LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Nama :
NIM : Prodi :
Sebagai peserta EL2101 Praktikum Rangkaian Elektrik yang mengikuti kegiatan praktikum luring pada bulan Oktober – November 2021 di Lab Dasar Teknik Elektro, menyatakan telah membaca dan memahami Protokol Kesehatan Pelaksanaan Praktikum di LDTE dan Panduan Umum Keselamatan dan Penggunaan Peralatan yang telah disebutkan diatas.
Mahasiswa,
Nama :_______________________
NIM :
Percobaan 1: Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik 1
Percobaan 1 : Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik
1. Pengukuran Arus Searah Tujuan:
1. Melakukan pengukuran arus searah
2. Mengamati jangkauan dan resolusi alat ukur
Langkah Percobaan:
3. Gunakan Kit Multimeter. Buatlah rangkaian seri seperti pada Gambar 1-1 dengan Vs=6 V dan R1 = R2 = 120 .
Gambar 1-1 Rangkaian percobaan pengukuran arus
4. Dengan harga-harga VS dan R tersebut, hitunglah I (tidak menggunakan Amperemeter!) dan cantumkan hasil perhitungan tersebut pada Tabel 1-1.
5. Sekarang ukurlah arus searah I tersebut dengan multimeter analog. (Perhatikan polaritas meter!). Sesuaikan batas ukur dengan nilai arus terhitung. Ulangilah pengukuran arus searah I dengan memodifikasi parameter rangkaian menjadi
R1 = R2 = 1,5 k
R1 = R2 = 1,5 M.
R2
A 6V
R1
I
2 Percobaan 1: Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik 6. Sebelum mengubah nilai R (dan menyambungkan amperemeter ke rangkaian),
pastikan batas ukur amperemeter terpilih dengan tepat.
7. Lakukan kembali pengukuran arus searah I (dengan tiga harga R yang berbeda) menggunakan multimeter digital.
8. Catatlah semua hasil perhitungan dan pengukuran arus I dalam Buku Catatan Laboratorium. Perhatikan contoh pada tabel
Tabel 1-1 Data pengukuran arus dengan multimeter Nilai
Catatan: BU batas ukur skala penuh, (p) pengukuran terpisah (b) bersamaan 9. Perhatikan hasil perhitungan dan pengukuran tersebut. Apakah hasil pengukuran
sama dengan hasil perhitungan? Diskusikan dan masukkan dalam laporan.
2. Pengukuran Tegangan Searah dan Bolak Balik Tujuan:
1. Melakukan pengukuran tegangan searah dan bolak balik 2. Memahami pengaruh resistansi alat ukur
Langkah Percobaan:
Gambar 1-2 Rangkaian percobaan pengukuran tegangan
Percobaan 1: Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik 3 1. Buatlah rangkaian tersebut dengan VS = 6 V dan R1 = R2 = 120 pada kit
Multimeter.
2. Dengan harga-harga VS dan R tersebut, hitunglah tegangan Vab (tidak menggunakan Voltmeter!), cantumkan hasil perhitungan tersebut pada Tabel 1-2 3. Kemudian ukurlah tegangan Vab dengan multimeter analog. (Perhatikanlah polaritas meter!) Sesuaikan batas ukur yang dipilih dengan hasil perhitungan Vab. Batas ukur manakah yang dipilih? Adakah pengaruh resistansi dalam meter terhadap hasil pengukuran?
4. Ulangilah pengukuran tegangan Vab dengan memodifikasi parameter rangkaian menjadi
R1 = R2 = 1,5 k
R1 = R2 = 1,5 M
5. Sebelum mengubah nilai R (dan menyambungkan voltmeter ke rangkaian), pastikan batas ukur voltmeter terpilih dengan tepat.
6. Catatlah semua hasil perhitungan dan pengukuran tegangan Vab tersebut dalam Buku Catatan Laboratorium. Perhatikan contoh Tabel 1-2
7. Ulangi pengukuran tegangan Vab dengan sumber AC 50 Hz 6 Vrms, R1= R2 = 1.5 M
Tabel 1-2 Data pengukuran tegangan dengan multimeter Nilai
Catatan: BU batas ukur skala penuh, (p) pengukuran terpisah (b) bersamaan
8. Perhatikan hasil perhitungan dan pengukuran tersebut. Apakah hasil pengukuran sama dengan hasil perhitungan? Diskusikan dan masukkan dalam laporan.
4 Percobaan 1: Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik
3. Pengaruh Frekuensi pada Pengukuran Tegangan AC Tujuan:
1. Melakukan pengukuran tegangan AC
2. Mengamati pengaruh frekuensi pada pengukuran tegangan AC
Langkah Percobaan:
1. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 1-3. Pada rangkaian ini G (Generator Sinyal) digunakan sebagai sumber tegangan bolak-balik. Atur frekuensi generator sinyal pada 50 Hz dan amplituda generator 6 Vrms (menggunakan multimeter).
Gunakan resistor R1 = R2 = 1,5 k.
2. Gunakan multimeter analog dan digital secara bergantian dan juga bersama-sama untuk mengukur tegangan Vab, catat dalam Buku Catatan Laboratorium. Gunakan contoh Tabel 1-3 untuk mencatat hasil pengukuran.
Gambar 1-3 Rangkaian pengukuran tegangan AC
3. Kembalikan frekuensi generator menjadi 50 Hz. Gunakan multimeter analog dan digital secara bergantian dan juga bersama-sama untuk mengukur tegangan Vab, catat dalam Buku Catatan Laboratorium. Gunakan contoh Tabel 1-3 untuk mencatat hasil pengukuran.
Percobaan 1: Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik 5 Tabel 1-3 Data pengukuran tegangan AC variasi frekuensi
Frekuensi (Hz)
AMM DMM 1 DMM 2 (Hand Held)
Vab
(p)
(V)
Vab
(p)
(V)
Vab
(p)
(V) 50
10k 20k 100k 200k 1M 2M
Perhatikan hasil perhitungan dan pengukuran tersebut. Apakah hasil pengukuran sama dengan hasil perhitungan? Diskusikan dan masukkan dalam laporan
4. Pengukuran Resistansi Tujuan :
1. Melakukan pengukuran resistansi
2. Mengamati keterbatasan alat ukur dan metode pengukuran pada pengukuran resistansi dengan range yang lebar.
Langkah Percobaan:
1. Gunakan Kit Multimeter sebagai obyek ukur dan multimeter sebagai ohmmeter.
Untuk multemeter analog, sebelum mengukur hubung singkatkan kedua probe multimeter dan aturlah dengan pengatur harga nol sehingga Ohmmeter menunjuk nol (Langkah ini harus dilakukan setiap kali kita mengubah batas ukur Ohmmeter).
6 Percobaan 1: Pengukuran dan Pengamatan Besaran Listrik Tabel 1-4 Hasil pengukuran resistansi dengan multimeter
Nilai Tertulis/ Toleransi Nilai Terukur () Hitungan
()
(%) AMM
2W
DMM1 2W
DMM2 2W
DMM2 4W R1= 220k
R2=2,2k R3=1,5
0,1
2. Ukurlah resistansi R1, R2 dan R3 pada Kit Multimeter dengan menggunakan Ohmmeter dari ketiga multimeter (terpisah). Baca nilai tertera pada gelang berikut toleransinya. Saat menggunakan multimeter analog pilihlah batas ukur yang memberikan pembacaan pada daerah pertengahan skala untuk pembacaan terbaik. Tuliskanlah hasil pengukuran ini pada Tabel 1-4
3. Gunakan resitor 0,1 yang tersedia (10 resistor 1 paralel) ukurlah dengan multi meter digital genggam dan banchtop dengan cara pengukuran 2 kawat. Ukur lagi dengan multimeter benchtop dengan cara pengukuran 4 kawat.
4. Perhatikan hasil pembacaan dan pengukuran tersebut. Apakah hasil pengukuran sama dengan hasil perhitungan? Diskusikan dan masukkan dalam laporan
Percobaan 2: Pengukuran DC dan AC steady state 7
Percobaan 2 : Pengukuran DC dan AC steady state
Pendahuluan: Rangkaian DC Teorema Thevenin
Suatu rangkaian aktif (dengan sumber tegangan dan/ atau sumber arus dependen maupun independen) yang bersifat linier dengan 2 kutub (terminal) a dan b, dapat diganti dengan
Gambar 2-1 Konsep Teorema Thevenin VT = tegangan pada a-b dalam keadaan tanpa beban (open circuit) = VOC
RT = resistansi pada a-b “dilihat” kearah rangkaian dengan semua sumber independen diganti dengan resistansi dalamnya.
Dengan teorema ini kita dapat menghitung arus beban dengan cepat bila beban diubah-ubah.
1) Percobaan Teorema Thevenin (Rangkaian 1)
1. Dalam percobaan ini, teorema Thevenin dipergunakan untuk mencari arus pada beban R (R1, R2, atau R3) pada cabang C-D secara tidak langsung, dengan mengukur VT, RT, dan R.
Kemudian hasilnya dibandingkan dengan pengukuran arus melalui beban secara langsung dengan membaca milli Ammeter.
2. Gunakan kit Thevenin dan Norton. Pasanglah sumber tegangan searah 20 V pada A-B.
pada cabang C-D pasanglah mA meter seri dengan beban R1, seperti pada Gambar 2-2.
Catat arus yang melalui R1.
Gambar 2-2 Pengukuran arus rangkaian
8 Percobaan 2: Pengukuran DC dan AC steady state 3. Bukalah beban & mA-meter, sehingga C-D terbuka (open circuit). Ukurlah tegangan open circuit C-D dengan Voltmeter Elektronik yang mempunyai impendansi input tinggi, (seperti pada Gambar 2-3), catat tegangan open circuit ini sebagai nilai VT. Perhatikan bahwa tegangan sumber A-B harus tetap = 20 V.
Rangkaian
Gambar 2-3 Pengukuran tegangan Thevenin
4. Untuk mengukur RT, yaitu resistansi yang “dilihat” pada terminal C-D ke arah kiri, bukalah/lepaskan sumber tegangan dari A-B dan hubung singkatkan A-B, seperti pada Gambar 2-4. Ukurlah resistansi pada terminal C-D dengan ohmmeter (atau jembatan).
Rangkaian
Gambar 2-4 Pengukuran resistansi Thevenin/ Norton (RT) 5. Ukurlah resistansi R1
6. Hitunglah arus melalui R1 dari:
Gambar 2-5 Pengukuran arus pada rangkaian pengganti Thevenin 1
Percobaan 2: Pengukuran DC dan AC steady state 9 7. Bandingkan hasil perhitungan tersebut dengan hasil yang saudara peroleh dari
pengukuran pada langkah no 3.
8. Ulangilah percobaan Thevenin ini (langkah 3 sampai 7) untuk harga R = R2 dan R = R3. 9. Tuliskan hasil percobaan di atas dalam bentuk tabel pada Buku Catatan Laboratorium
(BCL).
2) Transfer Daya Maksimum
1. Gunakan Kit Teorema Norton. Rangkai rangkaian pembagi tegangan seperti gambar di bawah ini dengan nilai resistor RA = 3,3 k dari kit praktikum serta RB = resitor variabel metrik x10 k, x1 k , x100 .
RA
10 V Vs
RB
V A
Gambar 2-6 Rangkaian percobaan pembagi tegangan
2. Amati dan catat tegangan, arus dan daya yang terjadi pada resistor beban RB sesuai dengan Tabel 2-1.
3. Gambarkan grafik daya vs RB pada Buku Catatan Laboratorium dan amati adanya tegangan maksimum.
4. Atur RB hingga diperoleh nilai RB yang memberi nilai daya maksimum.
5. Sampaikan analisis hasilnya pada laporan.
Tabel 2- 1 Pengukuran Transfer Daya Maksimum
No RB() VB(V) IB (A) PB (Watt)
1 200 2 400 3 800 4 1600 5 3200 6 6400 7 12800 8 512000
10 Percobaan 3: Pengukuran DC dan AC steady state
Percobaan 3: Gejala Transien 11
Percobaan 3 : Gejala Transien
1. Pengukuran Beda Fasa dengan Osiloskop Tujuan :
1. Melakukan pengukuran beda fasa dengan metode dual trace dan Lissajous
Langkah Percobaan:
1. Gunakan kit Rangkaian RL dan RC. Buat rangkaian seperti pada gambar berikut.
2. Atur generator sinyal pada frekuensi 100 Hz gelombang sinus, dengan tegangan sebesar 2 Vpp.
Gambar 3-1 Rangkaian penggeser fasa
3. Ukur beda fasa antar sinyal input dan output rangkaian penggeser fasa dengan menggunakan cara membaca dual trace dan Lissajous (menggunakan mode XY).
Pada pengukuran beda fasa dengan dual trace, yakinkan Source Trigger bukan vertical.
4. Ulangi percobaan untuk nilai frekuensi 1 kHz.
5. Tuliskan hasil pengukuran pada Tabel 3-1 lakukan Lakukan analisa dan sampaikan hasilnya dalam laporan.
out in
12 Percobaan 3: Gejala Transien Tabel 3-1 Hasil pengukuran beda fasa dengan osiloskop
Frekuensi (Hz) Dual Trace Lissajous
Sketsa Tampilan (o) Sketsa Tampilan (o) 10k
50k
2. Pengukuran Faktor Penguatan dengan Osiloskop Tujuan :
1. Melakukan pengukuran faktor penguatan dengan mode XY dan dual trace
Langkah Percobaan:
1. Gunakan bagian “Penguat” (pada kit Osiloskop dan Generator Sinyal, jangan lupa menghubungkan catu dayanya ke jala-jala). Sebagai inputnya, gunakan gelombang sinus 1 kHz 2 Vpp dari Generator Fungsi.
2. Ukur penguatan (Vo/Vi) dari sinyal di input ke output menggunakan cara langsung (mode xy) dan dengan dual trace.
3. Tuliskan hasil pengukuran pada Buku Catatan Laboratorium.
Tabel 3-2 Hasil pengukuran faktor penguatan dengan osiloskop
Vinput Cara Langsung Cara Dual Trace
Tegangan (Vpp)
Frekuensi (kHz)
Faktor Penguatan Vout (Vpp)
Faktor Penguatan
2 1
Percobaan 3: Gejala Transien 13
3. Pengukuran Frekuensi dengan Osiloskop Tujuan:
1. Melakukan pengukuran frekuensi pada domain waktu
Langkah Percobaan:
1. Gunakan kit Box Osilator. Hubungkan dengan sumber tegangan DC 5 V.
2. Gunakan keluaran dari osilator dan amati pada osiloskop.
3. Ukur frekuensi salah satu osilator f1, f2 dan f3 dengan menggunakan cara langsung Tabel 3-3 Hasil pengukuran frekuensi dengan osiloskop
Posisi Selektor Frekuensi
Pengukuran frekuensi Cara Langsung Tsinyal (s) fsinyal (Hz) f1
f2
f3
4. Pengukuran Konstanta Waktu pada Rangkaian Orde 1 dengan Osiloskop
Tujuan:
1. Mengamati respon transien dari sistem orde 1
2. Menghitung nilai konstanta waktu dari respon transien orde 1
Langkah Percobaan:
1. Gunakan Kit Gejala Transien dan siapkan rangkaian seperti Gambar 3-2, dengan nilai komponen pada Tabel 3-4.
Gambar 3-2 Rangkaian dasar gejala transien
14 Percobaan 3: Gejala Transien Tabel 3-4 Nilai komponen RC pada percobaan 1
Komponen Nilai
R1 2,2 k
R2 4,7 k
C1 220 nF
C2 470 nF
2. Sistem switch pada rangkaian (S1, S2, S3, dan S4) dikendalikan secara elektrik dengan masukan sinyal masing-masing switch seperti pada gambar berikut.
Gambar 3-3 Sinyal Kontrol
Percobaan 3: Gejala Transien 15 3. Siapkan Osiloskop.
4. Hubungkan kabel power supply AC (outlet) dari kit Transien ke jala-jala.
5. Hubungkan VCC dan Ground ke Power-Supply dengan tegangan 5V dc.
6. Pergunakan sinyal “Vcontrol S1” atau VCS1 sebagai sinyal sinkronisasi.
7. Gunakan kanal-1 Osiloskop untuk melihat tegangan yang terjadi di C1 (VC1). Dan catat plot tegangan-waktu dari VC1.
8. Gunakan kanal-2 Osiloskop untuk melihat tegangan yang terjadi di C2 (VC2). Dan catat plot tegangan-waktu dari VC2.
9. Gabungkan kedua channel dengan fungsi “DUAL” di osiloskop. Plot secara detail gabungan dari VC1 dan VC2 vs waktu.
10. Gunakan data pengukuran dari tiga titik pada kurva (t=0, y(0); t=t1, y(t1); t=t2, y(t2)). Hitung konstanta waktu dari kedua sinyal lalu sertakan pada Buku Catatan Laboratorium dan laporan.
11. Tuliskan hasil percobaan di atas dalam bentuk tabel dalam Buku Catatan Laboratorium.
5. Pengamatan Gejala Transien Orde 2 Tujuan:
1. Mengamati berbagai tipe respon transien dari sistem orde 2
Langkah Percobaan:
1. Susunlah rangkaian menggunakan KIT Rangkaian RL & RC sehingga membentuk rangkaian pada Gambar 3-4 dibawah ini.
Gel. Kotak
Gambar 3-4 Susunan rangkaian gejala transien orde 2
16 Percobaan 3: Gejala Transien Catatan:
- RL dan RG adalah resistansi internal komponen/perangkat - Rvar adalah blok resistor variabel
2. Ukur nilai RL yang ada pada kit percobaan anda, dan catat pada BCL.
3. Pasang probe oscilator pada posisi Vc di channel 1 dan output dari generator fungsi di channel 2 osiloskop.
4. Ubah-ubah tampilan osiloskop, sehingga untuk nilai Rvar sekitar 50 ohm, Gambar yang terlihat di kanal 1 adalah seperti gambar 4E dibawah.
Gambar 3-5 Gelombang transien ‘underdamped’
5. Ubah nilai Rvar menjadi sekitar 100 Ω, amati bentuk gelombang di osiloskop kanal 1 dan catat di BCL.
6. Ubah nilai Rvar menjadi sekitar 2 kΩ, amati bentuk gelombang dan catat di BCL.
7. Carilah nilai Rvar yang membuat kondisi ‘critically damped’. Catat nilai dan gambar di BCL.
6. Pengukuran Fasor Tegangan pada Rangkaian RC Tujuan :
1. Melakukan Pengukuran Fasor Tegangan
Langkah Percobaan:
Percobaan 3: Gejala Transien 17 1. Gunakan kit Rangkaian RL dan RC dan buatlah rangkaian dengan harga-harga
besaran seperti pada Gambar 3-6
V
iC
R
Gambar 3-6 Rangkaian RC untuk pengukuran fasor Vi = 2 V rms (bentuk gelombang sinus)
R = 10 K; C= 0,1F; f = 300 Hz
2. Hitunglah VR dan VC dengan harga besaran yang telah diketahui.
3. Ukurlah VR dan VC dengan multimeter. Cek apakah Vi = VR + VC. 4. Amati Vi, VR dan VC dengan osiloskop.
5. Carilah beda fasa antara Vi dan VR, juga antara VC dan VR dengan bantuan osiloskop.
6. Carilah hasil perhitungan, pengukuran dan pengamatan saudara ke dalam bentuk tabel dalam Buku Catatan Laboratorium (BCL). Gambarkan juga dalam bentuk diagram fasor.
7. Pengukuran Tegangan untuk Mengamati Pengaruh Frekuensi
Tujuan:
1. Mengamati Respon Frekuensi dengan Plot Bode
Langkah Percobaan:
18 Percobaan 3: Gejala Transien 1. Gunakan Kit Rangkaian RL dan RC dan buatlah rangkaian RC seperti pada
percobaan rangkaian diferensiator, dengan harga R = 10 k dan C = 8,2 nF.
Gambar 3-7 Rangkaian percobaan fungsi diferensial dengan RC 2. Hitunglah konstanta waktu ( = RC) serta frekuensi cut-off (fo) = 1/(2).
3. Aturlah bentuk masukan sinusoidal.
4. Ukurlah Vo (tegangan keluaran) /Vi (tegangan masukan) dengan bantuan osiloskop (input di kanal-1 dan output di kanal-2) untuk 5 titik pengukuran yaitu: (pilih salah satu HPF atau LPF)
• 1 titik frekuensi cut off (petunjuk: ubah frekuensi input dimana frekuensi ini di sekitar frekuensi cut off hasil perhintungan sehingga diperoleh Vo/Vi = 1/2 atau = 0,7. Kemudian catat frekuensi ini sebagai fo).
• 2 titik untuk zona datar (LPF) atau zona naik (HPF). (petunjuk: pilih titik frekuensi 1/100 fo dan 1/10 fo)
• 2 titik untuk zona turun (LPF) atau zona datar (HPF). (petunjuk: pilih titik frekuensi 10 fo dan 100 fo)
5. Hitunglah Vo/Vi yang terjadi dalam dB.
6. Catatlah hasilnya dalam tabel dalam BCL. Plot 5 titik pengukuran tersebut dengan skala logaritmik. Hasil plot 5 titik pengukuran adalah seperti grafik pada Gambar 3.8
7. Plot hasil tersebut ke dalam grafik frekuensi-fasa seperti contoh pada Gambar 3-9
Percobaan 3: Gejala Transien 19 Gambar 3-8 Contoh plot Bode untuk magnituda
Gambar 3-9 Contoh plot Bode untuk fasa
:LPF
:HPF
20 Lampiran A: Akurasi, Presisi dan Nilai Penting
Lampiran A: Akurasi, Presisi dan Nilai Penting
Di setiap melakukan pengukuran, selalu saja terdapat error pada hasil pengukuran tersebut.
Misalnya, kita akan mendapatkan hasil yang tidak benar-benar sama dari beberapa kali pengulangan pengukuran nilai tegangan dari terminal yang sama dengan Voltmeter. Lantas, bagaimana cara mengetahui error pengukuran sehingga nilai yang sebenarnya dapat diperoleh? Ada dua parameter yang berkaitan dengan error pengukuran tersebut, yaitu akurasi dan presisi.
Akurasi dan Presisi
Akurasi menyatakan seberapa dekat nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya (true value) atau nilai yang dianggap benar (accepted value). Jika tidak ada data bila sebenarnya atau nilai yang dianggap benar tersebut maka tidak mungkin untuk menentukan berapa akurasi pengukuran tersebut.
Presisi menyatakan seberapa dekat nilai hasil dua kali atau lebih pengulangan pengukuran.
Semakin dekat nilai-nilai hasil pengulangan pengukuran maka semakin presisi pengukuran tersebut.
a b
c d
Gambar A-1. A. Presisi dan akurasi tinggi; b. Presisi rendah, akurasi tinggi;
c. Presisi tinggi, akurasi rendah; d. Presisi dan akurasi rendah
Error Sistematik dan Error Acak
Error sistematik akan berdampak pada akurasi pengukuran. Jika error sistematik terjadi maka akurasi pengukuran tidak dapat ditingkatkan dengan melakukan pengulangan pengukuran.
Lampiran A: Akurasi, Presisi dan Nilai Penting 21 Biasanya, sumber error sistematik terjadi karena istrumen pengukuran tersebut tidak terkalibrasi atau kesalahan pembacaan (error paralax, misalnya).
Error acak akan berdampak pada presisi pengukuran. Error acak hadir memberikan hasil pengukuran yang fluktuatif, di atas dan di bawah nilai sebenarnya atau nilai yang diangap benar. Presisi pengukuran akibat error acak ini dapat diperbaiki dengan melakukan pengulangan pengukuran. Biasanya, error ini terjadi karena permasalahan dalam memperkirakan (estimating) nilai pengukuran saat jarum berada di antara dua garis-skala atau karena nilai yang ditunjukan oleh instrumen tersebut berfluktuasi dalam rentang tertentu.
Nilai Penting
Nilai penting (signifikan) dari suatu pengukuran bergantung pada unit terkecil yang dapat diukur menggunakan instrumen pengukuran tersebut. Dari nilai penting ini, presisi pengukuran dapat diperkirakan.
Secara umum, presisi pengukuran adalah ±1/10 dari unit terkecil yang dapat diukur oleh suatu instrumen pengukuran. Misalnya, sebuah mistar yang memiliki skala terkecil 1mm akan digunakan untuk mengukur suatu panjang benda. Dengan demikian, pengukuran panjang yang dilakukan tersebut dapat dikatakan memiliki presisi sebesar 0.1mm.
Perkiraan presisi di atas berbeda bila kita menggunakan instrumen digital. Biasanya presisi pengukuran dengan instrumen digital adalah ±1/2 dari unit terkecil yang dapat diukur oleh suatu instrumen pengukuran tersebut. Misalnya, nilai tegangan yang ditunjukan oleh Voltmeter digital adalah 1.523V ; dengan demikian, presisi pengukuran tegangan tersebut adalah ±1/2 x 0.001 atau sama dengan ±0.0005V.
Angka Penting pada Praktikum
Penggunaan jumlah angka penting pada praktikum bergantung pada alat ukur yang digunakan. Hasil pengukuran tegangan, arus, dan resistansi dengan Multimeter Digital 3,5 digit dapat menggunakan 3 angka penting. Namun hasil pembacaan tegangan dengan osiloskop hanya memberikan 2 angka penting. Frekuensi sinyal yang dihasilkan Generator Sinyal biasa dapat dinyatakan dalam 2-3 angka penting, sedangkan frekuensi dari Synthesized Signal Generator dapat dinyatakan hingga 4 angka penting.
22 Lampiran B: Nilai dan Rating Komponen
Lampiran B: Nilai dan Rating Komponen
Resistor
Fungsi
Resistor berfungsi untuk mengatur aliran arus listrik. Misalnya, resistor dipasang seri dengan LED (Light-Emitting Diode) untuk membatasi besar arus yang melalui LED.
Kode Warna
Gambar B-1 Resistor
Resistor yang biasa kita jumpai memiliki nilai resistansi yang direpresentasikan oleh kode warna pada badan resistor. Resistor tersebut adalah seperti yang ditunjukan pada Gambar B-1.
Tabel B-1 Kode warna
Warna A
Label kode warna pada badan resistor ada yang berjumlah 4, 5 atau 6 gelang warna. Aturan pembacaan kode warna tersebut adalah sebagai berikut:
Lampiran B: Nilai dan Rating Komponen 23 8. warna pertama: angka pertama nilai resistansi (resistor dengan 4, 5 atau 6 gelang
warna)
9. warna kedua: angka kedua nilai resistansi (resistor dengan 4, 5 atau 6 gelang warna)
10. warna ketiga: faktor pengali (pangkat dari sepuluh) dengan satuan (resistor dengan 4 gelang warna) atau angka ketiga nilai resistansi (resistor dengan 5 atau 6 gelang warna)
11. warna keempat: toleransi (resistor dengan 4 gelang warna) atau faktor pengali (pangkat dari sepuluh) dengan satuan (resistor dengan 5 atau 6 gelang warna) 12. warna kelima: toleransi (resistor dengan 5 atau 6 gelang warna)
13. warna keenam: koefisien temperatur dengan satuan PPM/0C (resistor dengan 6 gelang warna)
Nilai Resitor
Resistor tidak tersedia dalam sebarang nilai resistansi. Nilai resistansi setiap resistor mengikuti standard Electronic Industries Association (EIA). Nilai tersebut dikenali dengan E6 dengan 6 nilai berbeda, E12 dengan 12 nilai, E24 dengan 24 nilai dst. Hingga E192 dengan 192 nilai.
Nilai resistansi berdasarkan EIA yang paling banyak dijumpai di pasaran adalah seri E6. Nilai seri ini mempunyai toleransi 20%. Keenam nilai itu adalah 1, 1.5, 2.2, 3.3, 4.7, dan 6.8. Untuk menyatakan nilai resistansi atau misalnya maka nilai resistansi dalam E6 adalah salah satu angka tersebut dikalikan nilai orde dekadenya. Contoh 1, 10, 1 k, 2,2 nF, 2,2 mikro farad.
Nilai seri berikutnya adalah seri E12. Nilai seri ini memberikan toleransi 10%. Ke 12 nilai dalam seri ini adalah 6 nilai dari seri E6 ditambah 6 nilai antara. Nilai dalam keluarga E12 adalah 1, 1.2, 1.5, 1.8, 2.2, 2.7, 3.3, 3.9, 4.7, 5.6, 6.8, dan 8.2.
Selain nilai-nilai resistansi di atas, ada nilai-nilai resistansi lebih presisi yang sukar dijumpai.
Nilai-nilai resistansi itu mengukuti standard EIA seri E24 (toleransi 5% dan 2%), E96 (1%) dan E192 (0.5%, 0.25% dan 0.1%). Secara lengkap, nilai-nilai resistansi tersebut dapat dilihat di [1].
Keluarga nilai komponen ini juga digunakan untuk nilai kapasitansi.
Rating Daya
Ketika melewati resistor, energi listrik diubah menjadi energi panas. Tentu saja dampak energi panas yang berlebih akan menimbulkan kerusakan pada resistor. Oleh karena itu, resistor memiliki rating daya yang merepresentasikan seberapa besar arus maksimum yang diperkenankan melewati resistor.
Rating daya resistor yang banyak digunakan adalah ¼ Watt atau ½ Watt. Resistor tersebut adalah resistor dengan label kode warna yang banyak dipasaran. Selain itu, ada pula resistor
24 Lampiran B: Nilai dan Rating Komponen dengan rating tegangan 5 Watt atau lebih besar. Untuk resistor jenis ini nilai resistansi dan rating tegangannya dapat dibaca secara langsung di badan resistornya.
Perlu diperhatikan bahwa guna keamanan dan agar resistor tidak mudah rusak (terbakar), pastikan menggunakan resistor yang menghasilkan daya disipasi maksimum sebesar 60%
rating daya disipasinya.
Kapasitor
Fungsi
Kapasitor adalah komponen yang bekerja dengan menyimpan muatan. Aplikasi kapasitor diantaranya digunakan sebagai filter pada rangkaian penyearah tegangan.
Ada dua tipe kapasitor, yaitu polar dan nonpolar/ bipolar. Perbedaan dari keduanya adalah pada ketentuan pemasangan kaki-kakinya. Polaritas pada kapasitor polar dapat diketahui melalui label polaritas (negatif atau positif) kaki kapasitornya atau panjang-pendek kaki-kakinya. Pemasangan kapasitor polar ini harus sesuai dengan polaritasnya. Sementara, untuk pemasangan kapasitor nonpolar, tidak ada ketentuan pemasangan polaritas kaki-kakinya karena itu pula pada kapasitor nonpolar tidak ada label polaritasnya.
Desain kapasitor, baik polar maupun nonpolar, ada dua bentuk, yaitu aksial dan radial. Contoh bentuk kapasitor aksial dan radial ditunjukan pada Gambar B-2 (perhatikan posisi kaki-kakinya).
Gambar B-2 Kapasitor bentuk radial (kiri) [2] dan kapasitor bentuk aksial (kanan) [3]
Kapasitor Polar
Gambar B-3 Dari kiri: simbol kapasitor polar, kapasitor tantlum dan kapasitor elektrolit [2]
Kapasitor elektrolit dan kapasitor tantalum adalah contoh jenis kapasitor polar. Rating tegangan kedua kapasitor tersebut rendah, yaitu 6.3 V – 35 V. Pada badan kapasitor tersebut
Lampiran B: Nilai dan Rating Komponen 25 tercetak label polaritas yang menunjukan polaritas kaki komponen yang sejajar dengan label polaritas tersebut.
Saat ini, nilai kapasitansi dan rating tegangan kedua jenis kapasitor tersebut dapat dibaca langsung dari label yang tercetak dengan jelas pada badan kapasitornya. Namun, pada kapasitor tantalum biasanya dicetak dengan kode angka. Dahulu, mungkin saat ini juga masih ditemukan di beberapa toko komponen elektronik, nilai kapasitansi dan rating tegangan kapasitor tantalum dicetak dengan label kode warna. Kode warna tersebut mengikuti kode warna standard (seperti kode warna pada resistor).
Besar muatan yang dapat disimpan oleh suatu kapasitor ditunjukan oleh nilai yang tertera
Besar muatan yang dapat disimpan oleh suatu kapasitor ditunjukan oleh nilai yang tertera