• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Permasalahan Irigasi Pertanian

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Potensi dan Permasalahan

1.2.3 Potensi dan Permasalahan Irigasi Pertanian

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Irigasi pertanian merupakan salah satu infrastruktur penting yang digunakan sebagai prasarana penyaluran air ke dalam sistem pertanian. Maka dari itu, peningkatan dan peremajaan jaringan irigasi diperlukan untuk memenuhi penyaluran air sesuai kebutuhan. Kebutuhan akan konsumsi pangan meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Populasi penduduk Indonesia pada tahun 2018 berjumlah 237,5 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49%, (BPS, 2011). Jumlah penduduk Indonesia tahun ini diperkirakan telah mencapai 241,04 juta jiwa. Dengan asumsi konsumsi per kapita sebesar

35 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

1,551 kg/minggu maka sedikitnya dibutuhkan sekitar 15 juta ha luas tanam keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan pertanian. Selain itu, peningkatan produksi yang cukup besar mengharuskan indeks pertanaman meningkat 2 (dua) kali lipat dari angka saat ini. Tercapainya kedua hal tersebut membutuhkan suplai air yang memadai agar ekosistem pertanian tetap berjalan dengan baik. Upaya-upaya optimasi pemanfaatan air perlu dilakukan secara menyeluruh agar suplai air lahan pertanian dapat terjaga. Adapun salah satu fokus utama dari program optimasi pemanfaatan air adalah pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier secara berkelanjutan dan berkeadilan.

Terwujudnya pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier secara berkelanjutan dan berkeadilan sangat bergantung pada eksekusi kerangka kerja dengan "konsep adaptif". Konsep adaptif dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Adaptif terhadap lingkungan fisik, yaitu dapat diartikan

bahwa suatu infrastruktur yang tahan terhadap bencana. Pemilihan varian (material, struktur, dan lain-lain) infrastruktur pertanian menjadi hal yang utama. Dalam memilih varian yang sesuai, analisis yang mendalam perlu dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi geologi dan rekayasa teknik sipil;

2. Adaptif terhadap lingkungan non fisik,adalah infrastruktur yang dapat berfungsi secara efektif, baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Artinya, adaptif terhadap lingkungan non fisik berhubungan dengan tahap operasi dan pemeliharaan infrastruktur. Dalam memilih varian dari jenis

36 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

infrastruktur yang adaptif terhadap lingkungan non fisik, maka ilmu antropologi, sosiologi dan psikologi komunitas menjadi beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, akan tercipta konsep rekayasa sosial yang sesuai untuk infrastruktur pertanian.

Peningkatan infrastruktur tidak terlepas dari peningkatan kapasitas kelembagaan dari para pemangku kepentingan di dalamnya. Sesuai amanat Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang Irigasi bahwa pembangunan, rehabilitasi, peningkatan jaringan irigasi tersier menjadi wewenang, tugas dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air (P3A) di wilayah kerjanya. Mengingat sebagian besar pemerintah kabupaten/kota dan P3A sampai saat ini belum mampu menjalankan tanggung jawabnya, maka Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian ikut mendorong peningkatan P3A dalam pengelolaan jaringan irigasi.

Akselerasi dalam pengembangan pengembangan jaringan irigasi pertanian di Indonesia sangat diperlukan dalam rangka pengembangan infrastruktur pertanian sesuai arah strategi. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian turut mengembangkan jaringan irigasi tersier yang merupakan prasarana pelayanan air irigasi. Jaringan irigasi tersier merupakan petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya. Secara umum, pengelolaan jaringan irigasi pertanian di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun 2015 – 2019.

37 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

Beberapa bentuk kegiatan dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan jaringan irigasi pertanian. Penjelasan terkait kegiatan pengembangan jaringan irigasi pertanian dapat dilihat sebagai berikut.

Secara umum, jaringan irigasi pertanian di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun 2015 – 2018. Beberapa bentuk dukungan untuk mendukung pengembangan jaringan irigasi pertanian tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi dan pengembangan sumber air. Penjelasan terkait kedua kegiatan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

1. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier

Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan/ penyempurnaan jaringan irigasi guna mengembalikan/ meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula sehingga menambah luas areal tanam dan/atau meningkatkan intensitas pertanaman (IP). Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian turut mendukung kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi secara berkelanjutan dan berkeadilan. Gambar 7 menunjukkan bahwa mulai tahun 2015, pemerintah terus mengalirkan dana APBN untuk mendukung program Rehabilitasi Jaringan Irigasi. Peningkatan signifikan terjadi pada pada tahun 2015, di awal era pemerintahan Presiden Jokowi – Jusuf Kalla. Hal ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan percepatan realisasi pencapaian Nawa Cita untuk Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier sebesar 3 juta hektar. Rehabilitasi tersebut merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan Upaya

38 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

Khusus (Upsus) komoditas padi, jagung dan kedelai (Pajale).

Gambar 7. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Pertanian 2015-2018

Berdasarkan Gambar 7, pelaksanaan rehabilitasi jaringan irigasi di tahun 2016 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami penurunan yang sangat tajam sebesar 81,77% dengan luas sebesar 448.252,73 hektar. Kemudian di tahun-tahun berikutnya, terjadi penurunan terus menerus hingga akhirnya sedikit naik pada tahun 2018. Salah satu penyebab hal ini adalah penurunan anggaran untuk rehabilitasi jaringan irigasi yang dialihkan untuk sarana dan prasarana lain yang menjadi fokus Kementerian Pertanian. Penurunan anggaran ini juga disebabkan oleh tercapainya Nawa Cita untuk kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi nasional. Selanjutnya, distribusi rehabilitasi jaringan irigasi berdasarkan daerah dapat dilihat pada Gambar 8.

39 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

Gambar 8. Luas Kegiatan Rehabiltasi Jaringan Irigasi per Kawasan tahun 2015-2018

Sumber: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian

Gambar 8. memperlihatkan bahwa Pulau Jawa masih menjadi fokus pemerintah untuk area rehabilitasi jaringan irigasi yaitu sebesar 1.030.090,38 Ha atau 32,84% dari total. Hal ini cukup beralasan, bila dilihat dari sisi luas sawah, Pulau Jawa memiliki lahan pertanian terluas dibandingkan dengan kawasan lain di Indonesia. Namun, pada tahun 2018, kegiatan rehabilitasi mulai giat dilakukan untuk daerah di luar Pulau Jawa. Sehingga perbedaan kegiatan rehabilitasi antar daerah hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat pada data rehabilitasi jaringan irigasi di Pulau Sumatera dengan luas sebesar 956.352,15 Ha atau 30,49% . Selanjutnya, Pulau Sumatra disusul oleh Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, serta Maluku dan Papua. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan irigasi pertanian nasional. Beberapa permasalahan irigasi pertanian diantaranya sebagai berikut :

40 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

a. Kurangnya partisipasi petani dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang telah dibangun sehingga di beberapa lokasi terdapat jaringan irigasi yang dibangun rusak atau kurang terawat.

b. Pemberdayaan petani pemakai air masih terbatas

c. Sebesar 80 % air untuk kebutuhan pertanian cenderung boros.

d. Sebesar 60 % jaringan irigasi yang ada belum dimanfaatkan optimal

e. Terjadinya kerusakan keseimbangan hidrologis di daerah aliran sungai

f. Keterbatasan sumber daya finansial menjadi faktor penghambat utama dalam pengembangan irigasi g. Modernisasi irigasi belum diimplementasikan lebih luas 2. Pengembangan Sumber Air

Kebutuhan air untuk tanaman pada dasarnya dapat dipenuhi dari air hujan secara alami. Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa tempat yang tidak memiliki jumlah air yang mencukupi untuk kebutuhan tumbuh tanaman. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan air seperti lingkungan, cuaca, serta iklim yang sangat sulit untuk dikontrol secara pasti. Oleh karena itu, prasarana dan sarana dalam bentuk pengembangan sumber air perlu dilakukan untuk mendukung keberlanjutan produksi pertanian Gambar 9. memperlihatkan kegiatan konstruksi sumber air yang dilakukan pada tahun 2015-2018.

41 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

Gambar 9. Pengembangan Sumber Air Pertanian tahun 2015-2019

Berdasarkan Gambar 9, pengembangan sumber air dilakukan setiap tahun dari tahun 2016 sampai dengan 2018. Tahun 2016 merupakan titik balik pengembangan sumber air secara masif dimana terdapat 1.542 paket pengembangan sumber air yang dilelangkan. Pengembangan sumber air pada tahun-tahun selanjutnya mengalami fluktuasi dan realisasinya tidak sebanyak pada tahun 2016. Selanjutnya, pengembangan embung pertanian selama periode 2014-2018 dapat dillihat pada Gambar 10.

42 RANCANGAN RENSTRA DITJEN PSP 2020 - 2024

Dengan potensi curah hujan yang sangat besar sekitar 2000 – 6000 m/dt, jumlah sungai induk sebanyak 5,590 buah dan 397 Cekungan air tanah (CAT) serta ketersedian air 3,9 Trilyun m3/th, Indonesia memiliki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan suplai air untuk pertanian nasional. Sehingga, diperlukan inovasi – inovasi atau terobosan untuk meningkatkan pengembangan sumber air di Indonesia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Beberapa inovasi-inovasi adalah (1) peningkatan efisiensi terhadap penggunaan air (air tanah, air permukaan, dan air hujan) dalam sistem irigasi; (2) pemanfaatan data dalam mendukung ketersediaan air irigasi; serta (3) ketersediaan teknologi pengelolaan air untuk proses produksi pertanian dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengembangan sumber air diantaranya adalah : a. Ketimpangan neraca air, baik secara kuantitas maupun

kualitas

b. Variasi data yang tidak akurat, kurang lengkap, dan tidak aktual

c. Keterbatasan prasarana

d. Ego sektoral, baik sektor publik maupun sektor swasta e. Belum optimalnya koordinasi kelembagaan pengelolaan

air.

1.2.4 Potensi dan Permasalahan Alat dan Mesin Pertanian