• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI MODEL RENKO UNTUK MEMPREDIKSI POLA

PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DI SEDIMENTASI

AKHIR PADA SISTEM PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL

YONGKI RIANSONI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

YONGKI RIANSONI.F351030201. Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur aktif di Sedimentasi Akhir pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil (Studi Kasus di PT. X Bogor). Dibawah Bimbingan NASTITI SISWI INDRASTI, SUKARDI and IGNASIUS DWI ATMANA SUTAPA.2007.

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi zona pengendapan lumpur aktif di sedimentasi akhir. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menanggulangi masalah terbawanya lumpur ke outlet sedimentasi akhir (carry over) dan sulit mengendapnya lumpur (bulking). Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel lumpur aktif dari sistem pengolahan limbah cair industri tekstil PT. X Bogor. Data Eksperimen diperoleh dengan melakukan pengukuran pengendapan volume lumpur selama 120 menit dalam gelas ukur 1000 ml untuk nilai konsentrasi yang berbeda. Sampel di rehomogenisasi sebelumnya dengan aerator sehingga dapat diasumsikan tidak terjadi penurunan DO (Dissolved Oxigen) secara signifikan. Untuk memperoleh konsentrasi yang lebih rendah sebagian lumpur dalam gelas ukur tersebut digantikan oleh air supernatan secara seimbang. Prosedur di atas dilakukan sampai sepuluh kurva pengendapan terbentuk. Kemudian untuk memperoleh variasi konsentrasi yang lebih luas dilakukan metode yang sama terhadap beberapa kondisi berikut yaitu kondisi 1 merupakan lumpur tanpa pengonsentrasian terlebih dulu, kondisi 2 merupakan lumpur dengan pengonsentrasian terlebih dulu selama 1 jam dan kondisi 3 merupakan lumpur dengan pengonsentrasian terlebih dulu selama 2 jam. Pengkondisian dan eksperimen pengendapan dilakukan dalam suhu ruang.

Untuk memperoleh struktur model yang sesuai maka data volume yang mengendap hasil eksperimen dikonversi ke dalam bentuk tinggi lumpur yang mengendap. Identifikasi zona pengendapan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan modifikasi parameter model Renko berikut ini :

) ) /(( 2 2 2 ) ) ( ( ) ( ) ,

( o o t X X ho

o e X h X C X h X C h t

h α β

α β α

β + + − +

+

= . Parameter model yang

diperoleh ternyata mampu mempercepat identifikasi zona pengendapan tanpa harus melakukan eksperimen yang lama.

(3)

ABSTRACT

YONGKI RIANSONI.F351030201. Application of Renko Model to predict Activated Sludge Settling of Textile Wastewater Treatment in The Final Sedimentation. Under the direction of NASTITI SISWI INDRASTI, SUKARDI and IGNASIUS DWI ATMANA SUTAPA.2007.

The aim of this research is to gain the best activated sludge settling models in the final sedimentation. This research is important for describing the settled behavior of tropical sludge such as Indonesian sludge to solved bulking and carry over problems. Sample sludge was derived from the textiles wastewater treatment PT. X Bogor. Experimental data was collected from batch settling test with 1000 ml cylinder glass. Sample sludge was re-homogenized with aerator therefore it can be assumed there was no significant DO lost. To set up an experiment at lower sludge concentration, part of the sludge in the device was subsequently replaced by supernatant and a new settling curve was recorded. This procedure repeated until ten settling curves were recorded. Then to get wide interval concentration (4000-8000 mg/l), the sludge being settled in the same method for various conditions which are: 1st condition identified as a sample sludge without further concentrated; 2nd condition identified as a sample sludge which concentrated for 1 hour and 3rd condition as a sample sludge which concentrated for 2 hour before begin the experiment. The storage and settling experiments were performed at room temperature.

In order to build appropriate models structure, experimental sludge settling data volume was converted to sludge settling height. This experiment was used the basic formulation models proposed by Renko (1996) which identified settling of the sludge blanket interface as a function of time as:

) ) /(( 2 2 2 ) ) ( ( ) ( ) ,

( o o t X X ho

o e X h X C X h X C h t

h α β

α β α

β + + − +

+

= . This model described the

relationship between settling sludge blanket interface, sludge concentration and settling time.

The result of this research identified difference sludge characteristic in every conditions. In one condition can be identified several characteristic based on difference value of Sludge Volume Index. Based on SVI we can identified three interval zone phenomenon characterized which are normal zone as settling zone with SVI between 70-120, transition zone as settling zone with SVI between 120-150, and Bulking zone as settling zone with SVI above 150. All described difference settling characteristics and curves. The system result these parameter respectively according to identified zone as : normal zone(

α

:0.0039;

β

:-0.3345; C:2.8e-04), transition zone(

α

:0.0028;

β

:-0.2100; C:2.5e-04) and bulking zone(

α

:0.0018;

β

:-0.3580; C:2.9e-04). The curve describe that models could follow behavior of settling sludge. It proved with minimal percentage Mean Square Error (MSE) of all condition less than 2.0 % and for all zone identified less than 5.0%. It means that models have high validity to explain the experimental behavior. These values certainly improved the wastewater treatment system to solve the carry over and bulking problems occurred in the final sedimentation.
(4)

© Hak Cipta Milik LIPI-Limnologi, dan Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(5)

APLIKASI MODEL RENKO UNTUK MEMPREDIKSI POLA

PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DI SEDIMENTASI

AKHIR PADA SISTEM PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL

YONGKI RIANSONI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2007

Yongki Riansoni

F351030201

(7)

Judul penelitian : Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil

Nama : Yongki Riansoni

NIM : F351030201

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nastiti S. Indrasti

Ketua

Dr.Ir. Sukardi, MM Dr. Ignasius D.A.Sutapa

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas segala karunia

dan rahmatNya sehingga makalah tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih

penulis adalah pengolahan limbah industri dengan judul Aplikasi Model Renko

Untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada

Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nastiti. S. Indrasti, Bapak

Dr. Sukardi., MM dan Bapak Dr. Ignasius D.A. Sutapa selaku komisi

pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada

saudara-saudaraku Laurenciana Sampebatu, Nida el Husna, M. Fuad, Jumbriah, Ibu

Nurul Asni, Iphov K Sarwana, Krishna Swasti, Rina Susanti, Ari, atas dorongan

dan bantuannya. Terima kasih untuk teman-teman TIP 2003 atas sarannya.

Terimakasih sangat untuk Tri Asih Dewi Agustina, Sari evyanti, Rumiyanti

Anggini, Dessy Christin, Nissa, Pyan, mas Supri dan mantan penghuni pondok

Agathis, pondok serena dan pondok koe atas kebersamaan dan masukannya

yang berharga. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk Papap,

mama, Niko, Icha dan seluruh keluargaku atas doa dan dorongannya. Ucapan

terima kasih juga untuk semua pihak yang membantu yang tak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini diterima dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada Tanggal 24 April 1979 dari ayah Seprianes Yosep,SPd dan Ibu Euis Maria. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Padjadjaran Program studi Peternakan, Jurusan Produksi ternak, Fakultas Peternakan.Lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dengan memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis pernah menjadi Asisten Peneliti pada proyek Solid Waste Management On Farm kerjasama UNPAD dan KUD Cipanas Garut pada tahun 2002. Penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Peneliti PT. Suwon Jakarta dalam Analisis Pengembangan Program Unit Pemukiman Transmigrasi Tertinggal Se-Indonesia, kerjasama dengan Depnakertrans RI tahun 2005. Pada Tahun 2005 sampai Januari 2006 pernah bekerja sebagai Trainer Consultan of Human Resource Development PT.Fuji Bijak Prestasi Jakarta dan sebagai staff di Lembaga Riset Center For Indonesia Transform Studies (CITRAS) Jakarta. Saat ini penulis bekerja sebagai training koordinator di Risktec-Hess Indonesia-Pangkah Gresik.

Selama mengikuti program S2, penulis aktif di Forum Pasca sarjana IPB, dan Lembaga Swadaya Masyarakat PUKAT BANGSA Bogor. Penulis pernah menulis artikel tentang IPTEK dan Pengembangan Masyarakat di Koran Mitra Bangsa dan Buletin Cerah.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas segala karunia

dan rahmatNya sehingga makalah tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih

penulis adalah pengolahan limbah industri dengan judul Aplikasi Model Renko

Untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada

Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nastiti. S. Indrasti, Bapak

Dr. Sukardi., MM dan Bapak Dr. Ignasius D.A. Sutapa selaku komisi

pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada

saudara-saudaraku Laurenciana Sampebatu, Nida el Husna, M. Fuad, Jumbriah, Ibu

Nurul Asni, Iphov K Sarwana, Krishna Swasti, Rina Susanti, Ari, atas dorongan

dan bantuannya. Terima kasih untuk teman-teman TIP 2003 atas sarannya.

Terimakasih sangat untuk Tri Asih Dewi Agustina, Sari evyanti, Rumiyanti

Anggini, Dessy Christin, Nissa, Pyan, mas Supri dan mantan penghuni pondok

Agathis, pondok serena dan pondok koe atas kebersamaan dan masukannya

yang berharga. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk Papap,

mama, Niko, Icha dan seluruh keluargaku atas doa dan dorongannya. Ucapan

terima kasih juga untuk semua pihak yang membantu yang tak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini diterima dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

(11)

APLIKASI MODEL RENKO UNTUK MEMPREDIKSI POLA

PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DI SEDIMENTASI

AKHIR PADA SISTEM PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL

YONGKI RIANSONI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

YONGKI RIANSONI.F351030201. Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur aktif di Sedimentasi Akhir pada Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil (Studi Kasus di PT. X Bogor). Dibawah Bimbingan NASTITI SISWI INDRASTI, SUKARDI and IGNASIUS DWI ATMANA SUTAPA.2007.

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi zona pengendapan lumpur aktif di sedimentasi akhir. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menanggulangi masalah terbawanya lumpur ke outlet sedimentasi akhir (carry over) dan sulit mengendapnya lumpur (bulking). Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel lumpur aktif dari sistem pengolahan limbah cair industri tekstil PT. X Bogor. Data Eksperimen diperoleh dengan melakukan pengukuran pengendapan volume lumpur selama 120 menit dalam gelas ukur 1000 ml untuk nilai konsentrasi yang berbeda. Sampel di rehomogenisasi sebelumnya dengan aerator sehingga dapat diasumsikan tidak terjadi penurunan DO (Dissolved Oxigen) secara signifikan. Untuk memperoleh konsentrasi yang lebih rendah sebagian lumpur dalam gelas ukur tersebut digantikan oleh air supernatan secara seimbang. Prosedur di atas dilakukan sampai sepuluh kurva pengendapan terbentuk. Kemudian untuk memperoleh variasi konsentrasi yang lebih luas dilakukan metode yang sama terhadap beberapa kondisi berikut yaitu kondisi 1 merupakan lumpur tanpa pengonsentrasian terlebih dulu, kondisi 2 merupakan lumpur dengan pengonsentrasian terlebih dulu selama 1 jam dan kondisi 3 merupakan lumpur dengan pengonsentrasian terlebih dulu selama 2 jam. Pengkondisian dan eksperimen pengendapan dilakukan dalam suhu ruang.

Untuk memperoleh struktur model yang sesuai maka data volume yang mengendap hasil eksperimen dikonversi ke dalam bentuk tinggi lumpur yang mengendap. Identifikasi zona pengendapan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan modifikasi parameter model Renko berikut ini :

) ) /(( 2 2 2 ) ) ( ( ) ( ) ,

( o o t X X ho

o e X h X C X h X C h t

h α β

α β α

β + + − +

+

= . Parameter model yang

diperoleh ternyata mampu mempercepat identifikasi zona pengendapan tanpa harus melakukan eksperimen yang lama.

(13)

ABSTRACT

YONGKI RIANSONI.F351030201. Application of Renko Model to predict Activated Sludge Settling of Textile Wastewater Treatment in The Final Sedimentation. Under the direction of NASTITI SISWI INDRASTI, SUKARDI and IGNASIUS DWI ATMANA SUTAPA.2007.

The aim of this research is to gain the best activated sludge settling models in the final sedimentation. This research is important for describing the settled behavior of tropical sludge such as Indonesian sludge to solved bulking and carry over problems. Sample sludge was derived from the textiles wastewater treatment PT. X Bogor. Experimental data was collected from batch settling test with 1000 ml cylinder glass. Sample sludge was re-homogenized with aerator therefore it can be assumed there was no significant DO lost. To set up an experiment at lower sludge concentration, part of the sludge in the device was subsequently replaced by supernatant and a new settling curve was recorded. This procedure repeated until ten settling curves were recorded. Then to get wide interval concentration (4000-8000 mg/l), the sludge being settled in the same method for various conditions which are: 1st condition identified as a sample sludge without further concentrated; 2nd condition identified as a sample sludge which concentrated for 1 hour and 3rd condition as a sample sludge which concentrated for 2 hour before begin the experiment. The storage and settling experiments were performed at room temperature.

In order to build appropriate models structure, experimental sludge settling data volume was converted to sludge settling height. This experiment was used the basic formulation models proposed by Renko (1996) which identified settling of the sludge blanket interface as a function of time as:

) ) /(( 2 2 2 ) ) ( ( ) ( ) ,

( o o t X X ho

o e X h X C X h X C h t

h α β

α β α

β + + − +

+

= . This model described the

relationship between settling sludge blanket interface, sludge concentration and settling time.

The result of this research identified difference sludge characteristic in every conditions. In one condition can be identified several characteristic based on difference value of Sludge Volume Index. Based on SVI we can identified three interval zone phenomenon characterized which are normal zone as settling zone with SVI between 70-120, transition zone as settling zone with SVI between 120-150, and Bulking zone as settling zone with SVI above 150. All described difference settling characteristics and curves. The system result these parameter respectively according to identified zone as : normal zone(

α

:0.0039;

β

:-0.3345; C:2.8e-04), transition zone(

α

:0.0028;

β

:-0.2100; C:2.5e-04) and bulking zone(

α

:0.0018;

β

:-0.3580; C:2.9e-04). The curve describe that models could follow behavior of settling sludge. It proved with minimal percentage Mean Square Error (MSE) of all condition less than 2.0 % and for all zone identified less than 5.0%. It means that models have high validity to explain the experimental behavior. These values certainly improved the wastewater treatment system to solve the carry over and bulking problems occurred in the final sedimentation.
(14)

© Hak Cipta Milik LIPI-Limnologi, dan Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(15)

APLIKASI MODEL RENKO UNTUK MEMPREDIKSI POLA

PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF DI SEDIMENTASI

AKHIR PADA SISTEM PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL

YONGKI RIANSONI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2007

Yongki Riansoni

F351030201

(17)

Judul penelitian : Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil

Nama : Yongki Riansoni

NIM : F351030201

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Nastiti S. Indrasti

Ketua

Dr.Ir. Sukardi, MM Dr. Ignasius D.A.Sutapa

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr.Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

(18)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas segala karunia

dan rahmatNya sehingga makalah tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih

penulis adalah pengolahan limbah industri dengan judul Aplikasi Model Renko

Untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada

Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nastiti. S. Indrasti, Bapak

Dr. Sukardi., MM dan Bapak Dr. Ignasius D.A. Sutapa selaku komisi

pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada

saudara-saudaraku Laurenciana Sampebatu, Nida el Husna, M. Fuad, Jumbriah, Ibu

Nurul Asni, Iphov K Sarwana, Krishna Swasti, Rina Susanti, Ari, atas dorongan

dan bantuannya. Terima kasih untuk teman-teman TIP 2003 atas sarannya.

Terimakasih sangat untuk Tri Asih Dewi Agustina, Sari evyanti, Rumiyanti

Anggini, Dessy Christin, Nissa, Pyan, mas Supri dan mantan penghuni pondok

Agathis, pondok serena dan pondok koe atas kebersamaan dan masukannya

yang berharga. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk Papap,

mama, Niko, Icha dan seluruh keluargaku atas doa dan dorongannya. Ucapan

terima kasih juga untuk semua pihak yang membantu yang tak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini diterima dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada Tanggal 24 April 1979 dari ayah Seprianes Yosep,SPd dan Ibu Euis Maria. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Padjadjaran Program studi Peternakan, Jurusan Produksi ternak, Fakultas Peternakan.Lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dengan memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis pernah menjadi Asisten Peneliti pada proyek Solid Waste Management On Farm kerjasama UNPAD dan KUD Cipanas Garut pada tahun 2002. Penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Peneliti PT. Suwon Jakarta dalam Analisis Pengembangan Program Unit Pemukiman Transmigrasi Tertinggal Se-Indonesia, kerjasama dengan Depnakertrans RI tahun 2005. Pada Tahun 2005 sampai Januari 2006 pernah bekerja sebagai Trainer Consultan of Human Resource Development PT.Fuji Bijak Prestasi Jakarta dan sebagai staff di Lembaga Riset Center For Indonesia Transform Studies (CITRAS) Jakarta. Saat ini penulis bekerja sebagai training koordinator di Risktec-Hess Indonesia-Pangkah Gresik.

Selama mengikuti program S2, penulis aktif di Forum Pasca sarjana IPB, dan Lembaga Swadaya Masyarakat PUKAT BANGSA Bogor. Penulis pernah menulis artikel tentang IPTEK dan Pengembangan Masyarakat di Koran Mitra Bangsa dan Buletin Cerah.

(20)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas segala karunia

dan rahmatNya sehingga makalah tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih

penulis adalah pengolahan limbah industri dengan judul Aplikasi Model Renko

Untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada

Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nastiti. S. Indrasti, Bapak

Dr. Sukardi., MM dan Bapak Dr. Ignasius D.A. Sutapa selaku komisi

pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada

saudara-saudaraku Laurenciana Sampebatu, Nida el Husna, M. Fuad, Jumbriah, Ibu

Nurul Asni, Iphov K Sarwana, Krishna Swasti, Rina Susanti, Ari, atas dorongan

dan bantuannya. Terima kasih untuk teman-teman TIP 2003 atas sarannya.

Terimakasih sangat untuk Tri Asih Dewi Agustina, Sari evyanti, Rumiyanti

Anggini, Dessy Christin, Nissa, Pyan, mas Supri dan mantan penghuni pondok

Agathis, pondok serena dan pondok koe atas kebersamaan dan masukannya

yang berharga. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk Papap,

mama, Niko, Icha dan seluruh keluargaku atas doa dan dorongannya. Ucapan

terima kasih juga untuk semua pihak yang membantu yang tak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini diterima dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Bogor, Mei 2007

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada Tanggal 24 April 1979 dari ayah Seprianes Yosep,SPd dan Ibu Euis Maria. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Universitas Padjadjaran Program studi Peternakan, Jurusan Produksi ternak, Fakultas Peternakan.Lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dengan memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis pernah menjadi Asisten Peneliti pada proyek Solid Waste Management On Farm kerjasama UNPAD dan KUD Cipanas Garut pada tahun 2002. Penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Peneliti PT. Suwon Jakarta dalam Analisis Pengembangan Program Unit Pemukiman Transmigrasi Tertinggal Se-Indonesia, kerjasama dengan Depnakertrans RI tahun 2005. Pada Tahun 2005 sampai Januari 2006 pernah bekerja sebagai Trainer Consultan of Human Resource Development PT.Fuji Bijak Prestasi Jakarta dan sebagai staff di Lembaga Riset Center For Indonesia Transform Studies (CITRAS) Jakarta. Saat ini penulis bekerja sebagai training koordinator di Risktec-Hess Indonesia-Pangkah Gresik.

Selama mengikuti program S2, penulis aktif di Forum Pasca sarjana IPB, dan Lembaga Swadaya Masyarakat PUKAT BANGSA Bogor. Penulis pernah menulis artikel tentang IPTEK dan Pengembangan Masyarakat di Koran Mitra Bangsa dan Buletin Cerah.

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1 I.1. Latar belakang ... 1 I.2. Tujuan Penelitian ... 2 I.3. Ruang Lingkup ... 3 I.4. Manfaat Penelitian ... 3 I.5. Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 II.1. Sumber Limbah Cair Industri ... 4

II.1.1. Gambaran Proses Produksi ... 4 II.1.2. Asal Limbah Cair ... 4 II.2. Pengelolaan Limbah Cair Tekstil ... 6 II.2.1. Langkah-langkah Pengelolaan Limbah ... 6 II.2.2. Jenis-Jenis Pengolahan Limbah ... 8 II.3. Baku Mutu dan Instalasi Pengolahan Limbah ... 8 II.3.1. Baku Mutu Limbah Cair Tekstil ... 8 II.3.2. Instalasi Pengolahan Limbah ... 9 II.4. Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur aktif ... 10 II.4.1. Sistem Lumpur Aktif ... 10 II.4.2. Proses Koagulasi Flokulasi ... 11 II.4.3. Proses Sedimentasi ... 13 II.4.4. Karakteristik Flok ... 15 II.5. Prediksi Pola Pengendapan Lumpur ... 18 II.5.1. Teori Pemodelan Sistem ... 18 II.5.2. Pemodelan sistem untuk memprediksi

Pengendapan Lumpur ... 19

(23)

III.2.2. Verifikasi Model ... 26 III.2.3. Validasi Model ... 26 III.3. Pengembangan Program komputasi ... 27 III.3.1. Tampilan Program ... 27 III.3.2. Sumber Data ... 28 III.3.3. Optimasi dan Validasi ... 28 III.3.4. Output hasil perhitungan ... 29 III.3.5. Simulasi ... 29 III.3.6. Time series ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31 IV.1. Penentuan Parameter Fisika dan kimia ... 31 IV.2. Pola Pengendapan Berdasarkan Efek

Pengonsentrasian. ... 32 IV.2.1. Kondisi 1 ... 32 IV.2.2. Kondisi 2 ... 34 IV.2.3 Kondisi 3 ... 37 IV.3. Fenomena Zona Pengendapan ... 41 IV.3.1. Identifikasi Zona Pengendapan ... 41 IV.3.2. Karakteristik Zona Pengendapan ... 42 IV.4. Pembahasan ... 46 IV.4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Parameter Model 46 IV.4.2. Verifikasi Parameter Model ... 47 IV.4.2.1. Verifikasi Model Kondisi 1 ... 47 IV.4.2.2. Verifikasi Model Kondisi 2 ... 50 IV.4.2.3. Verifikasi Model Kondisi 3 ... 53 IV.4.3. Verifikasi Model Terhadap Zona Pengendapan 55 IV.4.3.1. Verifikasi Model Zona Normal ... 56 IV.4.3.2. Verifikasi Model Zona Antara ... 56 IV.4.3.3. Verifikasi Model Zona Bulking ... 59 IV.4.4. Validasi Model Berdasarkan Efek

Pengkonsentrasian ... 62 IV.4.4.1. Validasi Model Kondisi 1 ... 62 IV.4.4.2. Validasi Model Kondisi 2 ... 62 IV.4.4.3. Validasi Model Kondisi 3 ... 63 IV.4.5. Validasi Model berdasarkan zona pengendapan 63 IV.4.5.1. Validasi Model Nona Normal ... 63 IV.4.5.2. Validasi Model Zona Antara ... 64 IV.4.5.3. Validasi Model Zona Bulking ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65 V.1. Kesimpulan ... 65 V.2. Saran ... 66

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil yang

sudah beroperasi ... 9

2 Parameter kondisi awal lumpur aktif... 31

3 Persentase volume lumpur yang mengendap untuk t=3 menit

sampai t=50 menit ... 34

4 Persentase volume lumpur yang mengendap untuk t= 60 menit

sampai t=120 menit ... 34

5 Persentase volume lumpur aktif yang mengendap dari t= 3 menit sampai t= 50 menit ... 37

6 Persentase volume lumpur aktif yang mengendap dari t= 60 menit sampai t= 120 menit ... 37

7 Persentase volume lumpur aktif yang mengendap dari t= 3 menit sampai t= 50 menit ... 40

8 Persentase volume lumpur aktif yang mengendap dari t= 60 menit sampai t= 120 menit ... 41

9 Zona pengendapan berdasarkan tipe flok yang berbeda tiap kondisi 42

10 Pengaruh pengonsentrasian terhadap nilai error model ... 47

11 Pengaruh pengonsentrasian terhadap parameter model ... 47

12 Hasil verifikasi model pengendapan lumpur aktif berdasarkan

zona pengendapan ... 56

13 Persentase nilai MSE hasil validasi dengan data baru pada

berbagai kondisi ... 62

14 Persentase nilai MSE hasil validasi dengan data baru pada

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Alir Proses Produksi Tekstil ... 5

2 Sistem penanganan limbah cair dengan lumpur aktif ... 11

3 Skema konseptual pola pengendapan lumpur aktif ... 14

4 Skema umum fase pengendapan lumpur terflokulasi ... 15

5 Tipe Flok Berdasarkan Keberadaan Filamennya ... 17

6 Kerangka kerja pengambilan data ketinggian lumpur,

konsentrasi,dan waktu pengendapan lumpur aktif ... 24

7 Tahapan pembuatan model simulasi pola pengendapan

Lumpur aktif pada sistem pengolahan limbah cair tekstil ... 25

8 Hubungan antar parameter pengendapan yang terlibat ... 26

9 Tampilan awal program simulasi pola pengendapan lumpur aktif 28

10 Tampilan komputasi sumber data ... 29

11 Tampilan kolom optimasi dan validasi model ... 29

12 Tampilan data plot grafik dan output perhitungan excel ... 30

13 Tampilan simulasi parameter pengendapan ... 30

14 Tampilan kolom time series polapengendapan ... 30

15 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 2.5 g/l – 4.0 g/l... 32

16 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 1.0 g/l – 2.0 g/l... 32

17 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 4.5 g/l – 6.5 g/l... 35

18 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 1.7 g/l – 4.0 g/l... 35

19 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

(26)

20 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 2.9 g/l – 5.6 g/l ... 38

21 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 2.7 g/l sampai 4.0 g/l ... 43

22 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 0.5 g/l – 2.4 g/l... 43

23 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 2.8 g/l – 4.1 g/l... 45

24 Grafik volume lumpur yang mengendap berdasarkan waktu

pengendapan pada konsentrasi 0.6 g/l – 2.0 g/l ... 45

25 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 1 dengan konsentrasi 4.0 g/l. 48

26 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 1 dengan konsentrasi 3.0 g/l. 48

27 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 1 dengan konsentrasi 2.0 g/l. 49

28 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondiai 1 dengan konsentrasi 1.0 g/l. 49

29 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 2 dengan konsentrasi 6.5 g/l. 51

30 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 2 dengan konsentrasi 4.5 g/l. 51

31 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 2 dengan konsentrasi 3.2 g/l. 52

32 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 2 dengan konsentrasi 1.7 g/l. 52

33 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 3 dengan konsentrasi 8.0 g/l. 53

34 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 3 dengan konsentrasi 6.0 g/l. 54

35 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

(27)

36 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan

eksperimen dan model pada kondisi 3 dengan konsentrasi 2.9 g/l. 55

37 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 4.0 g/l untuk zona

antara ... 56

38 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 3.0 g/l untuk zona

antara. ... 57

39 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 2.0 g/l untuk zona

antara. ... 57

40 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 1.0 g/l untuk zona

antara. ... 58

41 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 4.0 g/l untuk zona

bulking. ... 59

42 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 3.0 g/l untuk zona

bulking. ... 60

43 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 2.0 g/l untuk zona

bulking. ... 60

44 Contoh perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen dan model pada konsentrasi 1.1 g/l untuk zona

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Baku mutu limbah cair industri tekstil bagi industri baru dan

semua industri yang mulai produksi th.1995 ... 71

2 Skema Pengolahan Limbah PT X Bogor ... 72

3 Grafik volume lumpur yang mengendap terhadap waktu

pengendapan pada kondisi 1 di setiap konsentrasi pengamatan 73

4 Grafik tinggi lumpur yang mengendap terhadap waktu

pengendapan pada kondisi 1 di setiap konsentrasi pengamatan 73

5 Grafik volume lumpur yang mengendap terhadap waktu

pengendapan pada kondisi 2 di setiap konsentrasi pengamatan 74

6 Grafik tinggi lumpur yang mengendap terhadap waktu

pengendapan pada kondisi 2 di setiap konsentrasi pengamatan 74

7 Grafik volume lumpur yang mengendap terhadap waktu

pengendapan pada kondisi 3 di setiap konsentrasi pengamatan 75

8 Grafik tinggi lumpur yang mengendap terhadap waktu

pengendapan pada kondisi 3 di setiap konsentrasi pengamatan 75

9 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 4.0 g/l ... 76

10 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 3.5 g/l ... 76

11 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 3.0 g/l ... 77

12 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 2.8 g/l ... 77

13 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 2.5 g/l ... 78

14 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 2.0 g/l ... 78

15 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

(29)

16 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 1.6 g/l ... 79

17 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona normal dengan konsentrasi 1.0 g/l ... 80

18 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 4.0 g/l ... 80

19 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 3.7 g/l ... . 81

20 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 3.4 g/l ... . 81

21 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 3.0 g/l ... . 82

22 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 2.7 g/l ... . 82

23 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 2.4 g/l ... . 83

24 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 2.0 g/l ... . 83

25 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 1.5 g/l ... . 84

26 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 1.0 g/l ... . 84

27 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona antara dengan konsentrasi 0.5 g/l ... . 85

28 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 4.1 g/l ... . 85

29 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 3.6 g/l ... . 86

30 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 3.3 g/l ... . 86

31 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

(30)

32 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 2.8 g/l ... . 87

33 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 2.5 g/l ... . 88

34 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 2.0 g/l ... . 88

35 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 1.5 g/l ... . 89

36 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 1.1 g/l ... . 89

37 Perbandingan pola pengendapan yang dihasilkan eksperimen

dan model pada zona bulking dengan konsentrasi 0.7 g/l ... . 90

38 Data ketinggian pengendapan baru 1 untuk validasi model

kondisi 1 ... 90

39 Data ketinggian pengendapan baru 2 untuk validasi model

kondisi 1 ... 91

40 Data ketinggian pengendapan baru 1 untuk validasi model

kondisi 2 ... 91

41 Data ketinggian pengendapan baru 2 untuk validasi model

kondisi 2 ... 92

42 Data ketinggian pengendapan baru 1 untuk validasi model

kondisi 3 ... 92

43 Data ketinggian pengendapan baru 2 untuk validasi model

kondisi 3 ... 93

44 Data ketinggian pengendapan baru 1 untuk validasi model

zona normal ... 93

45 Data ketinggian pengendapan baru 2 untuk validasi model

zona normal ... 94

46 Grafik perbandingan ketinggian model dan data baru 1

zona normal ... 94

47 Grafik perbandingan ketinggian model dan data baru 2

(31)

48 Data ketinggian pengendapan baru 1 untuk validasi model

zona antara ... 95

49 Data ketinggian pengendapan baru 2 untuk validasi model

(32)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair

industri merupakan salah satu dampak negatif dari semakin berkembangnya

sektor industri. Masalah ini akan menjadi serius bila tidak mendapatkan

penanganan yang baik dari pihak industri yang terkait. Dampak pencemaran

dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem di lingkungan

sekitar industri, karena banyak bahan pencemar hasil produksi industri yang sulit

terdegradasi oleh mikroorganisme pengurai di dalam tanah atau perairan.

Limbah cair industri yang berasal dari industri tekstil merupakan salah

satu limbah yang mengandung banyak bahan pencemar yang sulit terurai di

lingkungan. Umumnya limbah tersebut mengandung bahan berupa padatan

tersuspensi, bahan terapung dan bahan terlarut. Rata-rata limbah cair tekstil

mengandung 750 mg/L padatan tersuspensi, dan 500 mg/L BOD (Biochemical Oxigen Demand), dengan perbandingan COD (Chemical Oxigen Demand) : BOD berkisar antara 1,5 : 1 sampai 3 : 1 (Potter.,et al,1994; www.menlh.go.id).

Pengolahan limbah cair industri dibutuhkan untuk mengurangi kadar

bahan pencemar hasil produksi industri sampai tingkat yang aman dibuang ke

lingkungan. Salah satu sistem pengolahan limbah cair yang sering digunakan

oleh industri termasuk industri tekstil untuk menghilangkan bahan-bahan

pencemar organik terlarut maupun koloidal adalah sistem dengan menggunakan

lumpur aktif (activated sludge system). Salah satu keunggulan sistem ini adalah kualitas efluen atau output limbah yang baik dengan pengurangan COD dan

BOD bisa mencapai lebih dari 90 % bahkan lebih (www.Forlink,2000).

Sistem lumpur aktif merupakan suatu pengolahan limbah cair industri

secara biologis dengan unit pengolahan utama berupa gumpalan partikel

tersuspensi yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang

dihasilkan melalui aerasi (Frobisher,1962 dalam Said, 1994). Pada sistem ini,

mikroorganisme tumbuh dalam flok lumpur yang terdispersi. Di dalam flok inilah

terjadi proses degradasi dan pemisahan komponen limbah (www.Forlink,2000).

Salah satu tahap yang sangat penting dalam sistem pengolahan limbah

cair lumpur aktif adalah tahapan pemisahan biomassa (lumpur) dengan air

supernatan (efluen) di sedimentasi akhir. Keberhasilan tahapan ini menentukan

output akhir sistem. Secara umum tahapan ini dilakukan dengan memanfaatkan

(33)

padatan lumpur mengendap ke bawah karena mempunyai berat yang lebih besar

sehingga membentuk dua lapisan yaitu bagian atas air supernatan dan bagian

bawah padatan lumpur.

Proses fisik pada tahapan ini sering terhambat oleh kemampuan

tersedimentasinya lumpur yang buruk dan sulitnya terkonsentrasi sehingga

berakibat lumpur sulit mengendap (bulking) dan sebagian terbawa ke outlet (carry over). Hasil penelitian Sutapa (2004) memperlihatkan bahwa kesulitan tersebut disebabkan oleh karakteristik flok lumpur yang mengandung jumlah

mikroorganisme berfilamen penyebab kekeruhan lebih tinggi dibanding

mikroorganisme pembentuk flok. Keseimbangan antara mikroorganisme

berfilamen dan mikroorganisme pembentuk flok yang merupakan inti dari sistem

degradasi aerobik lumpur aktif sangat diperlukan agar permasalahan di atas tidak

terjadi dan sistem mampu menghasilkan kualitas efluen yang tinggi (penurunan

BOD dan COD > 90 %).

Tahapan proses pengendapan tersebut membentuk suatu pola secara

kontinyu terhadap waktu. Dengan menggambarkan pola pengendapan tersebut

diharapkan mampu mempercepat penanggulangan apabila terjadi masalah

seperti kondisi bulking dan carry over. Prediksi terhadap pola pengendapan di atas dilakukan dengan pendekatan pemodelan. Pemodelan mampu menirukan

suatu gejala atau proses yang terjadi dan merupakan representasi dari kondisi

aktual suatu sistem (Muhammadi et al.,2001).

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini sangat penting

untuk mengetahui pola pengendapan yang terjadi. Model berperan memprediksi

pola pengendapan secara cepat sehingga mampu mendeteksi permasalahan

bulking dan carry over di sedimentasi akhir lebih dini. Hal ini sangat bermanfaat untuk penanggulangan lebih lanjut pada sistem pengolahan limbah cair di industri

pengguna sistem lumpur aktif.

I.2. Tujuan Penelitian

1. Identifikasi pola pengendapan lumpur aktif di sedimentasi akhir (Final Sedimentation) pada sistem pengolahan limbah cair industri tekstil

2. Menguji Model Renko untuk memprediksi pola pengendapan lumpur aktif

(34)

I.3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam konteks kajian aplikasi model pengendapan

lumpur aktif pada sistem pengolahan limbah cair industri tekstil. Aspek yang

dikaji dititikberatkan pada pemodelan pola pengendapan lumpur aktif di

sedimentasi akhir berdasarkan parameter ketinggian lumpur yang mengendap,

konsentrasi mix larutan tersuspensi (mixed liquor suspended solids) dan SVI (Sludge Volume Index) terhadap waktu pengendapan yang secara langsung berpengaruh pada kecepatan pengendapan lumpur aktif.

I.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan memberikan manfaat berupa :

1. Alat bantu untuk mendeteksi kondisi proses pengendapan di sedimentasi

akhir dalam sistem pengolahan limbah cair industri tekstil dengan

menggunakan lumpur aktif.

2. Alat penunjang untuk memprediksi pola pengendapan di sedimentasi

akhir dalam sistem pengolahan limbah cair industri tekstil dengan

menggunakan lumpur aktif.

I.5. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI)

Limnologi Cibinong pada bulan Mei - Desember 2005. Pengambilan sampel

lumpur aktif dan analisa pengendapan dilakukan di Industri tekstil PT. X Tajur

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sumber Limbah Cair Industri Tekstil

II.1.1. Gambaran Proses Produksi

Pada dasarnya proses produksi tekstil adalah merubah serat buatan

maupun alami (kapas) menjadi barang jadi tekstil. Serat kapas tersebut

dibersihkan sebelum disatukan menjadi benang, kemudian pemintalan

mengubah serat menjadi benang. Sebelum proses penenunan dan perajutan,

benang buatan maupun kapas dikanji agar serat menjadi kuat dan kaku. Zat kanji

yang biasa digunakan adalah pati, perekat gelatin, getah polivinil alkohol (PVA),

karboksimetil selulosa (CMC) (Potter,et al.,1994). Untuk lebih jelas mengenai proses yang dilakukan industri tekstil secara umum dapat dilihat pada diagram

alir proses pada Gambar 1.

II.1.2. Asal Limbah Cair

Limbah cair dihasilkan dari proses pengkanjian, proses penghilangan

kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan, dan

proses penyempurnaan tekstil (www.menlh.go.id,2003). Larutan penghilang kanji

mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji-pati, PVA, CMC, enzim,

asam. Penghilangan kanji biasanya memberikan BOD paling banyak

dibandingkan dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas

serta pemucatan semua kain adalah sumber-sumber limbah cair yang

menghasilkan asam, basa, COD, BOD dan padatan tersuspensi dan zat-zat

kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH

yang sangat bervariasi, dan beban pencemaran yang tergantung pada proses

dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air

limbah yang berwarna dengan COD tinggi, dan bahan-bahan lain dari zat warna

yang dipakai, seperti fenol dan logam (Potter.,et al,1994).

Limbah yang diolah pada Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) PT. X

berbentuk limbah padat dan cair yang berasal dari operasional proses produksi

maupun kegiatan penunjang lainnya. Limbah padat berasal dari sampah,

kapas-kapas dari blowing, benang dan serat-serat kain yang tidak terpakai. Biasanya

penanganannya dibakar. Limbah cair berasal dari proses produksi seperti

penenunan dan dyeing (pencelupan). Beberapa bahan kimia yang sering dipakai

(36)
[image:36.612.134.505.130.648.2]

PN-372,Op-604,antifoam,zat warna,NaOH,Na2S2O4, CH3COOH, FeSO4, Ca(OH)2, Al2SO3, zat aditif penyempurna kain.

(37)

II.2. Pengelolaan Limbah Cair Tekstil

II.2.1. Langkah-langkah Pengelolaan Limbah

Limbah cair merupakan masalah utama dalam pengendalian dampak

lingkungan industri tekstil karena memberikan dampak yang paling luas. Hal ini

disebabkan oleh karakteristik fisik maupun karakteristik kimianya yang

memberikan dampak negatif yang tinggi terhadap lingkungan. Kerusakan

lingkungan ini dapat dikurangi apabila dilakukan penanganan dan pengelolaan

yang tepat. Untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu upaya

pengelolaan secara terpadu dimulai dengan upaya minimisasi limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga pembuangan limbah (disposal) (www.menlh.go.id,2003). Minimisasi limbah adalah pengelolaan sebelum proses produksi dengan meminimalkan volume limbah, konsentrasi dan

toksisitas bahan kimiawi yang dipakai. Sedangkan pengolahan limbah adalah

pengelolaan limbah cair setelah proses produksi dengan menghilangkan atau

menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalam limbah cair

sehingga memenuhi syarat untuk dapat dibuang (memenuhi baku mutu yang

ditetapkan). Limbah hasil pengolahan kemudian dibuang ke lingkungan.

Dalam pengelolaan limbah cair industri tekstil ada beberapa langkah untuk

mengurangi (minimisasi) beban pencemaran. Langkah pertama adalah program

pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, dengan menggunakan :

• Pengukur dan pengatur laju alir

• Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan

• Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran

• Pengurangan pemakaian air masing-masing proses

• Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat

• Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas pemasakan atau penggelantangan)

• Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)

• Pembilasan dengan aliran berlawanan

(38)

dengan langkah sebagai berikut:

• Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD

• Penggelantangan dengan peroksida menghasilkan limbah yang kadarnya kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit.

• Penggantian zat-zat pendispersi dan pengemulsi yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.

Langkah lainnya adalah mengurangi zat warna yang dipakai. Zat ini

menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar

pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya

fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti

krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan

limbahnya. Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah

dan sukar dibuang. Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan

menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain, maka limbah sering diolah

dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi.

Adapun proses pengolahan limbahnya terdiri dari beberapa tahapan

diantaranya sebagai berikut (www.Forlink,2000):

1. Pemisahan padatan kasar yaitu sisa serat dan padatan kasar lainnya

2. Segregrasi, hal ini dilakukan apabila air limbah dari suatu proses

tertentu mempuyai sifat yang spesifik, mempunyai beban pencemaran

yang sangat tinggi dibandingkan dengan air limbah dari proses lainnya,

atau bersifat racun (toxic), sehingga apabila digabungkan akan

memberatkan atau menyulitkan proses pengolahan.

3. Ekualisasi untuk menghomogenkan konsentrasi zat pencemar,

temperatur dan sebagainya, serta untuk menyamakan laju alir/debit

atau menghindari /mengurangi fluktuasi laju alir.

4. Penghilangan /penurunan atau penghancuran bahan organik terdispersi.

5. Penghilangan bahan organik dan anorganik terlarut.

Tahap satu, dua dan tiga merupakan Pre-treatment. Tahap ini tidak banyak

memberikan efek penurunan COD, BOD, tetapi lebih banyak ditujukan untuk

membantu kelancaran dan meningkatkan efektifitas tahap pengolahan

(39)

II.2.2. Jenis-Jenis Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah cair yang saat ini banyak dilakukan oleh pabrik tekstil

adalah pengolahan kimiawi yaitu dengan koagulasi-flokulasi menggunakan

bahan kimia, pengolahan biologis dengan lagoon dan lumpur aktif atau gabungan keduanya. Bahan kimia (koagulan) yang banyak digunakan untuk pengolahan kimiawi adalah ferosulfat, kapur, alum, PAC dan polielektrolit (Shuval,1977 dalam Mas’ud, 1995). Pada beberapa pabrik cara ini dilanjutkan

dengan melewatkan air limbah melalui Zeolit (suatu batuan alam) dan arang aktif

(karbon aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahan

organik (COD, BOD) sebanyak, 40-70 %, Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%,

dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 % (www.Forlink,2000).

Limbah hasil dari pengolahan kimiawi sebagai tahapan pengolahan

pertama (primary treatment) dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi sebagai penanganan sekunder

(secondary treatment). Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas efluen

yang dihasilkan, dengan penanganan biologis akan terpisah 85-95% bahan

organik didalam limbah industri (Tyoso,1991).

Pengolahan biologis dilakukan untuk memisahkan senyawa organik

koloidal dan yang terlarut melalui metabolisme mikrobial, sistem ini mengubah

senyawa organik yang biodegradable di dalam larutan menjadi senyawa organik yang tersuspensi dan terflokulasi sehingga dapat dipisahkan dengan proses

sedimentasi (Tyoso,1991). Dengan memanfaatkan aktivitas mikroba biologi maka

bahan-bahan yang ada dalam air limbah dapat dihancurkan menjadi bahan yang

mudah dipisahkan dan memberi efek pencemaran rendah sesuai dengan baku

mutu yang ditentukan.

II.3. Baku Mutu dan Instalasi Pengolahan Limbah

II.3.1. Baku Mutu Limbah Cair Tekstil

Untuk menjamin terpeliharanya sumber daya air dari pembuangan limbah

industri, pemerintah dalam hal ini Menteri Negara KLH telah menetapkan baku

mutu limbah cair yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara KLH Nomor:

Kep-03/KLH/ II/1991. Parameter utama pencemaran air untuk industri tekstil

(40)

limbah, disamping itu kandungan logam seperti sulfida,amonia nitrogen, seng, tembaga, timbal dan Nikel dan bahan pencemar seperti benzena, naftalen, kloroetilena, kloroetana, dan ftalat. Parameter ini dijadikan acuan batas maksimal limbah boleh dihasilkan oleh suatu industri atau sering disebut juga baku mutu

limbah. Tabel 1 memperlihatkan baku mutu limbah cair untuk industri tekstil yang

sudah beroperasi.

Tabel 1 Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil yang sudah beroperasi

Parameter Kadar maksimum Beban pencemaran

(mg/l) maksimum (kg/ton)

BOD 5 85 12,75

COD 250 37,5

TSS 50 9

Fenol Total 1 0,15

Krom Total 2 0,3

Minyak Dan Lemak 5 0,75

Ph 6,0 - 9,0; Debit limbah cair maksimum : 150 m3/ton produk tekstil

( www.menLh.go.id,2003)

II.3.2. Instalasi Pengolahan Limbah

Pengolahan limbah cair seperti yang telah dijelaskan di atas meliputi

beberapa tahap pengolahan tergantung dari karakteristik limbah cairnya. Seperti

halnya proses pengolahan limbah cair pada umumnya, PT. X mengolah limbah

cairnya dengan beberapa tahapan yaitu pre-treatment, primer, sekunder dan tersier. Tahap pre-treatment bertujuan menurunkan beban limbah yang sangat tinggi baik padatan terapung, padatan organik dan minyak. Tahap primer

bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi, selanjutnya tahapan

sekunder melanjutkan penghilangan padatan organik dan suspensi sedangkan

tahap tersier bertujuan memperbaiki kualitas efluen agar layak dibuang ke

lingkungan.

Limbah cair dari bagian dyeing masuk kedalam kolam air umum dan air

warna, kemudian air limbah tersebut disaring oleh screen (saringan) kasar kemudian saringan halus untuk menghilangkan padatan-padatan limbah. Limbah

kemudian dialirkan ke cooling tower (pendingin), hal ini bertujuan agar air limbah yang memasuki kolam aerasi tidak mematikan organisme, lalu ditampung dalam

(41)

Selanjutnya limbah dipompa masuk ke dalam tanki koagulasi. Dalam

tanki ini limbah diproses menggunakan koagulan ferro sulfat (Fe2SO4) atau Al2(SO4)3.18H2O) yang berfungsi untuk pengikat warna. Kemudian ditambahkan polimer sebagai flokulan agar terbentuk endapan flok. Selanjutnya limbah

dimasukkan ke dalam bak sedimentasi I, sebagai bagian awal pengendapan

limbah. Hasilnya ditampung di bak intermediet sebelum dialirkan ke kolam aerasi.

Dalam kolam aerasi ini ditambahkan asupan oksigen untuk mendukung

pertumbuhan mikroorganisme. Dengan proses biologis, aktivitas mikroorganisme

dalam lumpur aktif mampu memotong-motong rangkaian limbah rantai panjang

dan menetralkannya. Hasil dari proses ini dialirkan ke tanki sedimentasi II untuk

proses pengendapan. Sebagian hasil pengendapan dialirkan kembali (return sludge) ke kolam aerasi untuk menjaga kestabilan mikroorganisme. Sebagian lagi ke sedimentasi III untuk proses pengendapan lanjutan setelah sebelumnya

ditambahkan koagulan. Sebagian kecil lainnya di buang sebagai waste atau masuk ke belt press untuk dijadikan batu bata. Hasilnya efluen yang layak dibuang ke lingkungan.

II.4. Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif

Proses pengolahan limbah secara biologis merupakan metode yang

memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan material yang terkandung

didalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan

menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi

sebagai tempat perkembangbiakannya (Tyoso,1991). Salah satu metode

pengolahan limbah secara biologis yang sering dipakai adalah sistem lumpur

aktif (Eckenfelder,1989;Tyoso,1991).

II.4.1. Sistem Lumpur aktif

Lumpur aktif (activated sludge) adalah gumpalan partikel tersuspensi yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui

proses aerasi (Frobisher,1962 dalam Said, 1994). Adapun jenis Mikrorganisme

yang terdapat dalam lumpur aktif diantaranya adalah bakteri, fungi, protozoa

serta beberapa metazoa.

Sistem lumpur aktif mampu menstabilkan zat-zat organik terlarut sampai

tingkat kadar yang rendah dalam waktu yang relatif singkat, percepatan terjadi

(42)

konsentrasi tinggi yang relatif tetap. Kestabilan konsentrasi diperoleh dengan

mengembalikan sebagian lumpur dari klarifier akhir ke tangki aerasi, selain juga

mendorong terjadinya inokulasi lumpur aktif terus menerus agar waktu tinggal

lumpur lebih panjang dan mikroorganisme mampu beradaptasi dengan nutrien

yang ada (Tyoso,1991).

Tujuan dari proses lumpur aktif sebenarnya adalah untuk memisahkan

bahan organik terlarut dan yang tidak terlarut dari limbah dan mengkonversikan

material tersebut menjadi suspensi flokulan mikrobial yang siap diendapkan

dengan teknik pemisahan padatan cairan secara gravitasi (Eckenfelder,1989).

Secara umum proses lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa Influen merupakan input limbah

cair hasil dari suatu proses, kemudian diintroduksi oksigen atau disebut dengan

aerasi dalam suatu tanki untuk mempercepat terjadinya kontak antara limbah

organik dan mikroorganisme untuk pembentukan flok (bioflokulasi). Flok yang

terbentuk diendapkan secara gravitasi di tanki sedimentasi sehingga dihasilkan

supernatan yang keluar melalui effluen dan padatan lumpur di dasar tanki.

Sebagian besar padatan lumpur kemudian dikembalikan ke tanki aerasi untuk

menjaga kestabilan serta sebagian kecil dibuang (waste disposal) (Tyoso,1991).

Gambar 2 Sistem penanganan limbah cair dengan lumpur aktif (Tyoso,1991).

II.4.2. Proses Koagulasi – Flokulasi

Proses koagulasi – flokulasi banyak dipengaruhi oleh mekanisme fisik

dan kimia, dari media airnya maupun partikel-partikel yang menyebabkan

kekeruhan. Proses ini merupakan salah satu penanganan primer (Primary treatment) pada limbah cair yang tercemar berat oleh bahan-bahan kimia

EFFLUEN

LUMPUR YANG DIBUANG AERASI

INFLUEN

BIOFLOKULASI

LUMPUR YANG DIKEMBALIKAN

(43)

berbahaya seperti logam dan lainnya agar memperkecil beban organiknya saat

dilakukan proses selanjutnya secara biologis. Proses ini secara umum bertujuan

memisahkan partikel-partikel tersuspensi dan koloid yang dengan gravitasi atau

secara mekanis biasa tidak mampu mengatasi batas tolak-menolak antara

partikel yang bermuatan sama, agar terjadi penggabungan maka gaya tolak

menolak harus diperkecil dengan cara penambahan koagulan (Eckenfelder,1989).

Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menetralisir

muatan partikel koloid dan mampu mengikat partikel-partikel tersebut membentuk

gumpalan atau flok (Mas’ud,1995). Dengan cara ini, koagulan digunakan untuk

menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air limbah menjadi flok yang

mudah untuk dipisahkan yaitu dengan cara diendapkan, diapungkan dan disaring

(www.Forlink,2000).

Flokulasi didefinisikan sebagai suatu proses penggabungan atau

penggumpalan partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi pada

proses koagulasi sehingga terbentuk flok yang lebih besar dan berat dengan

demikian mudah untuk mengendap. Bridgwater dan Mumford (1979) dalam

Mas’ud (1995) menambahkan bahwa bentuk kumpulan flok yaitu seperti bunga

karang dengan permukaan luas, sehingga mampu mengadsorpsi bahan-bahan

halus dari larutan, oleh karena itu kumpulan flok tersebut juga mampu dalam

penghilangan warna, kekeruhan, bahan-bahan organik dan bakteri dalam larutan.

Flokulan merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer yang

bermuatan listrik atau mengandung gugus yang dapat terionisasi. Flokulan

mampu menetralisir muatan, adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel.

Bila molekul flokulan bersentuhan dengan partikel koloid, maka beberapa

gugusnya akan terserap pada permukaan partikel dan sisanya tetap berada di

dalam larutan. Jika partikel kedua terikat pula pada bagian lain rantai polimer

tersebut maka terjadi penggabungan partikel dimana polimernya berfungsi

sebagai jembatan. Adapun gradien di dalam cairan akan mengakibatkan kontak

antar partikel, dan karena pergerakan partikel akan terjadi saling benturan dan

mengakibatkan penggabungan antar mikroflok halus menjadi flok-flok besar.

Secara garis besar tahap pembentukan flok tersebut adalah proses

destabilisasi partikel koloid, pembentukan mikroflok, penggabungan mikroflok

dan pembentukan makroflok. Tahap destabilisasi dan pembentukan mikroflok

terjadi pada proses koagulasi dan tahap penggabungan mikroflok dan

(44)

Flokulasi mampu menetralkan kandungan kimiawi yang sangat tinggi menjadi

lebih rendah, proses ini sangat berperan dalam menunjang tahap selanjutnya

yaitu proses aerasi secara biologis dengan demikian larutan limbah dapat

dipisahkan secara lebih mudah.

II.4.3. Proses Sedimentasi Lumpur Aktif

Dalam proses lumpur aktif, polutan organik diserap oleh mikroorganisme

dalam tanki aerasi. Mikroorganisme ini secara essensial adalah lumpur aktif itu

sendiri. Akan tetapi tanpa sedimentasi atau pemisahan lumpur dari larutannya,

proses pengolahan tidak akan efektif sama sekali. Untuk alasan tersebut maka

pengendapan gravitasi (sedimentasi) pada tanki kedua (secondary tank) merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem pengolahan lumpur aktif

(Nathanson,1997; James, 1994).

Sedimentasi adalah proses pemisahan dari air, partikel larutan yang lebih

berat dari air dengan pengendapan secara gravitasi, sedimentasi digunakan

untuk memisahkan flok biologis dan memproduksi effluen yang lebih jernih

(Metcalf and Eddy,1991). Bila lumpur tidak cepat mengendap, beberapa akan

terbawa ke efluen dan akan menyebabkan pencemaran pada air supernatan

yang diperoleh (Nathanson,1997). Pada beberapa kasus setelah proses

sedimentasi dilakukan penambahan koagulan (bahan kimia yang meningkatkan

flokulasi dan menyebabkan penggendapan flok (Schoeder,1977).

Dalam beberapa kondisi, proses sedimentasi sering terhambat. Alasan

utamanya adalah pesatnya pertumbuhan bakteri berfilamen atau berserabut,

secara subur di tanki aerasi dan membuat lumpur menjadi halus dan ringan.

Lumpur berfilamen yang tumbuh secara berlebihan seperti ini lambat mengendap,

sehingga supernatan yang jernih tidak akan diperoleh di akhir proses, Kondisi ini

sering disebut dengan bulking (Nathanson,1997). Kondisi bulking seperti ini bisa dikontrol dan dibatasi dengan melakukan penyesuaian pada konsentrasi MLSS

dan rasio F/M.

Penyesuaian akan efektif bila diketahui pola pengendapan lumpur aktif.

Pola pengendapan mampu diidentifikasi berdasarkan nilai kualitas pengendapan

lumpur yang disebut Sludge Volume Index (SVI) (Metcalf dan Eddy,1991). Penyesuaian diperoleh dengan mengembalikan lumpur dari tanki sedimentasi

kedua ke aerasi dan pengaturan konsentrasi MLSS yang mempunyai SVI yang

(45)

Dalam penangangan limbah cair industri dengan menggunakan sistem

lumpur aktif, bila konsentrasi dari larutan padat (suspended solid) sangat tinggi, mencapai > 500 mg/l, partikel limbah tidak mengendap secara independen, flok

partikel melekat bersama dan massa partikel mengendap membentuk lapisan

yang berbeda antara flok lumpur dan supernatan (Schoeder,1977;

Eckenfelder,1989). Dengan asumsi kecepatan pengendapan proporsional

dengan konsentrasi padatan limbah dan tidak ada interaksi mekanis antar

partikel, secara konseptual pola pengendapan berikut dapat menjelaskan sistem

yang terjadi :

Gambar 3 Skema konseptual pola pengendapan lumpur aktif (Eckenfelder,1989; Metcalf and Eddy,1991)

Pada skema konseptual di atas, selama periode pengendapan maka

kecepatan mengendap lumpur dalam keadaan yang sama. Daerah A

menggambarkan konsentrasi awal dari partikel lumpur yang teraerasi (kondisi I),

bersamaan dengan terjadinya pengendapan partikel padatan mengendap di

daerah D secara konstan, dan terbentuk daerah C sebagai daerah transisi dan

daerah supernatan B (kondisi II). Pada kondisi III terjadi hal yang sama dengan

padatan yang mengendap lebih banyak (daerah D) dan supernatan yang

meningkat (daerah B) serta penurunan daerah A. Kemudian kecepatan

pengendapan akan menurun karena meningkatnya densitas dan viskositas

larutan di sekitar partikel dan kondisi IV pun terbentuk dimana partikel lumpur

sudah mengendap penuh (daerah D) sehingga antara padatan dan air

supernatan (daerah B) terlihat jelas (Eckenfelder,1989;Metcalf dan Eddy,1991).

Fenomena yang ditunjukan pada Gambar 3 menjadi dasar identifikasi

kurva fase mengendapnya lumpur yang terflokulasi. Pada konsentrasi awal yang

seragam lumpur mengendap dengan kecepatan yang seragam pula. Ada tiga

(46)

pemadatan (Eckenfelder,1989). Skema umum fase pengendapan lumpur

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema umum fase pengendapan lumpur terflokulasi. (Eckenfelder,1989)

Seperti halnya kondisi yang terjadi di lapangan ada interaksi antar partikel

dan konsentrasi biomassa yang tidak mengendap sempurna ke dasar tanki

(bulking) yang berpengaruh terhadap turunnya kecepatan mengendap lumpur. Hal ini yang menyebabkan efektifitas dan kualitas effluen menjadi rendah.

Diyakini akibat pengaruh di atas proses pengendapan membentuk suatu pola

yang kontinyu terhadap waktu. Skema fase pengendapan 4 menjadi dasar

pemikiran dilakukan penelitian ini. Asumsi dasar yang dipergunakan adalah

pengaruh dari faktor lingkungan seperti pH, suhu dan lainnya dianggap konstan.

II.4.4. Karakteristik Flok

Dalam Sistem lumpur aktif mikroorganisme bersama-sama dengan

partikel-partikel terlarut dalam limbah membentuk flok sebagai unit operasional

dasar lumpur aktif yang sering disebut dengan proses Bioflokulasi. Dari beberapa

penelitian secara fisik didapatkan informasi bahwa dalam pembe

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Tekstil           (Potter,et al.,1994)
Gambar 6  Kerangka kerja pengambilan data volume ,            konsentrasi,dan  waktu pengendapan lumpur aktif
Gambar 7  Tahapan pembuatan aplikasi model pola pengendapan lumpur aktif          pada sistem pegolahan limbah cair tekstil
Gambar 8 Hubungan antar parameter pengendapan yang terlibat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Layanan Perkantoran adalah kegiatan layanan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas don fungsi utama BPK dalam memeriksa pengelolaan don tanggung jawab keuangan

perasan mengkudu dengan konsentrasi 60% sebesar 9,74mm, dan rata- rata total daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada perasan mengkudu

Analisis kesesuaian asesmen buatan guru dengan tagihan asesmen pada Silabus dilakukan untuk mengetahui persentase asesmen buatan guru yang telah sesuai dengan tagihan

Mengapa demikian dilihat dari awal muncul berdirinya administrasi sudah jelas bahwa munculnya adminstrasi bersamaan dengan adanya kelompok manusia yang membentuk satu tujuan

Crane Leadder Diesel Hammer PC Sheet Pile Stock PC Sheet Pile Crane Leadder Diesel Hammer PC Sheet Pile Stock PC Sheet Pile PEMASANGAN BEKISTING TIANG PANCANG LIFTING JACK

 Pemantauan Pemantauan secara terus menerus secara terus menerus terhadap status n terhadap status neutologis, nad eutologis, nadi, tekanan i, tekanan darah,

Mahasiswa mampu mengelola akun pribadi dalam aplikasi FOAP dan menerapkan strategi penjualan karya foto melalui aplikasi FOAP.. Fotografi Potret – Menciptakan Keindahan

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI