• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara umum prinsip-prinsip di dalam perlindungan konsumen antara lain: berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum, sedangkan di dalam Pasal 2 UU Penerbangan menentukan beberapa asas-asas atau prinsip-prinsip penting di dalam penyelenggaraan penerbangan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Manfaat;

2. Usaha bersama dan kekeluargaan; 3. Adil dan merata;

4. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; 5. Kepentingan umum;

6. Keterpaduan; 7. Tegaknya hukum; 8. Kemandirian;

9. Keterbukaan dan anti monopoli; 10.Berwawasan lingkungan hidup; 11.Kedaulatan negara;

12.Kebangsaan; dan 13.Kenusantaraan.

Menurut kamus hukum, asas adalah suatu pemikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasarkan adanya sesuatu norma hukum.34 Prinsip adalah asas kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir.35 Prinsip hukum menurut Sudikno Mertokusumo bukanlah sebagai aturan hukum kongkrit melainkan merupakan pikiran dasar umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari perumusan aturan hukum kongkrit.36

1. Prinsip manfaat

Prinsip manfaat dalam penyelenggaraan penerbangan adalah prinsip yang mengharuskan penyelenggaraan penerbangan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan

34

M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal. 57.

35

Ibid., hal. 514.

36

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2005), hal. 34.

pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara.37

Apabila dilihat dari sejarahnya, prinsip manfaat lahir dari teori utilitarian, John Rawls menitikberatkan pada kemanfaatan, yang jika mesin diukur dari manfaatnya (utility), maka institusi sosial, termasuk institusi hukum pun harus diukur dari manfaatnya. Karena itu, bermanfaat atau tidak sebagai kriteria bagi manusia dalam mematuhi hukum.

Asas manfaat mengharuskan segala upaya dalam penyelenggaraan penerbangan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan keselamatan para penumpang angkutan udara secara keseluruhan.

38

Prinsip manfaat yang paling terkenal dikemukakan oleh Jeremy Bentham dalam karyanya berjudul “An Introduction to the Principles of Morals and Legislation”.

39

Prinsip manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu sendiri. Sehingga tujuan hukum untuk mencapai kesejahteraan akan tercapai.40

Kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan kesejahteraan bersama. Perbuatan yang baik diukur dari hasil yang bermanfaat, jika hasilnya tidak bermanfaat, maka hal itu tidak pantas disebut baik.41

37

Penjelasan Pasal 2 huruf a UU Penerbangan.

38

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hal. 95.

39

Ian Saphiro, Asas Moral Dalam Politik, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakart dan Fredom Institusi, 2006), hal. 13.

40

Ibid., hal. 14.

41

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisus, 2000), hal. 67.

Pengambilan keputusan dilaksanakan harus berdasarkan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number). Semakin bermanfaat akan semakin menarik perhatian banyak orang karena

perbuatan itu dinilai khalayak semakin etis. Tolok ukur asas manfaat berorientasi pada hasil perbuatan.42

Mengapa perlu dilakukan perlindungan terhadap hak-hak para penumpang angkutan udara? Jika dijawab melalui prinsip manfaat, karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi keselamatan umat manusia sebagai keseluruhan (masyarakat) khususnya pengguna jasa penerbangan. Jawaban ini dapat diterima untuk menciptakan suatu konsep yang disebut sebagai upaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).43 Keadilan yang diinginkan adalah menekankan kebijaksanaan yang masuk akal untuk mencapai tujuan kesejahteraan bersama.44

Wujud prinsip manfaat ini seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis.45

2. Usaha bersama dan kekeluargaan

Kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan, selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil.

Prinsip usaha bersama dan kekeluargaan adalah penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.46

42

Erni R. Ernawan, Business Ethics: Etika Bisnis, (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), hal. 93.

43

K. Bertens, Op. cit, hal. 66.

44

John Rawls, A theory of Justice, (London: Harvard University Press, 1971), hal. 23-24.

45

K. Bertens, Op. cit, hal. 66-67.

46

Penjelasan Pasal 2 huruf b UU Penerbangan.

umum yaitu prinsip penyelenggaraan penerbangan yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas.47

3. Prinsip adil dan merata

Sehingga dengan prinsip ini penyelenggaraan penerbangan akan lebih mengutamakan keselamatan para penumpang daripada mengejar kepentingan bisnis pribadi. Jika perusahaan angkutan udara menggunakan prinsip ekonomi yaitu dengan modal sekecil-kecilnya dan untung sebesar-besarnya, maka yang menjadi proritas utama maskapi adalah mengejar untung, sehingga keselamatan jiwa para penumpang akan terancam.

Tetapi alangkah baiknya jika prinsip ekonomi dilaksanakan sekaligus upaya-upaya renovasi pesawat udara, perawatan mesin pesawat, dan perbaikan terhadap kondisi pesawat angkutan udara juga menjadi prioritas utama, sehingga antara mengejar untung dan mengutamakan keselamatan jiwa para penumpang seimbang.

Prinsip adil dan merata dalam penyelenggaraan penerbangan adalah prinsip yang mengharuskan penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata tanpa diskriminasi kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi.48

Prinsip keadilan dalam hukum perlindungan konsumen dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha atau produsen untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Prinsip keadilan ini

47

Penjelasan Pasal 2 huruf e UU Penerbangan.

48

menghendaki pengetuaran dan penegakan hukum perlindungan konsumen, diharapkan perlakuan yang adil di antara konsumen dan produsen secara seimbang.49

Menurut Aristoteles terbagi 3 (tiga) yakni keadilan komutatif, keadilan distributif, dan keadilan hukum (legal justice). Keadilan komutatif adalah suatu kebijakan untuk memberikan kepada setiap orang haknya atau sedekat mungkin dengan haknya (to give each one his due). Mengusahakan keadilan komutatif ini adalah pekerjaanya para Hakim. Misalnya menjatuhkan hukuman sesuai dengan kesalahannya atau memberikan ganti rugi sesuai kerugian yang dideritanya, sehingga tidak ada orang yang mendapatkan keuntungan atas penderitaan orang lain, atau tidak ada orang yang menari-nari di atas duka lara orang lain.50

Sedangkan untuk keadilan distributif adalah sebagai suatu tindakan memberikan hak kepada setiap orang secara merata tentang apa yang patut didapatnya atau yang sesuai dengan prestasinya seperti jasa baik (merits) dan kecurangan/ketercelaan (demerits), yang merupakan pekerjaan yang lebih banyak dilakukan oleh badan legislatif. Misalnya, hak-hak politik masyarakat atau kedudukan di dalam parlemen, dapat didistribusikan kepada yang berhak sesuai dengan keadilan distributif itu.51

Walaupun prinsip adil dan merata tidak bisa diwujudkan secara sempurna, namun prinsip adil dan merata dapat diwujudkan berdasarkan keadilan hukum. Bila penegakan hukum perlindungan konsumen terhadap para penumpang angkutan udara, dikaitkan dengan keadilan menurut Aristoteles di atas, maka tidak perlu heran mengapa terdapat penjualan tiket yang berbeda-beda kelasnya antara kelas bisnis,

49

Janus Sidabalok, Op. cit., hal. 32.

50

Munir Fuady, Op. cit, hal. 111.

51

kelas ekonomi, dan lain-lain. Keadilan distributif ini akan disebut dengan prinsip keadilan yang merata dan keadilan komutatif disebut dengan prinsip keadilan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.

Keadilan hukum (legal justice) adalah keadilan yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak dan kewajiban, di mana pelanggaran terhadap keadilan ini akan ditegakkan melalui poses hukum, umumnya di pengadilan.52

4. Prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

Dengan asas keadilan hukum diharapkan perlakuan yang adil kepada para penumpang angkutan udara secara seimbang sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang.

Prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam penyelenggaraan penerbangan adalah prinsip yang mengharuskan penyelenggaraan penerbangan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.53

Kesimbangan berasal kata dasar ”seimbang” (evenwicht) menunjukkan pada suatu pengertian keadaan pembagian beban pada kedua sisi berada dalam keadaan Prinsip keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam hukum penerbangan berupaya mengakomodasi antara kepentingan pengguna (penumpang) dan penyedia jasa angkutan udara, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.

52

Ibid, hal. 112.

53

stabil.54

Prinsip keseimbangan memiliki arti yang sama maknanya dengan prinsip proporsionalitas, di mana bahwa proporsionalitas menghendaki porsi masing-masing antara para pihak harus seimbang. Prinsip ini penting karena mengingat hubungan konsumen dengan pelaku usaha diasumsikan sebagai sub ordinat, sehingga konsumen berada pada posisi lemah. Posisi tawar konsumen lemah, sementara dominasi pelaku usaha menempati posisi superior, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan para pihak.

Jika dihubungkan dengan konteks dalam penelitian ini, maka prinsip keseimbangan dipahami sebagai keadaan hening atau keselarasan antara kepentingan penumpang angkutan udara dan kepentingan perusahaan angkutan udara, tidak satu pun dapat mendominasi yang lainnya, atau karena tidak satu elemen pun dapat menguasai elemen lainnya.

55

Asumsi dasar bahwa karakteristik kontrak bisnis komersial menempatkan posisi para pihak pada kesetaraan, sehingga tujuan masing-masing berorientasi pada keuntungan akan terwujud jika terdapat pertukaran hak dan kewajiban yang proporsional, sehingga prinsip proporsionalitas tidak harus dilihat dari konteks keseimbangan-matematis (equilibrium), tetapi pada proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair.56

Dengan demikian, prinsip proporsionalitas bermakna sebagai, ”prinsip yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban antara pihak perusahaan maskapi penerbangan dan para penumpang sesuai proporsi pembagian hak dan kewajiban yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan hukum, baik pada

54

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Di Indonesia, (Bandung: Citra Adtya Bakti, 2006), hal. 304-305.

55

Ibid.

56

tataran regulasi maupun pada tataran pelaksanaan di lapangan, dipertahankan dan dijaga kelangsungan hubungan agar berlangsung kondusif, fair, dan resisten.

5. Prinsip keamanan dan keselamatan

Prinsip keamanan dan keselamatan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada para penumpang atas jasa transportasi udara yang digunakan. Prinsip keamanan dan keselamatan merupakan suatu dasar pemikiran adanya suatu jaminan keamanan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat. Beberapa ketentuan yang mewajibkan perawatan pesawat udara di dalam UU Penerbangan pada prinsipnya untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan pesawat.

Seperti Pasal 46 ayat (1) UU Penerbangan yang menentukan “Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib merawat pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan secara berkelanjutan”. Norma hukum di balik ketentuan ini terkandung suatu prinsip mengutamakan keamanan dan keselamatan penumpang angkutan udara.

Penegasan pentingnya memperhatikan prinsip keamanan dan keselamatan bagi para penumpang ini ditegaskan di dalam Pasal 47 ayat (1) UU Penerbangan yang menentukan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya hanya dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan udara yang telah memiliki sertifikat operator pesawat udara, atau badan hukum organisasi perawatan pesawat udara yang telah memiliki sertifikat organisasi perawatan pesawat udara, atau personel ahli perawatan pesawat udara yang telah memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara.

Prinsip keamanan dan keselamatan merupakan norma hukum yang mengharuskan suatu antisipasi dari ancaman bahaya bagi seseorang, baik yang disebabkan karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Hak memperoleh keamanan dan keselamatan terutama ditujukan pada kepada para penumpang angkutan udara. Dalam rangka pelaksanaan prinsip ini, Pemerintah mempunyai peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dan termasuk perusahaan angkutan udara.

Prinsip keamanan dan keselamatan dalam dunia bisnis penerbangan fokusnya adalah mengutamakan kepentingan para penumpang daripada kepentingan bisnis perusahaan dan perusahaan harus memastikan bahwa kepentingan para penumpang yang bersangkutan memenuhi syarat keamanan dan keselamatan dari bahaya yang berpotensi muncul dalam hubungannya dengan penggunaan jasa transportasi udara.

6. Prinsip kepastian hukum

Prinsip terpenting dalam perlindungan konsumen adalah prinsip kepastian hukum. Prinsip kepastian hukum perlindungan konsumen menghendaki pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan cara menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum.57

Prinsip kepastian hukum menyangkut penegakan hukum dan undang-undang penerbangan mewajibkan Pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan.58

57

Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 7.

58

Penjelasan Pasal 2 huruf g UU Penerbangan.

Dalam rangka pembangunan hukum nasional serta untuk lebih memantapkan perwujudan kepastian hukum, UU Penerbangan juga memberikan perlindungan konsumen tanpa mengorbankan kelangsungan hidup penyedia jasa transportasi serta memberi kesempatan yang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan usaha-usaha tertentu di bandar udara yang tidak terkait langsung dengan keselamatan penerbangan.

Implementasi prinsip kepastian hukum dalam penyelenggaraan penerbangan misalnya bagi setiap orang atau perusahaan angkutan udata tidak diperkenankan bertindak semena-mena dalam menjalankan bisnisnya terhadap setiap subjek hukum lain, melainkan wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil atau diwujudkan berdasarkan UU Penerbangan dan UU Perlindungan Konsumen.

7. Prinsip ganti rugi

Bila dilihat berdasarkan UU Penerbangan tidak ada diatur tentang prinsip ganti rugi, namun prinsip ini dapat pula ditemukan di dalam UUPK misalnya pada Pasal 7 huruf f dan Pasal 19 UUPK yang dapat diterapkan pada tuntutan ganti rugi konsumen kepada perusahaan penerbangan. Pasal 19 UUPK menentukan bagi pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Prinsip ganti rugi umumnya terdiri dari tiga hal yaitu biaya, rugi, dan bunga. Tidak selamanya ketiga hal ini selalu ada, tetapi ada kalanya hanya terdiri dari satu aspek saja, yang juga berlaku dalam hal perbuatan melawan hukum.59 Kerugian yang diderita seseorang karena perbuatan melawan hukum dibedakan antara kerugian ekonomi dan kerugian fisik. Kerugian ekonomi berupa hilangnya atau berkurangnya sejumlah harta kekayaan sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum, kerugian fisik berupa berkurangnya kesehatan seseorang karena perbuatan melawan hukum. Kerugian ekonomi dapat dihitung secara matematis sedangkan kerugian fisik sulit dihitung dinilai dengan uang, satu-satunya cara adalah dengan menaksir nilai harga dari kerugian fisik tersebut.60

Kerugian yang mana yang dapat digugat dalam hukum perdata atas perbuatan melawan hukum atau karena wanprestasi? Berdasarkan ajaran adequate dari Von Kries mengatakan ukuran kerugiannya jika suatu peristiwa itu secara langsung menurut pengalaman manusia yang normal menimbulkan akibat tertentu.61 Suatu ganti kerugian harus menempatkan sejauh mungkin kreditur dalam kedudukan di mana ia seharusnya berada andaikata perjanjian itu dilaksanakan secara baik.62

Inilah prinsip ganti rugi yang berlaku dalam hal perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Kerugian itu benar-benar diderita oleh seseorang atau konsumen

59

Janus Sidabalok, Op. cit, hal. 157.

60

Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, (Bandung: Sumur, 1990), hal. 39.

61

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 29.

62

JM. Van Dunne dan Gregor van der Brught, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: DKIH Belanda-Indonesia, 1988), hal. 82.

sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum atau wanprestasi.63

8. Prinsip keterbukaan

Dalam prinsip gugatan ganti rugi terhadap perusahaan angkutan udara harus ada hubungan kausalaitas antara kesalahan dan kerugian pada tuntutan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, menunjukkan sejauh mana kerugian yang dapat dituntut dari pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum.

Prinsip keterbukaan (transparency principle) merupakan prinsip yang mengharuskan pemberian informasi yang benar dan tepat kepada stakeholders. Prinsip transparansi dalam hubungannya antara penumpang dan perusahaan angkutan udara harus diartikan sebagai keterbukaan informasi dari pihak maskapi kepada penumpang akan hak-hak penumpang.

Prinsip transparansi sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 2 huruf I UU Penerbangan kurang dapat memberikan penjelasan yang berarti, sebab dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan ”asas keterbukaan dan anti-monopoli” adalah penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.

Prinsip transparansi sesungguhnya mengahruskan penyampain informasi produk maupun pelayanan jasa kepada publik yang diutamakan adalah produk tersebut telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan peraturan menyangkut perlindungan konsumen (consumer protection). Hak-hak penumpang angkutan udara

63

sudah menjadi prioritas utama yang diwajibkan kepada setiap perusahaan angkutan udara, yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan.64

Guidelines for Consumer Protectioan of 1985 yang ditetapkan PBB pada tanggal 9 April 1985 mengharuskan kepada para konsumen dimana pun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosilanya, hak-hak dasar yang dimaksud adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia, dan hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik.65

9. Prinsip-prinsip lainnya

Prinsip-prinsip lainnya di dalam penyelenggaraan penerbangan adalah prinsip keterpaduan, kemandirian, anti monopoli, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan negara, kebangsaan, dan kenusantaraan. Prinsip keterpaduan menghendaki penyelenggaraan penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi, baik intra maupun antar moda transportasi.66

Dilarangnya praktik monopoli di dalam penyelenggaraan penerbangan karena monopoli itu sendiri dapat mematikan pesaingnya dengan mengorbankan keuntungan bertujuan untuk mengurangi persaingan dan sesudahnya berusaha untuk mendapatkan keuntungan monopoli dengan menetapkan harga di atas harga

64

Ari Purwadi, Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen, (Surabaya: FH UNAIR, 1992), hal. 49.

65

Az Nasution, Op. Cit,, hal. 20.

66

pesaingnya (monopoly price) untuk suatu jangka waktu tertentu sesudah pesaing tersingkir dari pasar.67

Selanjutnya terdapat prinsip kemandirian dalam penyelenggaraan penerbangan harus bersendikan pada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam penerbangan, dan memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke luar negeri.68

Prinsip berwawasan lingkungan hidup adalah prinsip di dalam penyelenggaraan penerbangan yang mengharuskan penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup

Prinsip anti monopoli mengharuskan bagi sesama pelaku usaha di bidang penyelnggaraan penerbangan tidak saling menciptakan persaiangan usaha tidak sehat sehingga antar pelaku usaha yang satu berupaya memonopoli pasar, hal mana sudah diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

69

Prinsip kedaulatan negara mengharuskan penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya menjaga keutuhan wilayah NKRI. Prinsip kebangsaan mengharuskan penyelenggaraan penerbangan harus mencerminkan sifat sebagaimana yang telah diatur dan ditetapkan di dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

67

Ningrum Natasya Sirait., “Predatory Pricing Dalam Hukum Persaingan dan Pengaturannya Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 23, No. 1, YPBH, Jakarta, 2004, hal. 72.

68

Penjelasan Pasal 2 huruf h UU Penerbangan.

69

dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip NKRI.70

Sedangkan prinsip kenusantaraan adalah setiap penyelenggaraan penerbangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan penyelenggaraan penerbangan yang dilakukan oleh daerah merupakan bagian dari sistem penerbangan nasional yang berdasarkan Pancasila.71

70

Penjelasan Pasal 2 huruf k dan huruf l UU Penerbangan.

71

Dokumen terkait