• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA BERPIKIR

4. Bidal Cara

2.2.1.5.2 Prinsip Kesantunan

Dalam percakapan juga diperlukan aturan lain selain maksud/pesan dapat diterima oleh mitra tutur. Misalnya kepentingan sosial, estetis, dan moral yang biasanya disebut aspek kesopanan. Terdapat hal-hal di luar bahasa yang memengaruhi pemahaman maksud tuturan. Untuk memahami yang terjadi di dalam sebuah percakapan, misalnya diperlukanpengetahuanpihak-pihak yang

95

terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak sosial di antara penutur dan mitra tutur atau status relatif di antara mereka (Kushartanti, 2005).

Hal itu dapat dilihat dalam penggalan percakapan berikut:. (33) A: Setelah itu, kerjakan yang ini!

B: Baik Bapak.

(34) A: Koq diam aja? Bantuin ini dong! B: Sabar dikit kenapa, sih!

(Sumber: Santoso, 2016:306) Dalam penggalan percakapan (33) diketahui bahwa status sosial A lebih tinggi daripada B(hubungan sosial mereka bersifat asimetris), sedangkan di dalam penggalan percakapan (34), Adan B memiliki kedudukan atau jarak sosial yang relatif sama (hubungan sosialmereka bersifat simetris).

Aturan kesopanan itu oleh Leech (1993:206) dikemukakan dalam istilah prinsip kesantunan yang meliputi enam bidal. Keenam bidal kesantunan tersebut adalah ketimbangrasaan, kemurahhatian, keperkenaan, kerendahhatian, kesepakatan/kesetujuan, dan kesimpatian. Keenam bidal tersebut memiliki subbidal, sehingga analisis kesopanan dapat dirinci dengan jelas.

Keenam bidalkesantunan dan subbidalnya sebagai berikut. 1. Bidal Ketimbangrasaan

Bidal ketimbangrasaan yaitu bidal yang berisi nasihat yang berkenaan pembebanan biaya kepada pihak lain seringan-ringannya dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Adapun subbidal ketimbangrasaan sebagai berikut.

a. Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin. b. Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.

96

Bidal ini berisi nasihat yang menyangkut pembebanan biaya kepada pihak lain yang seringan-ringannya dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sejalan dengan pengertian tersebut bidal ini dijabarkan ke dalam dua subbidal, yaitu minimalkan biaya kepada pihak lain dan bidalalkan keuntungan kepada pihak lain. Tuturan direktif dan komisif sangat lazim digunakan untuk menyatakan tuturan yang mematuhi bidal ini.

Percakapan berikut memuat pelanggaran bidal ketimbangrasaan.

(35) KONTEKS: SUATU KETIKA A DAN B MEMPERCAKAPKAN INE. DI DALAM PERCAKAPAN ITU B SERING BERBUAT NAKAL.

A :Tenang, kalau manggil Ine “sayang” ya. Biar nggak

nyamberin.

B : Saya majikannya. Ine, bukakan sandal! Habis buka sandal, buka semuanya!

(Sumber Rustono 1999: 96)

Tuturan B, “Ine, bukakan sandal! Habis buka sandal, buka semuanya!”,dalam percakapan (35) melanggar bidal ketimbangrasaan karena tuturan itu tidak meminimalkan biaya kepada mitra tuturnya, Ine. Dengan adanya tuturan itu, pelanggaran subbidal pertama bidal ketimbangrasaan terjadi. Tindakan membukakan mitra tuturnya sandal atau bahkan memukakan mitra tuturnya semua yang dipakainya adalah tindakan yang membutuhkan biaya sosial yang besar dari sudut ketidakenakannya. Seolah-olah tindakan B itu tidak atas dasar pertimbangan sehingga melampaui batas perasaan manusia yang wajar.

Tuturan B yang melanggar bidak ketimbangrasaan itu memiliki fungsi sebagai sumber impikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang melanggar bidal ketimbagrasaan itu adalah menyatakan kesadisan. Bergantung kepada konteks, mungkin saja implikatur tuturan itu menyatakan gurauan.

97 2. Bidal Kemurahhatian

Bidal kemurahhatian berkenaan dengan sifat murah hati yag diharapkan dari penutur. Agar memenuhi prinsip kesantunan, nasihat bidal ini yang harus dipatuhi adalah minimalkan keuntungan diri sendiri dan bidalalkan keuntungan pihak lain atau sub-subbidalnya sebagai berikut.

a. Buatlah keuntungan sendiri sekecil mungkin. b. Buatlah kerugian sendiri sebesar mungkin.

Tuturan yang mematuhi bidal ini lazimnya berupa tuturan evaluatif dan asertif. Begitu ditekankannya sifat kemurahhatian, penutur harus merelakan keuntungan yang bidalal berada pada mitra tuturnya atau pihak ain. Dengan demikian, jika berupaya memperoleh keuntungan sementara mitra tuturnya atau pihak lain tidak memperolehnya, tindakan penutur itu tidak sejalan dengan prinsip kesantunan bidal kemurahhatian.

(36) KONTEKS: KETIKA MENUNGGU SESEORANG, A BERTEMU DENGAN B. PERKENALAN PUN TERJADI. AKAN TETAPI, B BERLAKU USIL TERHADAP TEMAN BARUNYA ITU.

A : Saya lagi bingung.

B : Minta deh uang, tapi jangan lebih dari seribu. Kelihatannya Mbak tuh ada ada sesuatu yang dipikirkan gitu, lho. Mbak bintangnya apa, sih?

(Sumber Rustono 1999: 97)

Tuturan B, “Minta deh uang, tapi jangan lebih dari seribu” melanggar bidal kemurahhatian karena meminimalkan keuntungan diri sendiri dan juga tidak mebidalalkan keuntungan kepada pihak lain. Nasihat untuk bermurah hati kepda mitra tuturnya atau pihak lain tidakdipatuhi oleh B. Subbidal pertama dan kedua dilanggar secara sekaligus. Pelanggaran bidal kemurahhatian itu menjadi sumber

98

implikatur percakapan. Alasannya adalah pelanggaran itu menyebabkan tuturan itu berimplikatur, yaitu melanggar.

3. BidalKeperkenaan

Bidal keperkenaan merupakan bidal tentang masalah penjelekan dan pujian kepada mitra tutur atau pihak lain. Bidal ini memiliki sub-subbidal:

a. Kecamlah orang lain sedikit mungkin. b. Pujilah orang lain sebanyak mungkin.

Percakapan sehari-hari mengandung banyak tuturan yang melanggar bidal keperkenaan. Tuturan yang melanggar bidal ini menjadi sumber implikatur percakapan. Berikut ini merupakan percakapan yang memuat pelanggaran bidal keperkenaan.

(37) KONTEKS: KETIKA A DAN B BERJAGA, DATANGLAH C

DENGAN MEMBAWA SEEKOR AYAM. MEREKAPUN

MENGINTEROGASI C YANG BERLAKU ANEH. C : Ayam saya kepanasan, dibentak-bentak malah. A : Namanya siapa ini?

C : Johnson.

A : Namanya Johnson. Kalau Mas siapa? C : Ribut.

A : Bagusan nama ayamnya.

(Sumber Rustono 1999: 98)

Tuturan A di dalam percakapan (37) melanggar bidal keperkenaan karena tuturan itu tidak meminimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya, C. Dengan adanya tuturan itu, pelanggaran subbidal pertama bidal keperkenaan terjadi. Pendapat bahwa nama ayam lebih bagus daripada nama pemiliknya menyiratkan bahwa penuturnya tidak meminimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya. Yang terjadi

99

justru sebaliknya, yaitu penutur mebidalalkan penjelekan kepada mitra tuturnya. Tuturan tersebut mengandung implikatur mengejek.

Percakapan berikut juga memuat tuturan melanggar subbidal kedua bidal keperkenaan.

(38) KONTEKS: MENJELANG PERTANDINGAN TINJU ANTARA JOHN ROCKY DAN OGUT, TERJADI PERANG URAT SYARAF PARA PELATIH DAN PETINJUNYA BEROLOK-OLOK.

OGUT : Habisin kepalanya! Emang gue badak.

MANAJER: Ini, he he he. Hadap sini, Pak. Ngomong! Belum perang aja Lu udah tua.

OGUT : Orang bongkok tanya nggak kuat. Gue mau lihat deh. MANAJER: Eh, John, eh John, kok banyak panu, John? Gue galak.

Sekarang mau menghajar siapa? Bapaknya juga boleh.

(Sumber Rustono 1999: 99)

Di dalam percakapan (38) tuturan yang melanggar bidal keperkenaan adalah tuturan manajer. Hal itu karena tuturan itu tidak mebidalalkan pujian kepada mitra tuturnya, petinju John Rocky. Subbidal yang kedua yaitu nasihat untuk mebidalalkan pujian kepada mitra tuturnya atau pihak lain yang dilanggar. Tuturan yang menyatakan bahwa mitra tuturnya memiliki banyak panu sama sekali tidak mebidalalkan pujian; bahkan terkesan mebidalalkan penjelekan kepada mitra tuturnya. Tuturan manajer tersebut melanggar bidal keperkenaan yang menyiratkan implikatur percakapan mencemooh.