• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. PROFIL DAERAH PENELITIAN

4.5. Potensi Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bukanlah suatu wilayah yang dapat dikembangkan secara mudah. Banyak hambatan yang dihadapi oleh wilayah ini sehingga memberikan ruangan yang sempit bagi pengembangan di wilayah tersebut. Pertama, wilayah ini adalah suatu kawasan yg relatif sempit. Dengan area seluas 3.185,9 km2 maka wilayah ini merupakan wilayah yang tidak mempunyai alternatif pengembangan yang luas. Apalagi bila dilihat bahwa kawasan suburnya relatif terbatas (sekitar 65%). Ini memberikan pilihan yang semakin kecil untuk melaksanakan pengembangan yang bersifat ekstensif. Untuk kawasan yang relatif subur itupun masih terdapat hambatan lain yaitu adanya artefak atau benda-benda purbakala. Sehingga eksplorasi lahan yang bersifat pertanian harus dilaksanakan dengan hati-hati.

61

Kedua, wilayah ini mempunyai akses terhadap pasar regional maupun global DIY kurang menguntungkan. Dengan fasilitas pergerakan udara dan jalan raya maupun kereta api yang menghubungkan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pasar global terbatas diperlukan modal komunikasi yang lebih baik untuk menciptakan daya saing DIY dibanding wilayah-wilayah lainnya.

Namun, wilayah ini juga mempunyai potensi yang dapat diandalkan untuk dapat bersaing dengan wilayah lainnya. Propinsi DIY merupakan kawasan dengan tingkat literasi penduduk tertinggi di Indonesia. Selain itu wilayah ini juga mempunyai tingkat densitas pendidikan tinggi tertinggi di Indonesia. Jumlah perguruan tinggi yang banyaknya 123 buah dalam perkotaan Yogyakarta yang berjumlah sekitar 1,2 juta memberikan tingkat densitas 9.750 penduduk untuk setiap perguruan tinggi. Angka ini bila dibandingkan bahkan untuk standard rata-rata jumlah penduduk untuk setiap Sekolah Dasar di Indonesia, masih lebih tinggi Standard rata-rata SD tersebut yang besarnya 10.000 jiwa/1 SD.

Potensi lain yang juga cukup mendorong perkembangan DIY adalah latar belakang budaya sangat kuat dengan sejarah yang panjang. Sebagaimana diketahui bahwa wilayah ini merupakan lokasi yang perkembangannya dapat dirunut sampai dengan abad 15. Sebagai akibatnya DIY sudah dikenal sebagai tujuan wisata kedua setelah Bali pada skala lokal dan regional. Akibatnya adalah industri kerajinan yang berkembang sangat dipengaruhi oleh perkembangan budaya dari keraton tersebut, mempunyai daya saing pada skala internasional.

Gambaran lebih lanjut menunjukkan bahwa DIY merupakan propinsi yang secara rata-rata nasional mengalami penurunan ekonomi relatif lambat. Memang pada saat krisis ekonomi DIY mengalami kontraksi ekonomi. Namun demikian

62

pada saat itu, nilai kontraksinya masih lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata yang dialami oleh propinsi lain di Pulau Jawa. Walaupun demikian kondisi pertumbuhan ekonomi DIY masih sangat kecil untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi Indonesia. Dengan keterbatasan yang ada dan potensi yang ada ternyata DIY belum mampu untuk tumbuh berkembang dengan cepat dan baik. Hal ini sangat berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Apabila dilihat dari Pertumbuhan Domestik Bruto (PDRB) pembangunan ekonomi Propinsi DIY mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan perhitungan PDRB atas harga konstan perekonomian Propinsi DIY tahun 2003 sekitar 4.09 persen atau sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB tahun sebelumnya (Lampiran 2). Nilai tersebut menggambarkan potensi daerah dalam menghasilkan barang dan jasa. Jika dilihat maka pembangunan ekonomi di Propinsi DIY dapat dibagi dalam beberapa sektor seperti pertanian. perindustrian. jasa. pariwisata. pertambangan dan komunikasi (Gambar 10).

Jasa / Services 18% Industry 14% Angkutan dan Komunikasi 10% Perusahaan keuangan/ Sewa 11%

Listrik, Gas dan Air 1% Pertambangan dan Perminyakan 1% Perdagangan/ Hotel , Restaurant 20% Pertanian/ Agriculture 17% Bangunan/ Konstruksi 8%

Gambar 10. Persentase PDRB menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku di Propinsi DIY. 2003

63

Saat ini momentum pertumbuhan ekonomi DIY lebih mengarah pada bentuk pengembangan tourist, trade dan investment (TTI). Hal ini dapat dilihat dari dibukanya Bandara Internasional Adisucipto yang bisa diterbangi langsung dari Kuala Lumpur dan Singapura. Bahkan dapat dikatakan bahwa DIY sudah mulai muncul menjadi pusat Jawa Selatan. Hal tersebut dapat dirasakan dari kondisi pergerakan penduduk dari luar DIY yang menuju DIY pada akhir liburan. Berdasarkan jenis plat mobilnya terlihat bahwa masyarakat dari Purwokerto dan Cilacap dibagian barat dan dari Madiun dan Pacitan dibagian timur, serta Temanggung, Wonosobo dibagian utara saat ini menggunakan Yogyakarta sebagai salah satu pusat pelayanan ekonominya.

Berdasarkan kondisi di atas dan dengan melihat kendala dan potensi yang ada maka Yogyakarta akan dikembangkan menjadi salah satu pusat pertumbuhan di bagian selatan Jawa Tengah. Namun demikian, problem yang dihadapi oleh DIY adalah dari sisi komunikasi baik yang bersifat pergerakan maupun telekomunikasi. Tanpa adanya fasilitas dan prasarana yang memadai akan menyebabkan fungsi DIY sebagai pusat tersebut tidak akan terlaksana dan akibatnya akan berpengaruh kepada kemungkinan peningkatan peluang masyarakat dalam memperoleh akses income yang lebih baik. Oleh karena itu rasionale dari argumen diatas adalah :

1. Propinsi DIY merupakan kawasan dengan fungsi utama sebagai pusat pendidikan, tourism, jasa dan industri handicraft yang sangat memerlukan jaringan komunikasi. Tanpa adanya jaringan komunikasi tersebut maka kegiatan yang diharapkan tidak akan dapat berkembang dengan baik.

64

2. Munculnya kegiatan pertanian yang bersifat agro industri dengan orientasi pasar juga membutuhkan jaringan komunikasi. Berbeda dengan pola pertanian yang sifatnya tradisional, pola pertanian yang berorientasi pasar mutlak membutuhkan jaringan komunikasi yang baik. Bahkan diharapkan adanya suatu network yang dapat secara terus-menerus memberikan informasi kepada petani dalam melaksanakan kegiatannya sehingga dapat melaksanakan antisipasi terhadap kemungkinan pergerakan demand dari pasar tersebut.

3. Munculnya masyarakat pelajar dengan asal dari seluruh Indonesia juga menuntut adanya jaringan komunikasi. Pelajar yang saat ini tinggal di Yogyakarta sebagian terbesar (65% lebih) berasal dari seluruh Indonesia. Bahkan beberapa merupakan pelajar dari wilayah Asia Tenggara dan Timur Tengah yang membutuhkan komunikasi cukup tinggi dengan keluarganya di kampung halaman.

4. Secara faktual saat ini terdapat daftar tunggu yang tinggi pada kawasan pinggiran kota akan sarana telekomunikasi. Banyak ditemui perumahan baru yang saat ini tidak dilengkapi dengan sarana tersebut. Bahkan saat ini mereka sudah mendaftarkan kepada PT. Telkom untuk mendapatkan sambungan baru. Namun demikian, sampai dengan saat ini sudah lebih dari 2 tahun tidak dapat dilayani oleh PT. Telkom.

5. Posisi Yogyakarta yang menjadi salah satu kota dengan tingkat akses terhadap komputer tertinggi di Indonesia (Wawancara dengan Pemda DIY). Akses rumah tangga terhadap komputer di DIY adalah 16% atau lebih tinggi dibanding Jakarta yang hanya 5% dan Indonesia yang hanya 1%,dimana angka ini (16%) sebanding dengan kondisi Malaysia. Jumlah 16% ini

65

menuntut adanya jaringan Telekomunikasi yang handal karena sebagian terbesar penggunaan komputer tersebut dikaitkan dengan Internet. Ini dapat dilihat dari menjamurnya warung Internet (Warnet).

Dengan argumen diatas jelaslah bahwa kebutuhan akan jaringan telekomunikasi mutlak harus disediakan. Apalagi persyaratan bahwa suatu kota dunia yang mempunyai daya saing haruslah dilengkapi dengan sistem jaringan telekomunikasi yang handal1. Yang menjadi permasalahan adalah jenis sambungan telekomunikasi apakah yang akan dipergunakan.

4.6. Perkembangan Teknologi Telekomunikasi di Propinsi D.I. Yogyakarta