V J and K. Tomasin. Construction safety Handbook. London: Thomas Telford Publishing. 1996.
Depkes RI. Pedoman Advokasi Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Promosi Kesehatan. 2003.
Diandini, Rachmania , Ambar W.Roestam, dan Faisal Yunus. Pengaruh Pekerjaan dengan Pajanan Debu Silika Terhadap Risiko Tuberkulosis Paru. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009
European Union. Hand-Arm Vibration Study. 2006. http://www.google.com/url? hand-arm_vibration_syndrome_study.com/. [diakses tanggal 10 Januari 2014]. Ferdy, Ardinold, Yudi Ariyanto. Macam-macam dan Penyebab Kecelakaan
Struck-by pada Proyek Konstruksi di Surabaya. Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra. http://digilabpatra.com [diakses pada 10 Mei 2013].
Gaspersz, V. Metode Perancangan Percobaan. Bandung : Armico. 1991.
Gould, Frederick E. Managing the Construction Process: estimating, scheduling, and project control. Pearson Education, Inc, New Jersey. 2002.
Hinze. J, W. Construction Safety. USA: Library of congress Cataloging-in-Publication data. 1997.
Ikmal. Penggunaan Alat Berat dalam Proyek Konstruksi. Surabaya: Harapan Jaya. 2010.
ILO. Work Organization and Ergonomics. Jeneva : ILO Publications. 1998.
Levitt, Raymond E and Nancy M Samelton. Construction Safety Management. New York: John Wiley & Sons, Inc. 1993.
Mansfields. Human Vibration dan Occupational Noise Assessment pada Penggunaan Portable Power Tools oleh Pekerja Konstruksi. 2005. http:// .com/ [diakses tanggal 10 Januari 2014].
Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. 2007.
Pudjiastuti, dkk. Kualitas Udara Dalam Ruang. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 1998.
Ramli, S. Management Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta :Dian Rakyat. 2010.
Ridley, John. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga. 2008.
Rostiyanti, Susy Fatena. Alat Berat untuk Proyek Konstruksi. Bandung: Rineka Cipta. 2009.
Sahab, Syukri. Teknik Manajemen dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Bina Sumber Daya Manusia. 1997.
Sajekti, A. Metode Kerja Bangunan Sipil. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009. Santoso, G. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi
Pustaka. 2004.
Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: : Mandar Maju. 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. 2007.
Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji
Suma’mur. HiginePerusahaan Dan Kesehatan Kerja ( HIPERKES ). Jakarta: CV Sagung Seto.2009.
Suraji dan Bambang Endroyo. Kecelakaan Konstruksi, Teori dan Pengalaman Empirik. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. 2009.
Tamrin, A.G. Teknik Konstruksi Bangunan Gedung Sederhana Jilid 2 untuk SMK Kelas X. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Tana.. Pengertian Bising dan Bahaya Kebisingan di Tempat Kerja. 2010. http:/www. CerminDuniaKedokteran.com/2004/intisari/bising.htm [diakses tanggal 2 Januari 2014].
Tarwaka. Dasar-Dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press. 2008.
Lampiran 1