• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Problem Based Learning

Problem based learning (PBL) adalah sebuah metode instruksional dimana mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mendapatkan pengetahuan dan memperoleh kemampuan pemecahan masalah. Karakteristik utama dari PBL adalah bahwa masalah disajikan pada mahasiswa sebelum materi dipelajari bukan sesudah dipelajari seperti pada pemecahan masalah yang lebih tradisional. Ciri lainnya dari PBL adalah bahwa masalah disajikan dalam konteks dimana mahasiswa seperti menghadapi masalah dalam dunia nyata. Konstektualisasi materi yang dilakukan dalam PBL menjadikannya strategi yang menarik untuk pendidikan profesional (Glen & Wikie, 2000).

PBL adalah merupakan metode pembelajaran dimana mahasiswa dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi. Dari aspek filosofi, PBL dipusatkan pada mahasiswa yang dihadapkan pada suatu masalah, sementara itu dalam pembelajaran yang berdasarkan pada materi dosen menyampaikan pengetahuannya kepada mahasiswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi (Pusat Pengembangan Pendidikan UGM, 2005).

PBL adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah belajar, yaitu sebelum belajar peserta didik harus mengidentifikasi suatu masalah,

baik yang dialami secara nyata maupun telaah kasus. PBL juga didefenisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru (Nursalam & Effendi, 2008).

2.2.2. Dampak PBL

1. Peningkatan fungsi klinikal

Peningkatan fungsi klinikal meliputi pengambilan keputusan klinis, hubungan kolaborasi, komunikasi dan self directed learning. Menurut hasil penelitian yang bertujuan untuk membandingkan lulusan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum berbasis masalah dan kurikulum konvensional, tidak ada perbedaan signifikan dalam pengambilan keputusan klinis dan hubungan kolaborasi. Namun ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning (Rideout et al, 2002).

Smith & Coleman (2008) melakukan penelitian kualitatif pada 11 perawat yang secara suka rela berpartisipasi dalam program pembelajaran selama 1 tahun. Pernyataan responden tentang keterlibatan perawat dalam praktek klinik yaitu responden menyatakan membuat perbedaan dalam peran perawat saat ini, merubah persepsi responden dalam praktik, dan responden menggunakan pembelajaran dan sumber dari pendidikan untuk diterapkan dalam praktiknya saat ini. Pernyataan tentang nilai program PBL yaitu responden menyatakan bahwa program PBL melengkapi mereka dalam praktik, responden mengapresiasi dan mengakui nilai PBL dan membandingkannya dengan pembelajaran tradisional,

responden mengidentifikasi program PBL mengembangkan kepercayaan diri mereka untuk menjadi lebih asertif dan menantang dalam praktik.

2. Pengetahuan dan keterampilan untuk praktek

Pengetahuan dan ketrampilan untuk praktek, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, komunikasi, pembelajaran dan sistem pelayanan kesehatan. Dari hasil ini didapatkan bahwa kelompok dengan kurikulum berbasis masalah memiliki nilai yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional (Rideout et al, 2002).

Goelen, De Clercq, Huyghens, Kerckhofs (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengukur peningkatan sikap tentang kolaborasi interprofesional mahasiswa sarjana kesehatan meliputi perawat, fisioterapi dan dokter. Pengumpulan data menggunakan Interdiciplinary Education Perception Scale (IEPS) yang memiliki 4 sub skala yaitu kemandirian kompetensi profesi, pemahaman kebutuhan kerjasama antar profesi, persepsi kerjasama dalam tim satu profesi dan profesi lain, dan pemahaman (keinginan memahami) nilai dari profesi lain. Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan nilai signifikan antara pre dan post tentang kemandirian kompetensi profesi pada kelompok intervensi untuk keseluruhan kelompok, kelompok gender laki-laki, dan fisioterapi. Didapatkan juga peningkatan nilai yang signifikan pada kelompok intervensi, khususnya pada mahasiswa laki-laki, tentang pemahaman nilai profesi lain dan keseluruhan IEPS.

3. Kepuasan mahasiswa

Perbedaan yang signifikan didapat dari kepuasan mahasiswa dalam hal peran pendidik dalam proses pembelajaran, hasil dari program pembelajaran,

evaluasi mahasiswa, kemandirian mahasiswa dan kepuasan secara keseluruhan. Dari hasil ini mahasiswa dengan kurikulum berbasis masalah menyatakan kepuasan dalam pengalaman pendidikan mereka lebih dari mahasiswa dengan program konvensional (Rideout et al, 2002).

Analisis kualitatif didapatkan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah melaporkan berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran, merasa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, menginspirasi, dan self-fulfilling, pandangan mahasiswa tentang hal yang mungkin mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa merasa sangat berhubungan dengan tutorial. Pada mahasiswa dengan pembelajaran ceramah melaporkan mendengarkan pasif selama proses pembelajaran, mereka menggambarkan bagaimana mereka duduk, mendengarkan dan mengikuti catatan selama pembelajaran, mahasiswa merasakan pengalaman pembelajaran yang negatif dan diam, dan mahasiswa tidak merasa bahwa kemampuan berpikirnya didorong dalam proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006).

Survei kepuasan proses pembelajaran tidak ada perbedaan signifikan. Namun kelompok eksperimen mempunyai perbedaan signifikan dimana kelompok PBL lebih baik dalam hal kepuasan untuk pembelajaran motivasi diri dan berpikir kritis, dan stimulasi intelektual (Lin, et al, 2010).

Beberapa penelitian tentang pembelajaran berpusat pada mahasiswa, khususnya dengan penerapan PBL melaporkan perbedaan tingkat kepuasan mahasiswa dengan PBL dan mahasiswa dengan pendekatan tradisional. Persepsi mahasiswa PBL terhadap lingkungan pembelajaran meliputi suasana

pembelajaran, hubungan interpersonal (antara mahasiswa dengan mahasiswa, dan mahasiswa dengan dosen) lebih baik (Rideout, 2001).

Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001).

Gambar 2.1. Pengaruh PBL terhadap kepuasan mahasiswa 4. Kemampuan berpikir kritis

Tiwari et al (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dampak PBL dengan pembelajaran konvensional dalam perkembangan berpikir kritis mahasiswa. Alat ukur yang digunakan adalah The California Critical Thinking Disposition Inventory (CCTDI) yang menggunakan skala Likert dalam 7 subskala yaitu mencari kebenaran, pemikiran terbuka, kemampuan analisis, sistematis, kepercayaan diri dalam berpikir kritis, rasa ingin tahu dan kematangan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dimana mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dalam

Problem based-learning

Kepuasan Mahasiswa Kepuasan terhadap pembelajaran Kepuasan terhadap pendidik Kepuasan diri terhadap akademik Kepuasan terhadap suasana belajar Kepuasan diri terhadap lingkungan

pengukuran keseluruhan sub skala dalam kemampuan berpikir kritis, mencari kebenaran, kemampuan analisis, dan kepercayaan diri dalam berpikir kritis.

Yuan, Kunaviktikul, Klunklin, Williams (2008) melakukan penelitian untuk menguji dampak PBL terhadap kemampuan berpikir kritis dari 46 mahasiswa keperawatan tahun kedua di Republik Rakyat Cina. Instrumen yang digunakan adalah The California Critical Thinking Skills Test For A (CCST-A) meliputi 5 sub skala yaitu kemampuan analisis, evaluasi, kemampuan menyimpulkan, deduksi dan induksi. Hasil penelitian tentang kemampuan berpikir kritis mahasiswa, didapatkan tidak ada perbedaan signifikan ketika pretest, namun ada perbedaan signifikan dari hasil post test, dimana mahasiswa dengan PBL lebih baik peningkatannya dalam keseluruhan kemampuan berpikir kritis, kemampuan analisa, dan induksi.

5. Efektifitas proses PBL

Yuan, et al (2008) melakukan analisis kualitatif terhadap respon mahasiswa terhadap PBL adalah 91,30% mahasiswa menganggap bahwa PBL memfasilitasi mereka untuk berbagi pendapat dengan mahasiswa lain, menganalisa situasi dengan cara berbeda dan berpikir lebih banyak kemungkinan untuk menyelesaikan masalah. Manfaat yang disampaikan mahasiswa adalah PBL memotivasi untuk belajar, meningkatkan pemecahan masalah, mengembangkan komunikasi efektif, mengembangkan kolaborasi efektif dalam kelompok, meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan manfaat dalam aspek sosial dan emosional.

Siu, Laschinger, Vingilis (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi tentang pemberdayaan mahasiswa keperawatan pada program PBL dan konvensional. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner untuk mengukur variabel pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, pemberdayaan global, pemaparan strategi belajar mengajar, kemampuan pemecahan masalah klinis. Hasil penelitian perbedaan signifikan dalam pemberdayaan psikologis mahasiswa PBL, khususnya keyakinan mereka bahwa lingkungan belajar memungkinkan mereka mempunyai otonomi yang lebih baik dan mereka merasakan efek dari belajar pada sesama mahasiswa. Mahasiswa PBL juga melaporkan lebih signifikan terpapar dengan pembelajaran kelompok kecil, bekerja dengan mandiri, interaksi dengan pengajar sebagai fasilitator bukan hanya sebagai penyedia informasi, dan lebih sedikit untuk kuliah dalam bentuk ceramah dibandingkan dengan program konvensional. Mahasiswa PBL juga memiliki signifikan yang lebih baik dalam kemampuan pemecahan masalah klinis.

6. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan fasilitator

Mohamad, Suhaimi, Das, Salam et al (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi ketrampilan fasilitator dalam melakukan PBL. Dari hasil penyebaran kuesioner terbuka pada mahasiswa, didapatkan mahasiswa menilai fasilitator memahami proses PBL dan menyediakan waktu yang cukup untuk pembelajaran. Tiga pernyataan dalam kuesioner yang ditujukan menilai sikap fasilitator terhadap siswa dan belajar mereka, menghadiri sesi seperti yang direncanakan dan memberikan umpan balik kepada siswa pada akhir sesi PBL,

fasilitator menunjukkan ketertarikan pada siswa dan pembelajaran mereka. Menjelang akhir sesi PBL, 92,5% dari siswa setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada para siswa, 7,7% dari siswa tidak setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada mereka

Chng, Yew, Schmidt (2011) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh peran tutor dalam PBL tehadap proses pembelajaran dan prestasi mahasiswa. Ada 3 peran tutor yang diukur dalam penelitian ini yaitu kesesuaian sosial, kesesuaian kognitif dan keahlian dalam materi yang dibawakan. Dari ketiga peran, pengaruh signifikan pada prestasi belajar mahsiswa didapat dari kesesuaian sosial.

.

Dampak negatif dari penerapan PBL juga dilaporkan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian Yuan et al (2006) ada sebagian kecil yang melaporkan aspek negatif dari PBL dimana sedikit informasi ilmu yang bisa didapatkan dari text book, menghabiskan banyak waktu, stress dan memberikan beban kerja yang lebih berat kepada mahasiswa. Smith & Coleman (2008) juga melaporkan adanya dampak negatif dari PBL yaitu membutuhkan lebih lama tentang strategi pembelajaran, dan harapan pembelajaran yang tidak sesuai

2.2.3. Persiapan Penerapan PBL

Gibbon dalam Glen & Wilkie (2000) menyatakan PBL merupakan salah satu metode belajar mengajar, dan harus memenuhi beberapa persyaratan yang dibutuhkan. Sejumlah persiapan harus dilakukan dalam menerapkan PBL antara lain pengembangan staf, paket pembelajaran, penilaian dan strategi evaluasi.

1. Pengembangan staf

Pengembangan staf adalah isu yang penting dalam setiap inovasi baru. Strategi untuk pengembangan staf membutuhkan banyak waktu, kontak dengan kolega di universitas lain dan mengadakan kerja sama untuk dibimbing dalam penerapan PBL, mengadakan seminar, mempresentasikan pada staf tentang PBL dan mendiskusikan bagaimana metode ini dapat diterapkan, dan penekanan bahwa penerapan inovasi harus dilakukan bersama-sama. Diskusi dengan kolega dan melakukan kunjungan juga memberikan keuntungan, kesempatan untuk duduk bersama dalam kelompok ketika proses pembelajaran berjalan. Strategi yang spesifik untuk strategi pengembangan staf adalah fokus pada fasilitator dan memberikan informasi dan mempersiapkan staf klinikal, dan pengembangan materi pembelajaran.

2. Paket pembelajaran

Paket pembelajaran dipersiapkan di awal proses PBL dan digunakan sebagai fasilitas untuk memungkinkan mahasiswa belajar. Paket didasarkan pada kondisi pasien yang sebenarnya, dengan dukungan dari literatur. Ini hanya memungkinkan jika ada data pribadi yang sebenarnya, dengan catatan klinis yang jelas kejadiannya, sehingga menghindari perbedaan pendapat yang mungkin terjadi. Setiap paket terdiri dari dua bagian yaitu paket untuk mahasiswa dan paket untuk fasilitator. Paket untuk mahasiswa terdiri dari informasi yang berhubungan dengan skenario, konsep, tujuan pembelajaran dari modul dan petunjuk yang mengarahkan mahasiswa dengan benar. Paket fasilitator terdiri dari data tambahan termasuk data relevan yang berhubungan dengan skenario.

3. Penilaian

Dalam penerapan PBL penilaian adalah kebutuhan yang sangat penting untuk mencerminkan berjalannya proses PBL. Di awal pelaksanaan, penilaian lebih sulit dalam usaha menerapkan dan mencoba metode. Namun setelah evaluasi dari modul pertama, lebih mudah untuk melakukan penilaian. Penilaian dari tugas yang dikerjakan mahasiswa, maka judul dan struktur tugas yang dibuat selanjutnya lebih sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan dalam modul. Proses refleksi dan integrasi penelitian saat ini dan pengembangan praktek saat ini lebih terbuka.

Pada awal penilaian, pemeriksaan seluruh tugas mahasiswa adalah tanggung jawab pimpinan modul. Namun hal tersebut menjadi tugas yang mustahil mengingat tanggung jawab itu harus diselesaikan dalam satu waktu, maka tanggung jawab pemeriksaan tugas mahasiswa diserahkan pada fasilitator, untuk kemudian nilai yang didapat diserahkan ke pimpinan modul. Ada dua dampak dari penilaian ini adalah :

1) Fasilitator dapat memahami dengan lebih baik pada proses pembelajaran yang berjalan dan hasil pembelajaran mahasiswa

2) Fasilitator bertanggung jawab untuk memeriksa setiap tugas dari modul yang melibatkan dirinya dalam proses pembelajaran. Ini memungkinkan penilaian kualitas yang lebih baik dan memberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik yang berkualitas, serta memberikan gambaran yang lebih baik dari keseluruhan program.

Ketrampilan klinik juga dinilai menggunakan struktur yang objektif dari penilaian klinik. Penentuan penilaian harus melibatkan pihak instruktur klinik, dengan melakukan diskusi. Metode penilaian untuk ketrampilan klinik dipandang sebagai langkah positif untuk sejumlah

1) Mahasiswa merasa lebih nyaman dalam suasana klinik. Mereka diuji untuk beberapa ketrampilan dasar, sehingga mahasiswa mampu bekerja dengan mandiri.

alasan, yaitu :

2) Instruktur klinik lebih menerima ketrampilan dasar yang dimiliki mahasiswa. Bukan berarti staf melepaskan peran mereka sebagai pengajar ketrampilan, tetapi bekerja dalam situasi yang padat dimana banyak kegiatan sementara tidak banyak yang mengerjakannya.

4. Strategi evaluasi

Evaluasi adalah merupakan bagian yang penting. Setiap langkah dievaluasi, sebagai data dasar untuk perencanaan pengembangan kemampuan staf yang berkelanjutan. Paket pembelajaran dan proses PBL dievaluasi oleh mahasiswa. Evaluasi ini juga mencakup tentang fasilitator, dan informasi itu akan dikembalikan kepada fasilitator yang bersangkutan secara rahasia. Fasilitator mengevaluasi kinerja siswa dan paket pembelajaran. Segala kekurangan dicatat dan dilaporkan kembali pada bagian yang memvalidasi paket pembelajaran. Umpan balik positif juga diharapkan dari evaluasi ini. Tidak dapat dipungkiri, sejumlah besar informasi yang didapat adalah umum dan sangat berguna untuk perbaikan paket pembelajaran dan lain-lain. Namun, informasi ini perlu

disederhanakan, sehingga perlu dikembangkan startegi evaluasi yang mencegah fasilitator dan mahasiswa dari kebosanan.

2.2.4. Tahap-tahap dalam PBL

Menurut Nursalam & Effendi (2008), dalam PBL mahasiswa diberikan masalah, selanjutnya secara berkelompok (disarankan kelompok kecil, 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam metode PBL, yaitu :

1. Identifikasi masalah

Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya. Mereka dapat terstimulus untuk mendiagnosis masalah tersebut dengan segera. Mereka harus didorong untuk berpikir lebih dalam dengan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, kapan dan sebagainya.

2. Eksplorasi pengetahuan yang dimiliki

Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya. Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, termasuk dari pengalaman hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tau tentang topik tersebut

3. Menetapkan hipotesis

Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari permasalahan yang diberikan

4. Identifikasi isu-isu yang dipelajari

Isu pembelajaran dapat didefenisikan sebagai pertanyaan yang tak dapat dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki oleh mahasiswa. Pada tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran (learning issues), baik bagi kelompok maupun bagi tiap individu

5. Belajar mandiri

Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi tiap mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan yang merupakan bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk pertemuan berikutnya.

6. Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan baru terhadap masalah

Ini adalah tahap yang paling krusial dalam proses PBL, yaitu saat mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang baru diterapkan pada permasalahan yang diberikan di awal. Penelitian di bidang pendidikan mengungkapkan bahwa jika bekerja dengan informasi baru dengan mempertanyakannya, menerapkannya pada situasi yang berbeda dapat membantu merangsang pembelajaran pada masa mendatang

7. Pengkajian dan refleksi

Sebelum proses pembelajaran selesai, mahasiswa sebaiknya mendapat kesempatan untuk berefleksi mengenai proses pembelajaran yang terjadi. Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah diraih, sekaligus

kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik mengenai proses yang telah berlangsung.

2.2.5. Penulisan Skenario Dalam PBL

PBL bisa berhasil jika skenario yang digunakan berkualitas tinggi. Menurut Dolman dkk (1997) dalam Nursalam & Effendi (2008), ada beberapa langkah yang bisa digunakan dalam membuat skenario yang efektif, yaitu :

1. Tujuan pembelajaran yang dicapai oleh mahasiswa setelah mereka mempelajari skenario seharusnya konsisten dengan tujuan pembelajaran dari fakultas

2. Masalah yang diberikan seharusnya sesuai dengan tahapan kurikulum dan tingkat pemahaman mahasiswa

3. Skenario menarik bagi mahasiswa atau relevan dengan praktik di masa mendatang

4. Ilmu-ilmu dasar harus dimasukkan dalam konteks skenario klinik untuk mendorong integrasi pengetahuan

5. Skenario seharusnya mengandung petunjuk guna memberi stimulus diskusi dan memotivasi mahasiswa untuk mencari penjelasan dari isu-isu yang dipresentasikan

6. Masalah seharusnya benar-benar terbuka sehingga diskusi tidak berhenti di tengah jalan

7. Skenario seharusnya mendorong partisipasi mahasiswa dalam mencari informasi dari berbagai refrensi

2.2.6. Peran Partisipan Dalam PBL

Tiap-tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai berikut 1. Sebagai narasumber

Peran narasumber dalam proses pembelajaran PBL adalah menyusun kasus pemicu, sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran lain, melakukan evaluasi hasil pembelajaran

2. Sebagai tutor/fasilitator

Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran serta melakukan evaluasi terhadap efektifitas belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah :

1) Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman

2) Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi dengan suara dikeraskan. Sementara itu yang lain mendengarkan dan ada seorang anggota yang mencatat informasi yang penting sepanjang perjalanan diskusi

3) Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok

4) Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self evaluation

5) Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan

6) Memantau jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, sehingga tidak ada proses belajar yang terlewati atau terabaikan dan fase dilakukan dalam urutan yang tepat 7) Menjaga motivasi mahasiswa dengan mempertahankan unsur

tantangan dalam penyelesaian tugas

8) Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari kesulitannya

9) Membimbing proses belajar mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong mereka mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan dan sudut pandang

10)Mengevaluasi penerapan PBL yang dilakukan 3. Sebagai ketua kelompok

Peran sebagai ketua kelompok adalah memimpin kelompok melalui proses, memotivasi anggota untuk berpartisipasi, mempertahankan kedinamisan kelompok, memastikan sesuai waktu yang telah ditetapkan, memastikan kelompok mengerjakan tugas yang ditentukan, dan memastikan notulen dapat mengikuti dan membuat catatan yang akurat

4. Sebagai anggota kelompok

Peran sebagai anggota kelompok adalah mengikuti langkah-langkah yang ditetapkan, berpartisipasi dalam diskusi, mendengarkan dan menghargai pendapat teman, memberikan pertanyaan terbuka, menganalisis semua tujuan pembelajaran, dan berbagi informasi dengan yang lain untuk mencari penyelesaian masalah

2.3. Teacher Centered Learning

Dokumen terkait