• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.5. Prediksi Pola Pengendapan Lumpur 1 Teori Pemodelan Sistem

Sistem menurut Manetsch dan Park (1979) dalam Eryatno (1998) adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Dalam sistem terjadi penyatuan dari komponen-komponen yang bekerja yang berinteraksi teratur dan saling bergantung satu sama lain (Muhammadi et al.,2001; Marimin, 2004).

Banyaknya kriteria kompleks yang harus diperhatikan dalam sistem penanganan limbah menyebabkan penelitian eksperimen sulit dilakukan terutama dalam memprediksi kualitas air maupun air limbah (James,1994). Kriteria yang komplek menyebabkan parameter yang dikaji sangat beragam. Oleh karena keragaman yang tinggi maka tidak mungkin dikaji oleh satu atau dua metode spesiifik saja, dalam hal ini kesisteman diperlukan untuk memadukan setiap proses dan elemen yang bekerja (Eryatno,1998; Muhammadi et al.,2001 Marimin, 2004). Dalam pendekatan kesisteman digunakan model untuk merepresentasikan kondisi di lapangan.

Model dapat dikatakan sebagai suatu perwakilan atau abtraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Mantulangi (1993) menyatakan bahwa model adalah bentuk informasi tentang kumpulan sistem dengan tujuan mempelajari sistem tersebut. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Model juga disebut sebagai suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses yang terjadi atau merupakan representasi dari kondisi aktual suatu sistem (Muhammadi et al.,2001). Suatu model yang berbeda untuk sistem yang sama dapat diperoleh dengan melakukan analisis yang berbeda dalam sistem tersebut. Dasar utama pengembangan model adalah untuk menemukan peubah- peubah apa yang penting dan tepat sehingga pengkajian terhadap hubungan- hubungan yang terdapat diantara peubah dapat dikaji. Teknik kualitatif seperti regresi dan simulasi digunakan untuk mempelajari keterkaitan antar parameter peubah dalam sebuah model (Eryatno,1998).

Simulasi adalah suatu aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya sama atau seperti keadaan pada sistem yang sebenarnya (Eryatno,1998). Secara singkatnya merupakan peniruan perilaku suatu gejala atau proses yang bertujuan untuk memahami

perilaku tersebut dan membuat analisis serta peramalan perilaku gejala atau proses di masa datang (Muhammadi et al.,2001). Sedangkan Mantulangi (1993), menyatakan bahwa simulasi merupakan model matematika yang dapat menjelaskan perilaku sistem dalam suatu lintasan waktu. Melalui observasi perilaku model matematika pada lintasan waktu tersebut, analis dapat menduga perilaku sistem yang sebenarnya.

Di dalam metode simulasi dicoba untuk ditemukan model yang cocok dengan persolan yang dihadapi. Perumusan persoalan dan pembuatan model dilakukan berdasarkan keadaan masalah yang dihadapi. Di dalam simulasi model untuk masalah yang satu kemungkinan akan berbeda dengan model untuk masalah lainnya. Keuntungan dari simulasi model adalah fleksibilitasnya yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi (Mantulangi,1993).

II.5.2. Pemodelan Sistem untuk Memprediksi Pengendapan Lumpur

Pola pengendapan lumpur aktif mampu diidentifikasi apabila diketahui kecepatan pengendapan lumpur tersebut. Kecepatan pengendapan tersebut berubah terus tergantung dari waktu dan konsentrasi lumpur dan faktor-faktor biologis lumpur. Sampai saat ini belum ada yang mampu memadukan faktor- faktor biologis yang berpengaruh terhadap pengendapan lumpur aktif secara komprehensif sehingga menjadi sebuah formula. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang terkait. Oleh karena itu dilakukan pendekatan model untuk mendefinisikan hubungan dalam proses pengendapan lumpur aktif.

Model yang banyak digunakan untuk menentukan hubungan kecepatan pengendapan zona lumpur pada berbagai konsentrasi adalah model Vesilind (1986 )[persamaan 1] yang mengandung 2 parameter konstan: Vo dan n. Untuk memperoleh parameter Vesilind dilakukan percobaan pengenceran yang lama, menghamburkan tenaga dan menghasilkan data yang menyebar (Vanderhasselt dan Vanrolleghem, 2000). Beberapa pendekatan lain dilakukan untuk menghubungkan indeks volume lumpur (SVI,SSVI) dengan parameter Vo dan n melalui fungsi empirik. Hubungan tersebut bisa diperoleh dengan mengambil data eksperimen yang banyak dari SVI dan parameter Vesilind. Akan tetapi hubungan tersebut masih dipertanyakan validitasnya dikarenakan kecepatan pengendapan zona lumpur dengan stirrer (Vzs) dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang tidak berhubungan dengan parameter Vesilind ataupun SVI (Vanderhasselt dan Vanrolleghem, 2000).

Model lain yang digunakan untuk memprediksi kecepatan pengendapan lumpur adalah model yang diajukan oleh Takacs et al (1991)[persamaan 2]. Model ini mampu mendeskripsikan konsentrasi yang rendah dengan lebih baik dibanding model Vesilind. Model Takacs sering disebut sebagai persamaan dua eksponensial (Renko, 1998). Kelemahan model ini adalah banyaknya parameter (5 parameter) yang diperoleh sehingga tidak praktis digunakan di lapangan.

Penelitian lanjutan mengenai kecepatan pengendapan juga dilakukan oleh Renko (1998)[persamaan 3]. Model ini mampu mengatasi kelemahan model Takacs dengan parameter yang lebih sedikit. Model Renko juga mampu mengidentifikasi hubungan antara SSVI dan kecepatan pengendapan zona.

nX

s V e

V = 0 − ...[1]

Dimana,

Vs : Kecepatan pengendapan zona (m.h-1) 0

V : Kecepatan pengendapan maksimum (m.h-1)

n : Parameter Konstanta Vesilind (m3.kg-1)

X : Konsentrasi lumpur aktif (m-3.kg).

p j p h j hX r X r sj Ve Ve V = 0 − − 0...[2] ' 0≤VsjV0 Dimana, sj

V : Kecepatan pengendapan dari partikel padat pada layer j 0

V : Kecepatan pengendapan maksimum

' 0

V : Kecepatan pengendapan maksimum (praktis)

rh , rp : Parameter pengendapan Takacs yang menggambarkan pengendapan padatan

rh : Parameter pengendapan Takacs yang berhubungan dengan komponen yang menghambat pengendapan.

rp : Parameter pengendapan Takacs yang berhubungan dengan konsentrasi rendah dan komponen larutan yang lambat mengendap.

min

* X X

X = j

j

X : Konsentrasi padatan di layer j

in

nsx

f Xmin =

min

X : Konsentrasi padatan minimum yang dicapai di tiap layer in

x : Konsentrasi padatan yang masuk sedimentasi kedua ns

f : Fraksi yang tidak mengendap (non-settleable) dari xin

) ) /(( 2 2 2 ) ) ( ( ) ( ) , ( o o tX X ho o e X h X C X h X C h t h α β α β α β + + − + + = ...[3] Dimana, ) , (t ho

h : Tinggi permukaan lumpur saat waktu t (m) ho : Tinggi awal permukaan lumpur (m)

t : Waktu (h)

X : Konsentrasi lumpur aktif (m-3.kg)

α

,

β

, C : Parameter pengendapan lumpur aktif dengan satuan secara berurutan (m.h-1), (m-6.kg-2), (m-2.kg.h-1)

Penelitian ini lebih difokuskan pada pengembangan model Renko dengan menggunakan jenis lumpur limbah tekstil yang sampai saat ini belum banyak diketahui. Alasan pengambilan model ini adalah parameter model Renko yang lebih sedikit dan mampu menggambarkan konsentrasi yang rendah dengan lebih baik. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Renko selain perbedaan jenis lumpur, penelitian ini juga menggunakan metode pengambilan sampel yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode Renko sehingga lebih praktis digunakan di lapangan.

Dokumen terkait