II.1 Prinsip Umum
a. Kegiatan tidak menyebabkan kondisi WTP lebih buruk dari keadaan sebelumnya, dari segi lingkungan hidup, tingkat kehidupan dan pendapatan, serta dari sisi kehidupan sosial dan budaya. Kegiatan diharapkan memberikan dampak positif terhadap WTP.
b. Setiap Kegiatan sedapat mungkin menghindari atau jika tidak bisa dihindari, meminimalkan pengadaan tanah dan pemukiman kembali WTP, serta dampak negatif lainnya terhadap pengelolaan lingkungan dan MA. Jika dampak negatif akibat Kegiatan tidak dapat dihindari, maka pengelola Kegiatan harus menyesuaikan rancangan (desain) Kegiatan sesuai dengan rekomendasi pengelolaan lingkungan, kebutuhan pengadaan tanah dan pemukiman kembali dan penanganan MA, atau mencari alternatif lokasi Kegiatan yang lain.
c. Bila dampak negatif tidak dapat dihindari maka perlu dipastikan adanya upaya/langkah mitigasi yang dikembangkan untuk meminimalkan dampak negatif tersebut dan/atau memulihkan akibat dari dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaan. Infrastruktur yang memiliki dampak negatif yang tidak dapat dipulihkan tidak akan dibiayai oleh DAK bidangInfrastruktur ini.
d. Pengelolaan lingkungan, pengadaan tanah dan pemukiman kembali WTP, serta penanganan MA dilakukan berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi dan konsultasi dua arah dengan WTP dengan informasi yang cukup dan yang diberikan seawal mungkin, serta melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) terkait, tidak hanya dari kalangan Pemerintah Daerah saja, namun juga dari LSM, perguruan tinggi, dan masyarakat umum.
e. Aspirasi dan rekomendasi dari hasil konsultasi dengan WTP yang dapat meminimalkan dampak negatif Kegiatan atau dapat memaksimalkan dampak positif Kegiatan harus menjadi pertimbangan dalam desain Kegiatan Proyek, dan pelaksanaan serta dalam pengoperasian dan pemeliharaan Kegiatan.
f. Proses konsultasi, hasil kesepakatan serta perbaikan rencana pengelolaan lingkungan, pengadaan tanah dan pemukiman kembali, dan rencana penanganan MA harus disebarluaskan kepada masyarakat luas melalui media yang tersedia serta di tempat-tempat umum yang terjangkau masyarakat.
g. Proses konsultasi, hasil kesepakatan serta rencana dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan, pengadaan tanah dan pemukiman kembali, dan penanganan MA harus didokumentasikan dan menjadi bagian dari proposal Kegiatan dan pelaporan Kegiatan.
II.2 Prinsip Khusus a. Pengelolaan Lingkungan
(1) Proyek ini tidak akan mendanai pekerjaan atau pembelian produk dan bahan kimia yang didefinisikan dalam Bagian III.2.a di bawah ini, yang akan berdampak signifikan atau menciptakan dampak yang tidak dapat dipulihkan bagi lingkungan, atau proyek yang akan membutuhkan proses pengadaan tanah yang ekstensif, dalam kondisi keterbatasan
7
kapasitas dan kerangka waktu dalam siklus tahunan DAK untuk pengelolaan dan mitigasi dari dampak terkait.
(2) Proyek ini tidak akan mendanai Kegiatan Proyek yang melibatkan konversi habitat alami yang signifikan, atau yang menyebabkan penurunan kualitas habitat alami yang kritis, yang tidak konsisten dengan Rencana Tata Ruang Nasional dan Daerah, dan untuk proyek yang terletak di lokasi lahan yang belum dikonversi.
(3) Kajian lingkungan dari Kegiatan Proyek yang terkait sub sektor irigasi harus mempertimbangkan kemungkinan peningkatan upaya pengendalian hama dan rencana pengelolaan lingkungan yang terkait akan mendorong pelaksanaan pendekatan Penanggulangan Hama Terpadu. Aspek pengendalian hama tanaman perlu diperhatikan oleh pemrakarsa proyek saat penyusunan dokumen lingkungan hidup setingkat UKL-UPL.
(4) Rencana pengelolaan lingkungan untuk Aktivitas Proyek ini harus mencakup aspek pengaturan kelembagaan, jadwal pelaksanaan mitigasi dan pemantauannya, serta perkiraan kebutuhan investasi dan biaya operasional serta sumber dana untuk rencana pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
b. Pengadaan tanah dan pemukiman kembali
(1) Setiap WTP berhak mendapatkan kompensasi atas kehilangan atas tanah beserta aset di atasnya tanpa memperhatikan status hak atas tanah tersebut.
(2) Setiap WTP yang terpaksa harus kehilangan pendapatan dan sumber kehidupannya, berhak untuk mendapatkan bantuan untuk memulihkan kehidupan dan penghidupannya, serta diberikan bantuan selama masa transisi untuk memulihkan ke tingkat kehidupan semula.
(3) WTP harus diberikan pilihan-pilihan bentuk kompensasi sehingga dapat meminimalkan kerugian dan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi WTP untuk bisa segera memulihkan kehidupan dan tingkat kehidupannya.
(4) Kompensasi terhadap aset selain tanah harus sesuai dengan biaya penggantian aset tesebut agar WTP bisa mendapatkan aset dengan kuantitas dan kualitas yang setara. Biaya penggantian adalah biaya untuk mengganti aset yang hilang dan untuk menutupi biaya transaksi. Dalam menentukan besarnya biaya penggantian, depresiasi nilai aset dan nilai dari bahan-bahan yang dapat digunakan kembali tidak diperhitungkan.
(5) Jika WTP memutuskan untuk memberikan tanahnya secara sukarela (donasi/hibah) atau memberikan izin pakai atau izin untuk dilewati untuk Kegiatan DAK, maka harus memenuhi kriteria sebagaimana yang tercantum dalam Sub Bab III.7 Petunjuk Teknis ini.
(6) Jika WTP perlu direlokasi, baik untuk permanen maupun untuk sementara, dokumen rencana pemukiman kembali perlu memperhatikan lokasi, kemungkinan kehilangan mata pencaharian/pendapatan, kemungkinan berkurangnya akses terhadap fasilitas umum, pendidikan dan kesehatan, serta keharmonisan dengan warga di lokasi relokasi (lihat Sub Bab III.7).
c. Penanganan MA
(1) Lampiran 22 memberikan informasi tentang keberadaan MA di Kabupaten yang berpotensial untuk turut serta dalam P2D2. Daftar yang lebih rinci tersedia secara terpisah dan dapat diakses oleh instansi pelaksana DAK di daerah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
(2) Keberadaan MA di setiap Kabupaten/Kota peserta DAK harus diverifikasi di lapangan untuk memastikan nama dan lokasi MA pada saat perencanaan umum dan pemrograman disusun.
(3) Dalam setiap tahapan DAK (baik tahap perencanaan dan pemrograman, perencanaan teknis dan konstruksi serta paska konstruksi), pihak Pelaksana Kegiatan harus melakukan konsultasi dengan MA secara partisipatif berdasarkan kebiasaan dan nilai-nilai adat setempat, dan memberikan informasi seluas-luasnya kepada MA tentang rencana Kegiatan
8
tersebut lebih awal sebelum tahap perencanaan Kegiatan Proyek, sehingga Kegiatan Proyek yang diusulkan mendapatkan dukungan penuh dari MA.
Keseluruhan proses pengamanan lingkungan dan sosial untuk kegiatan pembangunan infrastruktur yang didanai oleh DAK disajikan dalam diagram di bawah ini, (Diagram 1), berdasarkan siklus pentahapan proyek yaitu perencanaan dan pemrograman, perencanaan teknis dan konstruksi, pemantauan dan evaluasi.
9
PENYARINGAN SUBPROYEK BERDASARKAN DAMPAK PENYUSUNAN DOKUMEN PENGESAHAN &
PENGANGGARAN PRA-KONSTRUKSI KONSTRUKSI
VERIFIKASI TERHADAP RENCANA & PELAKSANAAN PENANGANAN DAMPAK LINGKUNGAN & SOSIAL OLEH BPKP & ITJEN PU
PENYARINGAN SUBPROYEK BERDASARKAN DAMPAK SOSIAL DAN LINGKUNGAN LINGKUNGAN NEGATIVE LIST Kategori Potensial administrasi tanah (pemecahan sertifikat) perlu dilakukan sebelum konstruksi
PERENCANAAN, PEMROGRAMAN DAN PERENCANAAN TEKNIS PRA - KONSTRUKSI KONSTRUKSI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI OLEH TIM PEMANTAU AMDAL
PELAPORAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL KEPADA INSTANSI TERKAIT
DIAGRAM 1 : PENGAMANAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM SIKLUS PROYEK
10