BAB II. LANDASAN TEORI KONSEP DAKWAH DAN POLITIK
A. Konsep Dakwah
4. Prinsip-prinsip Dakwah
Prinsip mengandung pengertian dasar atau asas kebenaran yang menjadi pokok pada dasarnya berfikir, bertindak dan sebagainya. Pada esensinya dakwah adalah meletakkan prinsipnya kepada al-Qur'an dan al-Hadist. Dakwah dapat diartikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan maksudnya suatu proses yang bukan isidensial, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terus-menerus oleh para pengembang dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.23
Pada dasarnya prinsip dakwah yaitu amar ma'ruf nahyi munkar, meskipun demikian tidak menjadikan dakwah sebagai suatu yang mudah untuk dilakukan, tanpa mengindahkan tata cara yang sopan dan santun sebagaimana yang
23
dicontohkan Rasulullah Saw karena dakwah adalah merupakan kewajiban terhadap setiap muslim tanpa memandang asal golongan maupun sosial dari objek dakwahnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan secara seksama agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik dan menyejukan pendengar (mad'u) berdasarkan M. Munir yang terdapat dalam buku Metode Dakwah24 yang memuat prinsip-prinsip dakwah yang menyejukkan yakni sebagai berikut :
Pertama, mencari titik temu atau sisi kesamaan. Apabila diamati pola dakwah Rasulullah Saw. Sebelum tiba masanya hijrah, tidak pernah menyeru umatnya sendiri atau ahli kitab sebutan orang-orang kafir, musrik atau munafik. Melainkan dengan seruan yang sama dengan dirinya yakni yaa ayyuhan naas (wahai manusia) atau ya qaumii (wahai kaumku). Bahkan untuk orang-orang yang munafik, sebelum jatuhnya kota mekkah Nabi Muhammad SAW mempergunakan panggilan yaa ayyuhal ladziina aamanu (wahai orang-orang yang beriman), dan sama sekali tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan kemunafikan mereka dengan panggilan yaa ayyuhal munafiqun (wahai-orang-orang yang munafik).
Kedua, menggembirakan sebelum menakut-nakuti. Sudah menjadi fitrah manusia menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membenci kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para da'i untuk memulai dakwahnya dengan
24
memberi harapan yang menarik dan menggembirakan sebelum memberikan ancaman. Rasulullah Saw berada dalam hadist yang diriwayatkan muslim
"Serulah manusia! Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang lari. "Seorang da’i seharusnya terlebih dahulu memberikan targhib (kabar gembira) sebelum tarhib (ancaman). Contohnya memberi tahu keutaman menjalankan shalat pada waktunya sebelum memberi peringatan besarnya dosa meninggalkan shalat. Kabar gembira dan ancaman memang sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam berdakwah, karena targhib memberikan motivasi untuk menumbuhkan harapan dan optimisme seseorang. Sedangkan tarhib memberikan perenungan dan penyadaran kepada sesesorang untuk kembali kepada Jalan Allah Swt.
Ketiga, memudahkan tidak mempersulit, Rasulullah Saw selalu
menerapkan metode yang mempermudah tidak mempersulit, karena pada dasarnya Allah Swt menyukai yang mudah dan tidak mempersulit seperti yang terdapat dalam (Q.S. Al-Baqarah: 185)
a• %
GB)(Z(e
cva @a
GH _ T‚
-M MG) N
AGa- D
/P
-ƒ
T%M-s „ h5 +_ %
"…c†
-Q d
"#$ %
s „ h5 +_ %
J]P Z (Y C %
i D
hdT
sf :aP _
mˆ €‰ IŠ)
V‹ˆ €7S (Za
};EKŒ
b•Ž
k> ?
Artinya: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Q.S. Al-Baqarah: 185)
Keempat, memperhatikan psikologi mad'u. mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi da'i dan berbagai jenis antara dia dengan mereka serta kondisi psikologis mereka. Setiap da'i yang mengharapkan sejuk dalam aktivitas dakwahnya harus memperhatikan kondisi psikologis mad'u. hal ini menjadi penting, mengingat tidak semua pokok persoalan yang dihadapi seseorang dapat diselesaikan dengan metode penyampaian yang sama.
Lebih lanjut Faizhah dan dan Lalu Muchsin Effendi dalam bukunya Psikologi Dakwah25 menjelaskan bahwa agar dakwah menjadi efektif, msyarakat dakwah khususnya para da'i harus memahami prinsip dakwah yang sesuai dengan kenyataan dakwah dilapangan, yakni sebagai berikut:
1. Berdakwah itu harus dimulai kepada diri sendiri (Ibda' binafsik) dan kemudian menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat, sebagaimana firman Allah Swt yang terdapat dalam Q.S At-Tahrim: 6
H,V z•
m ~I
G - /
Z~
+_/Sc b€Q D
+_/SP ) h D
A' Q
(h Z~
.M MG
/1 ' (• a3
H,+6#) •
‘HTS’• #)
-“.J| ‘
” ( I
EF
i •† Z
I
-+pZh - D
i Z)(Za€
-i .xTy T
?
25Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (Q.S At-Tahrim: 6)
2. Secara mental, da'i harus siap menjadi pewaris para nabi yakni mewarisi perjuangan yang beresiko seperti para nabi juga harus mengalami kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski sudah dilengkapi dengan mu'jizat. 3. Da'i juga harus menydari bahwa masyarakat membutuhkan waktu untuk dapat
memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwah pun harus memperhatikan tahapan-tahapan sebagaimana dahulu Nabi Muhammad Saw harus melalui tahapan periode Mekkah dan Madinah.
4. Da'i juga harus menyelami alam fikiran masyarakat sehingga kebenaran Islam bisa disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat. Sebagaimana pesan Rasul : Khatib an as'ala qadri 'uqulihim dalam menghadapi kesulitan, da'i harus bersabar, jangan bersedih atas kearifan masyarakat dan jangan terbelenggu dalam tipu daya setan, karena sudah menjadi sunatullah bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan dilawan oleh orang kafir, bahkan setiap nabi pun harus mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang da'i harus bisa mengajak, sedangkan yang memberi petunjuk adalah Allah Swt.
5. Citra positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi dakwah, sebaliknya citra buruk dakwah akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontra produktif. Citra positif bisa dibangun dengan kesungguhan dan konsisten dalam waktu yang lama, tetapi citra buruk dapat terbangun hanya karena oleh
satu kesalahan fatal. Dalam hal ini, terbangun seketika hanya oleh satu kesalahan fatal. Dalam hal ini, keberhasilan membangun komunitas Islam, meski kecil akan sangat efektif untuk dakwah.
6. Da'i harus memperhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah, yaitu prioritas pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal. Yakni Al-Khair adalah kebaikan universal yang datangnya secara normatif dari tuhan, seperti keadilan dan kejujuran, sedangkan al-ma'ruf adalah sesuatu yang secara "sosial" dipandang sebagai kepantasan.
B. Konsep Politik Islam