• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.6.5. Pemilihan Material

3.6.6.1. Prinsip Dasar Aliran Dalam pipa

Tabel 3.8. Kedalaman Penanaman Pipa di Indonesia Tahun 2000

Kondisi Penanaman Pipa Kedalaman (cm) Kondisi biasa

Di bawah jalan : Biasa Raya

80 100 120 Sumber : Departemen PU DJCK Direktorat Air Bersih,2000.

Perpipaan induk distribusi sedapat mungkin dipasang di dalam tanah. Kedalaman pipa minimum ditentukan 80 cm pada kondisi biasa dan 100 cm untuk di bawah jalan. Untuk kemudahan pemasangan dan pemeriksaan, perpipaan ini dipasang di sepanjang jalan yang diperlukan. Ketebalan penutup pipa sesuai kondisi lapangan dapat dilihat pada tabel 3.9

di bawah ini :

Tabel 3.9. Tebal Penutup Pipa di Indonesia tahun 2000

Kondisi ∅ 50 mm ∅ 80 mm Tebal Penutup Pipa (cm) ∅ 100 mm ∅ 150 mm Kondisi biasa Di bawah jalan 80 100 80 100 80 100 80 100 Sumber : Departemen PU DJCK Direktorat Air Bersih,2000.

Bentuk galian / penanaman pipa ada 3 menurut lokasi penanaman : 1. Galian normal, galian yang terletak di bawah tanah pinggir jalan,

jalan setapak atau jalan berbatu-batu dan trotoar

2. Galian di bawah jalan , galian yang terletak di bawah jalan aspal 3. Galian memotong jalan, galian yang memotong badan jalan. 3.6.6. Analisis Hidrolika

Dalam perencanaan sistem penyediaan air baku dan air bersih dengan perpipaan, analisis hidrolika terutama dimaksudkan untuk menentukan dimensi bangunan dan fasilitas yang direncanakan.

3.6.6.1. Prinsip Dasar Aliran Dalam pipa

Menurut Triatmojo (1995) aliran dalam pipa merupakan aliran tertutup di mana air kontak dengan seluruh penampang saluran. Jumlah aliran yang mengalir

40 V2 V1 A1 A2 D1 D2

melalui lintang aliran tiap satuan waktu disebut debit aliran, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Q = A x V ( m2 x m/det = m3/ det) (3.7) Di mana :

Q = Debit aliran (m3/det) A = Luas penampang pipa (m2) V = Kecepatan aliran (m/det)

a. Persamaan kontinuitas

Pada setiap aliran di mana tidak ada kebocoran maka untuk setiap penampang berlaku bahwa debit setiap potongan selalu sama.

V1 x A1 = V2 x A2 atau, (3.8) Q= A x V = Konstan (3.9)

Gambar 3.8. Saluran Pipa Dengan Diameter Berbeda Sumber : Triatmojo, (1995)

Menurut Triatmojo (1995) untuk pipa bercabang berdasarkan persamaan kontinuitas, debit aliran yang menuju titik cabang harus sama dengan debit yang meninggalkan titik tersebut, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Q1 = Q2 + Q3 atau, (3.10) A1 x V1 = A2 x V2 + A3 x V3 (3.11)

41 Q1 V1 A1 1 Q2 V A Q 3 V A 2 2 3 3 2 3

Gambar 3.9. Persamaan Kontinuitas Pada Pipa Bercabang Sumber : Triatmojo, (1995)

b. Persamaan Bernoulli

Menurut Bernoulli Jumlah tinggi tempat, tinggi tekan dan tinggi kecepatan pada setiap titik dari aliran air selalu konstan. Persaman Bernoulli dapat dipandang sebagai persamaan kekekalan energi mengingat, z = energi potensial zat cair tiap satuan berat

z m.g

m.g.z ≈ (3.12)

p

Tenaga potensial tekanan zat cair tiap satuan berat F m.g ≈ ≈p m.g p.v (3.13) 2g v2

= tenaga kinetik satuan berat

2g v m.g m.v 2 1 2 2 ≈ (3.14) Dengan neraca massa energi yang masuk sama dengan yang keluar energi di A = energi di B sehingga,

H =z +p+

2g

v2

42 γ Z Z

A

B

A GARIS TENAGA GARIS TEKANAN V ²/2g P / Z V ²/2g P / Z 1 1 1 2 2 2 B Vk ²/2g Vk ²/2g1 1 H H HB A DATUM 2 γ A Z +PA + 2g vA2 = ZB +PB+ 2g vB2 + ∆H (3.16) Vk ²/2g Vk ²/2g

Gambar 3.10. Garis energi dan garis tekanan Sumber : Triatmojo, (1995)

c. Persamaan Hazen William

Q = 0,2785 x C x D2,63 x S0,54 (3.17) Di mana :

Q = debit aliran (m3/det) C = Koefisien kekasaran D = Diameter pipa (m)

S = Slope pipa = beda tinggi/panjang pipa (m/m) Tabel 3.10. Nilai Koefisien C Hazen Williams

Jenis Pipa Nilai C

1. New Cast Iron

2. Concrrete or Concrete lined 3. Galvanized Iron 4. Plastic 5. Stell 6. Vetrivield Clay 130 – 140 120 – 140 120 140 – 150 140 – 150 110 Sumber : Epanet 2, User manual

43 3.6.6.2. Tekanan Air Dan Kecepatan Aliran

Jika tekanan air kurang, akan menyebabkan kesulitan dalam pemakaian air. Sedangkan tekanan air yang berlebih dapat menimbulkan rasa sakit karena terkena pancaran air, merusak peralatan plambing, dan menambah kemungkinan timbulnya pukulan air. Besarnya tekanan air yang baik pada suatu daerah bergantung pada persyaratan pemakai atau alat yang harus dilayani. Secara umum dapat dikatakan besarnya tekanan standard adalah 1,0 kg/cm2, sedangkan tekanan statik sebaiknya diusahakan antara 4,0 – 5,0 kg/cm2 untuk perkantoran dan antara 2,5 – 3,5 kg/cm2 untuk hotel dan perumahan. Di samping itu beberapa macam peralatan plambing tidak dapat berfungsi dengan baik kalau tekanan airnya kurang dari batas minimum.

Kecepatan aliran air yang terlampau tinggi akan dapat menambah kemungkinan timbulnya pukulan air, menimbulkan suara berisik dan kadang menyebabkan ausnya permukaan dalam pipa. Biasanya digunakan standard kecepatan antara 0,6-1,2 m/dt, dan batas maksimumnya antara 1,5 – 2,0 m/dt. Di lain pihak, kecepatan yang terlalu rendah ternyata dapat menimbulkan efek korosi, pengendapan kotoran yang mempengaruhi kualitas air (Morimura et al., 1999). 3.6.6.3. Kehilangan Tekanan (Headloss)

Macam kehilangan tekanan adalah:

1. Major losses, terjadi akibat gesekan air dengan dinding pipa. Menurut Atang, (1983), besarnya kehilangan tekanan karena gesekan dapat ditentukan dengan formula umum dari Darcy Weisbach, yaitu:

hf = f x D L x 2g v2 (3.18) Dan : Re = υ V x D (3.19) Di mana :

hf =kehilangan energi akibat gesekan (m) f = faktor gesekan pada pipa

44 D = diameter pipa (m)

= 4xR (R= jari-jari hidrolis pipa) V = kecepatan rencana (m/dt) g = percepatan gravitasi (9.8 m/dt)

Re = bilangan Reynold

υ = kekentalan kinematik air (0.836x10-6 m2/dt)

Tabel. 3.11. Kekentalan Kinematik Air ( harga tabel x 10-6) Suhu Air ºC (ºF) Kekentalan Kinematik (m2/dt) 4,4 (40) 1,550 10,0 (50) 1,311 15,6 (60) 1,130 21,1 (70) 0,984 26,7 (80) 0,864 32,2 (90) 0,767 37,8 (100) 0,687 43,3 (110) 0,620 48,9 (110) 0,567 65,6 (150) 0,441

Sumber : Hidrolika I, Bambang Triatmodjo, 1995

2. Minor losses, yaitu kehilangan tekanan yang terjadi dalam pipa karena perubahan bentuk bentuk aliran dan perubahan arah aliran.

Kehilangan tekanan ini biasanya karena adanya fitting seperti

terkelupasnya kulit pipa bagian yang berakibat pecahnya gelembung-gelembung air.

45 D1 V1 V2 D2 D D 2 1

V

1

. V

2

D

1

D

2

a. Kehilangan Energi akibat perbesaran penampang

Gambar 3.11. Perbesaran Pipa dan Tampang Sumber : Triatmojo, (1995)

Besarnya kehilangan energi yang terjadi diberikan oleh persamaan berikut : he = K’ x 2g V V 22 2 1(3.20) Di mana :

he = kehilangan energi akibat perbesaran penampang (m)

K’ = koefisien perbesaran penampang yang besarnya tergantung pada sudut α

V1 = kecepatan aliran pada pipa 1 (m/dt) V2 = kecepatan aliran pada pipa 2 (m.dt) g = percepatan gravitasi (m/dt2)

Gambar 3.12. Perbesaran Penampang Berangsur-angsur Sumber : Triatmojo, (1995)

46 D D V D D 1 VC V2 2 1 1 2 D C Tabel 3.12. Nilai K’ Sebagai Fungsi dari α

α 10° 20° 30° 40° 50° 60° 70°

K’ 0.078 0.31 0.49 0.6 0.67 0.72 0.72

Sumber : Hidrolika II, Bambang Triatmojo. 1995

b. Kehilangan Energi akibat penyempitan penampang

Gambar 3.13. Pengecilan Pipa dan Tampang Sumber : Triatmojo, (1995)

Besarnya kehilangan energi diberikan oleh rumus berikut : he = K’c x

2g V22

(3.21) Di mana :

he = kehilangan energi akibat penyempitan penampang (m)

K’ c= koefisien penyempitan penampang yang besarnya tergantung pada sudut A1/A2 (dalam prakteknya K’c diambil 0.5)

V2 = kecepatan aliran pada pipa 2 (m/dt) g = percepatan gravitasi (m/dt2)

47

.

D

. D

D

1

V

V

2 2 1

Gambar 3.14. Pengecilan Penampang Berangsur-angsur Sumber : Triatmojo, (1995)

c. Kehilangan Energi akibat belokan

Kehilangan energi yang terjadi pada belokan tergantung sudut belokan pipa

Kehilangan energi dicari dengan rumus : hb = Kb x

2g V2

(3.22) Di mana :

hb = kehilangan energi akibat gesekan (m) Kb = koefisien kehilangan energi pada belokan V = kecepatan aliran pada pipa 2 (m/dt) g = percepatan gravitasi (m/dt2)

Gambar 3.15. Belokan Pipa Sumber : Triatmojo, (1995)

α

48

R

D

Tabel 3.13. Nilai Koefisien Kb Sebagai Fungsi Sudut Belokan

α 20° 40° 60° 80° 90°

Kb 0.05 0.14 0.36 0.74 0.98

Sumber : Hidrolika II, Bambang Triatmojo. 1995

Untuk belokan 90° dan dengan belokan halus (berangsur-angsur), kehilangan energi tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokan dan diameter pipa. Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel 3.13.

Gambar 3.16. Belokan Pipa Sumber : Triatmojo, (1995)

Tabel 3.14. Nilai Kb Sebagai Fungsi R/D

R/D 1 2 4 6 10 16 20

Kb 0.35 0.19 0.17 0.22 0.32 0.38 0.42

49 3.6.6.4. Kebocoran

3.6.6.4.1. Klasifikasi Kebocoran

Kebocoran atau kehilangan air dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Kehilangan Air Tercatat

Kehilangan air tercatat merupakan sebagian besar dari salah satu rangkaian operasi dan pemeliharaan sistem penyediaan air minum seperti :

a. Pengurasan bak pengendap, pencucian filter dan lain-lain dalam operasi pengolahan air

b. Pengurasan pipa distribusi dan transmisi baik dalam pengetesan maupun operasional pelayanan

c. Pengetesan fire hydrant secara berkala

d. Keperluan pemadam kebakaran

e. Kepeluan fasilitas keindahan kota

f. Pemakaian air yang berlebihan oleh konsumen g. Penggunaan sosial lain

Kehilangan air tercatat ini biasanya dapat dicatat dengan memakai meter air atau membuat perkiraan besarnya pemakaian air. Kehilangan air tercatat biasanya berkisar 1-2%.

2. Kehilangan Air Tak Tercatat

Kehilangan air tak tercatat adalah kehilangan air yang dapat berupa kebocoran nyata dan kebocoran tidak nyata. Kebocoran nyata adalah kebocoran yang disebabkan oleh kebocoran pipa, dan perlengkapan, baik di pipa distribusi

maupun di pipa konsumen yang dapat diteliti melalui Leakage Abatement

Program . Kebocoran tidak nyata dapat berupa kebocoran yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Pencurian air

b. Pembacaan meter yang tidak benar c. Akurasi meter air yang rendah

d. Berputar baliknya meter air yang disebabkan oleh kosongnya pipa

50 3. Jumlah kebocoran air yang diijinkan

Jumlah kebocoran air yang diijinkan menurut batas-batas efisiensi produksi dan ekonomi perusahaan dapat diperhitungkan seperti Tabel 3.15.

Tabel 3.15. Batasan Kebocoran Yang Diijinkan

Uraian Jumlah Kebocoran

Yang Diijinkan (%) 1. Kebocoran pada pipa sistem perpipaan, katup-katup

dan lain-lain

2. Pemakaian air untuk operasi dan pemeliharaan sistem dan pelayanan sosial

3. Ketelitian meter air 4. Kebocoran pipa konsumen

5 2 3-5 3-5

Jumlah kebocoran yang diijinkan 15-17

Sumber : Ciriajasa Engineering Consultant (1994)

3.6.6.4.2. Faktor Penyebab Kebocoran

Kebocoran dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor teknis dan faktor non teknis. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing faktor penyebab kebocoran.

a. Faktor Teknis

1) Kerusakan pipa akibat korosi

2) Kerusakan pipa secara mekanis atau pengaruh luar 3) Sambungan pipa yang kurang baik

4) Akumulasi kebocoran air pada keran-keran langganan

Berdasarkan hasil penelitian di Amerika, tingkat kebocoran di konsumen adalah empat kali lebih besar dari kebocoran pipa distribusi.

b. Faktor Non Teknis

1) Kesalahan pembacaan meter air

2) Rendahnya disiplin petugas pembaca meter 3) Kurang tertibnya sistem administrasi perusahaan 4) Pemakaian sosial

5) Penyadapan liar

51 3.6.7. Reservoir

Menurut Fair et al. (1966) reservoir digunakan dalam sistem distribusi untuk menyeimbangkan debit pengaliran, mempertahankan tekanan, dan mengatasi keadaan darurat. Untuk optimasi penggunaan, reservoir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pusat daerah pelayanan. Di kota besar, reservoir distribusi ditempatkan pada beberapa lokasi dalam daerah pelayanan. Reservoir distribusi juga digunakan untuk mengurangi variasi tekanan dalam sistem distribusi.

Menurut Sarwoko (1985) ada beberapa macam resevoir yang biasa digunakan dalam distribusi air minum :

1. Menurut Penempatannya, reservoir terdiri atas :

a) Ground Reservoir, yaitu reservoir yang diletakkan dalam tanah. Reservoir ini harus kuat terhadap tekanan tanah sekitar dan tekanan bangunan yang berada di atasnya.

b) Elevated Reservoir, yaitu reservoir yang berada di atas ketinggian

tanah. Reservoir ini mempunyai head atau tekanan untuk

mengalirkan air ke tempat yang berada di bawahnya secara gravitasi.

2. Menurut operasi dan fungsinya, reservoir terdiri atas :

a) Equalizing Reservoir, air dipompakan ke elevated reservoir dan jaringan distribusi. Air bergerak ke elevated reservoir ketika pemakaian air sedikit atau tidak ada pemakaian sama sekali dan air

bergerak ke elevated reservoir bersamaan dengan pemompaan

menuju area pelayanan.

b) Distribution Reservoir, air dipompakan langsung ke elevated

reservoir dan dari sini air mengalir secara gravitasi menuju area pelayanan. Reservoir tersebut biasanya digunakan dan meratakan tekanan pada sisitem distribusi.

Penentuan kapasitas reservoir ada 2 (dua) macam, yaitu (Trifunafic,1999) : 1. Metode Analitis

Pemakaian air ditunjukkan dengan prosentase kebutuhan harian maksimum. Aliran masuk (inflow) dibatasi selama 10 jam, misal

52 dari puncak 08.00 sampai 18.00, yang juga ditunjukkan dengan prosentase kebutuhan harian. Akumulasi selisih pemakaian dengan aliran masuk dihitung. Kapasitas tangki merupakan penjumlahan dari kelebihan maksimum pada pagi hari dan kekurangan minimum pada sore hari. Sebagai tambahan, persediaan untuk hidran kebakaran dan kebocoran dalam pipa harus ditentukan. Kuantitas air untuk terjadinya kebocoran sekitar 10 % dari jumlah konsumsi air dan hidran kebakaran

2. Metode Grafik

a) Menghitung akumulasi pemakaian air terhadap waktu

b) Menggambar garis lurus dari awal periode pemompaan hingga akhir, menunjukan supply atau inflow. Jumlah elevasi yang diindikasikan oleh ordinat y1 dan y2 diantara kurva pemakaian air dan inflow menunjukkan kapasitas penyimpanan. Kuantitas air dalam reservoir distribusi tiap waktu sepanjang hari ditentukan dan di plot ordinat antara pemakaian air dan garis

inflow pemompaan, sehingga ditentukan level air dalam reservoir.

Dokumen terkait