• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas .1 Definisi

2.1.2 Prevalensi dan Epidemiologi Obesitas

Menurut WHO pada tahun 2008, sekitar 1,5 milliar dewasa lebih dari 20 tahun adalah overweight dan lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta wanita adalah obese. WHO juga memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2.3 milliar dewasa akan mengalami overweight dan lebih dari 700 milliar akan obese.

Pada tahun 2008 didapatkan prevalensi obesitas di Asia (selain India, Bangladesh, Pakistan) sekitar 12,5 % untuk laki-laki dan 8,8% untuk perempuan (Gatineau, 2011).

Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi obesitas pada penduduk dewasa di atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa cukup tinggi seperti di Sumatera utara 20.9% dengan 17.7% pria dan 23.8% wanita, di DKI Jakarta 26.9% dengan 22.7% pria dan 30.7% wanita, Jawa Barat 17.0% dengan 14.4% pria dan 29.2% wanita, Jawa tengah 17.0% dengan 11.6% pria dan 22.0% wanita, DI Yogyakarta 18.7% dengan 14.6% pria dan 22.5% wanita, Jawa timur 20.4% dengan 15.2% pria dan 25.5% wanita. Sedangkan di Indonesia adalah 19.1% dengan wanita 23.8% dan pria 13.9% (Depkes, 2007).

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007).

2.1.3.1 Genetik

Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk menimbulkan obesitas masih sulit

ditentukan, karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik.

Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab

monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.

Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton, 2007).

2.1.3.2 Aktivitas fisik

Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa

otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan.

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor yaitu tingkat aktivitas dan olahraga secara umum serta angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting (Guyton, 2007).

Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung

akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal (Guyton, 2007).

2.1.3.3 Perilaku makan

Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).

2.1.3.4 Neurogenik

Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral

(HL) yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti orexigenic substance neuropeptide Y

(NPY) dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) .

2.1.3.5 Hormonal

Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja

melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui dapat berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol merupakan glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005).

2.1.3.6 Dampak penyakit lain

Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma dan gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponen neural. Berdasarkan anggapan tersebut, maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan (Flier, 2012).

2.1.4 Klasifikasi

2.1.4.1 Obesitas Sentral

Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh bagian perut. Penumpukan lemak ini diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih pada jaringan lemak subkutan dan

lemak visceral perut. Penumpukan lemak pada jaringan lemak

visceral merupakan bentuk dari tidak berfungsinya jaringan lemak subkutan dalam menghadapi ketidakseimbangan energi pada tubuh. Ketidakseimbangan energi pada tubuh disebabkan antara lain terjadinya peningkatan asupan gizi dan kurangnya aktivitas fisik (Tchernof, 2013).

Penting mempertimbangkan usia dan jenis kelamin untuk mengetahui interpretasi perkembangan otot atau distribusi lemak tubuh serta klasifikasi obesitas. Misalnya adipositas pusat yaitu penumpukan lemak terutama pada bagian abdomen lebih menunjukkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan pengukuran lingkar pinggang (La Morte, 2013).

Tabel 1. Interpretasi Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (RLPP) (WHO, 2008)

Obesitas sentral merupakan obesitas yang didominasi penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit

Jenis pemeriksaan Klasifikasi Laki-laki Perempuan

Lingkar pinggang Normal 94-102 cm 80-88 cm

Tinggi > 102cm > 88 cm

Rasio lingkar pinggang panggul

Normal < 0,90 < 0,85

kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah (Sugianti, 2009).

Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner dan/atau stroke (Soegondo, 2007).

Seibert (2013) melaporkan korelasi pengukuran lemak viseral dengan risiko penyakit kardiovaskular. Dalam studi pada orang dewasa, peneliti ini melaporkan bahwa penanda risiko kardiovaskular digunakan untuk mengklasifikasikan sindrom metabolik. Jumlah lemak viseral yang meningkat akan memobilisasi asam lemak bebas. Aktivitas lipolitik yang terjadi pada orang obesitas sentral menghasilkan mediator pro-inflamasi spesifik yang meningkatkan tonus vasomotor endotel dengan mengeluarkan renin, angiotensinogen, dan angiotensin II yang mirip dengan sistem renin angiotensin aldosteron pada ginjal sehingga dapat meningkatkan hipertensi pada pasien obesitas (Redinger, 2007).

2.1.4.2 Obesitas General

Obesitas dapat diartikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT). Ketika kuantitas energi dalam bentuk makanan yang masuk dalam tubuh lebih besar dari pada yang dikeluarkan, maka akan mengakibatkan berat badan meningkat dan sebagian besar dari kelebihan energi ini disimpan dalam bentuk lemak. Obesitas biasanya di nyatakan dengan adanya 25% lemak tubuh total atau lebih pada pria dan sebanyak 35% atau lebih pada wanita (Guyton and Hall, 2007). Cara yang biasa digunakan untuk menghitung IMT adalah (LaMorte, 2013):

Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT (WHO,2006)

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang <18,5

Kisaran normal 18,5 – 22,9

Berat badan lebih >23,0

Berisiko 23,0 – 24,9

Obesitas I 25,0 – 29,9

Obesitas II >30,0

Keterangan : IMT : Indeks Masa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi

Berat badan (kg) [Tinggi (m)]2

badan. IMT digunakan untuk mengukur kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein, serta rendah karbohidrat. IMT tidak dapat membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak memberikan distribusi lemak di dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama risiko gangguan metabolisme yang dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur lingkar pinggang. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul diukur pada titik yang terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul (Arora, 2007).

Dokumen terkait