• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PERANCANGAN

3.4. Pre-processing

Tahapan ini merupakan tahap pengolahan citra yang bertujuan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses ketahapan selanjutnya.

Tahapan pre-processing yaitu grayscale, dan thresholding.

3.4.1. Cropping

Cropping merupakan proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada area citra. Untuk memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat, yaitu koordinat awal yang merupakan awal koordinat bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan.

Pada penelitian ini cropping dilakukan secara manual dengan memotong background dari gambar mobil tersebut. Aplikasi yang digunakan untuk memotong gambar adalah Microsoft Paint. Proses pemotongan dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Cropping 3.4.2. Resizing

Resizing merupakan proses mengubah ukuran citra, baik memperbesar ataupun memperkecil resolusi citra, dalam hal ini citra mobil diubah ukurannya menjadi 300 x 300 piksel.

31

3.4.3. Grayscale

Citra mobil yang diinput awal merupakan citra dengan format jpg. Kemudian dilakukan proses tahap awal yaitu grayscalling. Grayscale dilakukan dengan tujuan untuk mengkonversi citra berwarna menjadi citra skala keabuan.

Grayscale dilakukan untuk mengambil nilai dari threshold. Cara melakukan grayscale adalah dengan mengambil semua pixel pada gambar kemudian warna tiap pixel akan diambil informasi mengenai 3 warna dasar yaitu merah, hijau dan biru, ketiga warna dasar ini akan dijumlahkan kemudian dibagi tiga sehingga didapat nilai rata-rata. Nilai rata-rata inilah yang akan dipakai untuk memberikan warna pada pixel gambar sehingga warna menjadi grayscale, tiga warna dasar dari sebuah pixel akan diset menjadi nilai rata-rata. Seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Contoh Perhitungan Grayscale

Hasil dari proses grayscale dapat terlihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Grayscale

3.4.4. Thresholding

Tahap selanjutnya yaitu mengidentifikasi gambar dengan latar belakang menggunakan binarization (thresholding). Dengan tujuan untuk menghasilkan citra hitam putih yang bersih dari tingkat keabuan (grayscale), atau dengan kata lain metode ini mengkonversi citra gray-level ke citra bilevel (binary image).Cara melakukan thresholding hampir sama dengan melakukan grayscale, bedanya warna rata-rata akan dikelompokkan menjadi dua, jika intensitas warna dimulai dari 0 sampai dengan 255 maka diambil nilai tengahnya atau ambang batas yaitu 128. Jika dibawah 128 maka warna akan cenderung hitam dan diatas 128 warna akan cenderung putih. Contoh perhitungan dari thresholding dapat dilihat pada Gambar 3.7.

33

Gambar 3.7 Contoh Perhitungan Thresholding Hasil dari proses thresholding dapat terlihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Thresholding

3.5. Identification

Tahap selanjutnya yaitu identifikasi menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN) yang terdiri dari 3 layer yaitu Convolutional layer, Max pooling layer, dan Fully connected layer. Proses ini bertujuan untuk melakukan identifikasi terhadap objek.

3.5.1. Convolutional Layer

Convolutional Layer melakukan operasi konvolusi terhadap input atapun output dari layer sebelumnya. Tujuan dilakukannya konvolusi pada data citra adalah untuk mengekstraksi fitur dari citra input seperti pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Contoh Citra Input 5 x 5 Piksel

Nilai intensitas citra yang lebih dari atau sama dengan nilai threshold akan diubah menjadi 1 (berwarna putih) sedangkan nilai intensitas citra yang kurang dari nilai threshold akan diubah menjadi 0 (berwarna hitam). Perubahan nilai piksel pada proses thresholding ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Perubahan Nilai Piksel Citra Input dan Feature Detector

0 0 0 0 0

35

Hasil dari jumlah perkalian matriks antara matriks feature detector dan matriks pada citra input akan menghasilkan feature map seperti pada Gambar 3.11 merupakan representasi feature map 3 x 3 piksel.

Gambar 3.11 Feature Map

Gambar 3.10 merupakan salah satu contoh citra input yang telah direpresentasikan ke dalam bentuk 5 x 5 piksel dengan perubahan nilai piksel pada proses threshold 3 x 3 sebagai feature detector proses konvolusi. Gambar 3.11 merupakan representasi feature map 3 x 3 piksel. Nilai stride yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 karena proses pengklasifikasian pada sistem ini juga berdasarkan bentuk. Feature detector bergerak dari sudut kiri atas dari gambar input dan bergeser ke kanan sebanyak 1 piksel hingga semua piksel dari baris pertama gambar input terlalui. Setelah semua baris pertama dari citra input dilalui, feature map akan turun ke baris selanjutnya hingga semua piksel yang dimiliki dilalui kemudian disimpan dalam matriks yang baru. Proses konvolusi dapat dilihat pada Gambar 3.12.

C1,1 C2,1 C3,1

Gambar 3.12 Representasi proses konvolusi

Untuk setiap piksel, kita menghitung jumlah elemen perkalian antara matriks feature detector dan matriks pada gambar input. Hasil dari jumlah perkalian matriks tersebut akan menghasilkan feature map. Nilai dari feature map dihitung melalui Persamaan 2.3.

Ci,j = A x P1 + B x P2 + C x P3 + D x P4 + E x P5 (2.3) + F x P6 + G x P7+ H x P8 + I x P9

Keterangan :

Ci,j = Nilai feature map yang dihasilkan proses konvolusi A-I = Nilai matriks gambar input

P1-9 = Nilai matriks feature detector

0 0 0 0 0

37

Berdasarkan Persamaan 2.3, perhitungan untuk menentukan nilai feature map adalah sebagai berikut :

C1,1 = (0 x 0) + (0 x 0) + (0 x 0) + (255 x 1) + (255 x 1) + (255 x 1) + (255 x 1) + feature detector tersebut akan menghasilkan feature map. Nilai feature map yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 3.13.

1530 1020 510 1275 765 255 1020 510 0

Gambar 3.13 Hasil feature map

3.5.2. Max Pooling Layer

Hasil dari proses konvolusi tersebut selanjutnya masuk ke proses max pooling.

Tahap ini akan membagi feature map menjadi beberapa grid kecil, kemudian mengambil nilai maksimal dari setiap grid tersebut. Max pooling akan menghasilkan output yang lebih kecil dari feature map tetapi mengambil nilai maksimal dari matriks tersebut. Proses dari Max pooling berukuran 2 x 2 piksel direpresentasikan pada Gambar 3.14 dan hasil dari max pooling pada Gambar 3.15.

Gambar 3.14 Proses Max Pooling 1530 1020 510

39

Hasil nilai maksimum pada max pooling ditunjukkan pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Hasil Max Pooling

Gambar 3.15 merupakan hasil dari Max Pooling layer dari Gambar 3.13.

Matriks yang digunakan untuk max pooling berukuran 2 x 2 piksel dan mencari nilai maksimum yang ada pada matriks tersebut. Matriks 2 x 2 bergerak dari sudut kiri atas pada feature map dan bergeser ke matriks 2 x 2 selanjutnya sampai melalui semua nilai yang terdapat pada feature map. Hasil dari proses max pooling kemudian dimasukkan kedalam proses flattening.

3.5.2.1. Flattening

Hasil dari proses max pooling kemudian dimasukkan kedalam proses flattening.

Pada proses ini setiap hasil dari max pooling layer harus ditransformasikan menjadi array satu dimensi sebelum dimasukkan ke proses fully connected layer.

Hasil dari proses flattening dapat dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Hasil flattening

3.5.3. Fully Connected Layer

Pada tahap ini, dilakukan pembuatan model convolutional neural network antara lain menentukan jumlah hidden layer, epoch dan jumlah neuron.

1530 1020

3.5.3.1. Penentuan hidden layer

Pada penelitian ini, penentuan dari jumlah hideden layer yang optimal dilakukan dengan menggunakan cara identifikasi. Jumlah hidden layer yang digunakan pada penelitian ini adalah dari 50 hidden layer.

3.5.3.2. Penentuan epoch

Penentuan jumlah epoch yang optimal dilakukan dengan menggunakan cara identifikasi. epoch yang digunakan pada penelitian ini adalah dari 1000 epoch.

3.5.3.3. Penentuan jumlah neuron

Jumlah neuron pada hidden layer yang akan digunakan adalah 300 x 300 piksel yaitu 90.000 neuron. Pada penelitian ini, jumlah neuron yang digunakan pada fully connected layer adalah sebanyak 90.000 neuron.

Gambar 3.17 Pseudecode Proses Metode CNN

41

Dokumen terkait