• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediksi Struktur Kelas Hutan pada Kondisi Normal, Harapan dan Pesimis Pesimis

2. Laporan audit sumberdaya hutan KPH Ciamis tahun 2007 3. Buku Statistik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

5.5 Prediksi Struktur Kelas Hutan pada Kondisi Normal, Harapan dan Pesimis Pesimis

Data hasil audit sumberdaya hutan tahun 2007 digunakan sebagai awal jangka proyeksi yang akan dianalisis dengan berbagai kondisi tingkat kerusakan hutan, baik yang mencerminkan kondisi normal, kondisi harapan dan kondisi

pesimis. Proyeksi kondisi struktur kelas hutan dalam kajian dilakukan untuk lima jangka ke depan.

Tegakan suatu hutan dikatakan lestari jika penyebaran kelas umur tegakan merata. Sehingga jika tegakan dimanfaatkan secara lestari maka setelah dilakukan penebangan, potensi tegakan tidak berkurang dibanding dengan sebelum dilakukan penebangan dan tebangan tahunan tidak mengurangi kapasitas hasil (Simon 1993). Pengelolaan hutan lestari berdasarkan aspek produksi menunjukkan terjaminnya keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan dan usahanya.

Struktur kelas hutan pada jangka mendatang diprediksi dengan cara mengalikan luas masing-masing kelas hutan pada jangka sebelumnya dengan persentase tingkat kelestarian. Luas suatu kelas umur yang rusak menjadi tanah kosong, tanaman jati bertumbuhan kurang, atau miskin riap diprediksi dari persentase tingkat kerusakannya sehingga potensi tanaman baru yang akan ditanam kembali menjadi kelas umur I berasal dari perkalian persentase penambahan tanaman baru terhadap besarnya potensi kerusakan. Luas miskin riap berkurang menjadi 0 ha dikarenakan pada audit sumberdaya hutan 2007 nilainya sudah menjadi 0 % sehingga otomatis luas suatu kelas umur yang rusak menjadi tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang menjadi 100 %. Pengurangan luas areal produktif (KU V ke atas) dimungkinkan karena adanya penebangan dalam jangka yang dihitung.

Konsep kelestarian yang digambarkan sebagai hutan normal sulit tercapai, namun bisa tercapai dalam jangka waktu tertentu. Kondisi hutan yang ideal tanpa faktor kerusakan hampir tidak mungkin dicapai, sehingga persentase kerusakan pada tiap kelas umur ditargetkan maksimum 20% per jangka (2% per tahun). Kondisi hutan dengan nilai kerusakan tersebut dicerminkan sebagai kondisi harapan.

Prediksi struktur kelas hutan dengan angka kerusakan harapan (persentase kerusakan ditargetkan maksimum 2% per tahun) seperti terlihat pada Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada kelas hutan produktif dari jangka kedua hingga jangka keempat serta penurunan dari jangka kesatu ke jangka kedua dan jangka keempat ke jangka kelima.

39

Pada jangka pertama luas kelas umur I lebih besar dari kelas umur lainnya sedangkan kelas umur kedua adalah yang terkecil diantara kelas umur lainnya. Hal ini menjadikan pada jangka ketiga, luas kelas umur tua (KU IV keatas) menjadi paling kecil diantara jangka lainnya. Adapun jangka keempat memiliki potensi kelas umur tua (KU IV keatas) yang paling besar. Potensi kelas umur tua tidak bergeser jauh dari kelas umur muda (KU I, II dan III) sehingga besarnya potensi areal tebang cukup stabil. Hal ini disebabkan perbedaan yang tipis antara nilai tingkat kelestarian kelas umur tua dengan kelas umur muda dan semakin merata penyebaran potensi hutan sehingga tidak hanya terkonsentrasi pada kelas umur muda saja.

Target kerusakan maksimum sebesar 2 % per tahun pada kondisi harapan, menggambarkan adanya potensi hutan miskin riap tiap jangka. Sama halnya dengan potensi areal non produktif (tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang) yang masih ditemui di tiap jangka meskipun nilainya lebih besar dibanding awal jangka. Hal tersebut cukup logis karena potensi tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang masih terdapat pada jangka sebelumnya yang tidak sepenuhnya ditanami kembali menjadi kelas umur I pada jangka berikutnya.

Gambar 6 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi harapan.

Prediksi struktur kelas hutan dengan angka kerusakan normal berdasarkan Gambar 7 menunjukkan struktur kelas hutan produktif mengalami peningkatan dan penurunan sekaligus. Potensi hutan pada kondisi normal sama persis dengan

0,0 500,0 1.000,0 1.500,0 2.000,0 2.500,0 3.000,0 3.500,0 4.000,0 KU I KU II KU III KU IV KU V MR MT 2004-2013 2014-2023 2024-2033 2034-2043 2044-2053

kondisi harapan. Hal ini dikarenakan oleh tingkat kerusakan pada kondisi normal yang sama sekali tidak berbeda jika dibandingkan dengan kondisi harapan. Penyebaran struktur kelas hutan yang berangsur semakin merata antara kelas umur muda dan kelas umur tua menunjukkan adanya kemungkinan tercapainya kelestarian tegakan.

Gambar 7 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi normal.

Prediksi sruktur kelas hutan pada kondisi pesimis disajikan pada Gambar 8. Potensi hutan produktif pada kondisi pesimis mengalami penurunan yang tidak normal. Potensi hutan pada kondisi ini lebih kecil dibanding pada kondisi harapan dan normal. Hal ini disebabkan karena tingkat kerusakan pada kondisi pesimis lebih besar dibanding pada kondisi harapan dan normal.

Penambahan tanaman baru pada kondisi pesimis lebih besar dibanding kondisi lainnya karena dipengaruhi oleh besarnya potensi tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang pada jangka sebelumnya. Tidak sepenuhnya tanah kosong dan tanaman jati bertumbuhan kurang tersebut ditanami kembali sehingga cukup logis jika pada tiap jangka masih terdapat areal non produktif tersebut. 0,0 500,0 1.000,0 1.500,0 2.000,0 2.500,0 3.000,0 3.500,0 4.000,0 KU I KU II KU III KU IV KU V MR MT 2004-2013 2014-2023 2024-2033 2034-2043 2044-2053

41

Gambar 8 Prediksi struktur kelas hutan pada kondisi pesimis.

Luas struktur kelas hutan pada kondisi pesimis nampak tidak normal dimana luas tegakan muda (KU I-III) relatif lebih besar dibandingkan dengan tegakan tua (KU IV-up). Oleh karena itu dapat dikatakan potensi tegakan jati relatif rendah sehingga diperlukan pemeliharaan dan pengamanan yang lebih baik agar tegakan yang muda dapat tumbuh menjadi tegakan tua yang nantinya siap dipanen. Adapun pada kondisi harapan dan normal, luas struktur kelas hutan nampak relatif normal dimana luas tegakan muda (KU I-III) relatif stabil dibandingkan dengan tegakan tua (KU IV-up).

Gambar 9 Perbandingan luas areal produktif pada kondisi normal, harapan dan pesimis. Keterangan : 1 = jangka 2004-2013 2 = jangka 2014-2023 0,0 500,0 1.000,0 1.500,0 2.000,0 2.500,0 3.000,0 3.500,0 4.000,0 KU I KU II KU III KU IV KU V MR MT 2004-2013 2014-2023 2024-2033 2034-2043 2044-2053 0,0 2.000,0 4.000,0 6.000,0 8.000,0 10.000,0 1 2 3 4 5

3 = jangka 2024-2033 4 = jangka 2034-2043 5 = jangka 2044-2053

Perbandingan struktur kelas hutan berbagai jangka pada ketiga kondisi dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Dari gambar tersebut terlihat adanya ketidakteraturan peningkatan dan penurunan luas kelas hutan pada setiap jangka. Selama lima jangka ke depan dapat dilihat bahwa ada kecenderungan penambahan dan pengurangan areal produktif (KU, MT, dan MR) dan areal non-produktif (TK+TJBK). Luas areal produktif pada kondisi pesimis cenderung lebih sedikit dari kondisi harapan dan normal, sedangkan luas areal non-produktif pada kondisi harapan dan kondisi normal lebih sedikit dibandingkan dengan dan pesimis.

Hal tersebut disebabkan karena tidak teraturnya pola tingkat kerusakan, dimana pada kondisi pesimis persentase kerusakan lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal dan harapan. Oleh karena itu, luas areal produktif pada kondisi pesimis cebderung lebih kecil karena laju kehilangan tegakan lebih besar dibanding dengan kondisi normal dan harapan.

Gambar 10. Perbandingan luas areal non produktif (TK+TJBK) pada kondisi normal, harapan dan pesimis.

Keterangan : 1 = jangka 2004-2013 2 = jangka 2014-2023 3 = jangka 2024-2033 4 = jangka 2034-2043 5 = jangka 2044-2053 0,0 1.000,0 2.000,0 3.000,0 4.000,0 5.000,0 6.000,0 1 2 3 4 5

43

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan hutan sangat mempengaruhi potensi sumberdaya hutan yang dicerminkan oleh luasan areal produktif. Apabila tingkat gangguan hutan rendah (kondisi harapan dan normal) luasan areal produktif cenderung meningkat yang pastinya akan meningkatkan produksi hasil kayunya, sebaliknya apabila tingkat gangguan hutan tinggi (kondisi pesimis) maka potensi areal potensi areal produktif akan menurun dan akan menambah luasnya areal non-produktif (TK+TJBK). Oleh karena itu diharapkan adanya pengamanan hutan yang lebih baik dan tindakan hukum yang tegas sehingga tingkat gangguan hutan dapat ditekan seminimal mungkin.

6.1 Kesimpulan

1. Selama lima jangka ke depan pada kondisi harapan dan normal, kelestarian tegakan mulai dapat tercapai. Hal ini didukung oleh potensi hutan produktif pada kondisi harapan dan normal meningkat pada hampir seluruh jangka serta mulai meratanya potensi kelas umur muda dan kelas umur tua.

2. Selama lima jangka ke depan pada kondisi pesimis, kelestarian tegakan tidak dapat tercapai karena potensi hutan produktif menurun di hampir seluruh jangka dan meningkatnya luas areal non produktif secara signikan.

6.2 Saran

1. Faktor kerawanan hutan harus terus diusahakan untuk semaksimal mungkin dikendalikan sehingga kelestarian tegakan dapat tercapai untuk jangka yang akan datang.

2. Monitoring perubahan kelas hutan dalam jangka pendek (tahunan) seperti audit sumberdaya hutan yang tiga tahun ini dilaksanakan perlu terus dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tentang posisi kinerja keamanan maupun tanaman, hingga diketahui saat ini sedang mengarah pada kondisi normal atau pesimis.

Dokumen terkait