• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Problematika Kebermaknaan Hidup

Proses pencarian makna hidup tidak selalu berjalan dengan baik. Dalam pencarian makna hidup setiap individu pasti mengalami banyak problematika yang berbeda-beda. Salah satu yang menjadi problem dalam pencarian makna hidup adalah banyaknya gangguan yang bermacam-macam mulai dari gangguan batin hingga gangguan fisik. Individu yang berada pada kondisi ini akan merasakan bahwa dirinya belum bisa mencapai dan memperoleh kebermaknaan hidup serta merasa bahwa dirinya belum bisa menempatkan arti dalam hidupnya (Effendi, 2006 dalam skripsi)

Menurut Vikrot Frankl (dalam Bastaman, 2007) kegagalan menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan berbagai macam gangguan antara lain penghayatan hidup tanpa makna, merasakan kehampaan dalam kehidupannya, terasa gersang dalam hatinya, merasa tidak memiliki tujuan hidup bosan dan apatis. Seseorang mungkin saja gagal dalam memenuhi hasrat untuk hidup bermakna. Hal ini antara lain kurangnya kesadaran bahwa kehidupan dan pengalaman mengandung makna hidup potensial yang dapat ditemukan dan kemudian dikembangkan.

1. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup

Proses keberhasilan mencapai makna hidup adalah urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna. Tahap-tahap penemuan makna hidup dikategorikan atas lima (Bastaman dalam), yaitu :

a. Tahap derita

Pada tahap ini individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna. Mungkin ada peristiwa tragsi atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan.

b. Tahap penerimaan diri

Dalam tahap ini individu telah memiliki atau muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik lagi. biasanya muncul kesadaran diri disebabkan oleh berbagai macam hal, misalnya perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, hasil do’a dan ibadah, atau pengalaman-pengalaman tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini.

c. Tahap penemuan makna hidup

Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidupnya, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap penting dan berharga itu mungkin saja beerupa nilai-nilai kreatif, seperti berkarya. Nilai-nilai penghayatan, misalnya penghayatan keindahan, keimanan, dan

nilai-nilai bersikap dalam menentukan tindakan saat menghadapi kondisi yang tak memungkinkan.

d. Tahap realisasi makna hidup

Semangat hidup dan gairah hidup meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen diri untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah.

e. Tahap kehidupan bermakna

Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan kebahagiaan sebagai hasil sampingnya. Bastaman (1996), mengatakan bahwa kenyataannya urutan proses tersebut tidak dapat diikuti secara tepat sesuai dengan konstruksi teori yang ada.

Menurut Battista dan Almond (Leath, 1999) mengungkapkan ada dua macam dimensi dari kebermaknaan hidup, yaitu :

a. Dimensi kerangka

Sistem keyakinan diri bahwa individu memiliki eksistensi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang membuat hidupnya menjadi bermakna dalam menghadapi kenyataan yang sedang terjadi dalam hidupnya berdasarkan kejadian yang telah dialaminya.

b. Dimensi pemenuhan

Kebahagiaan pada batin individu atas pemenuuhan akan membuat individu merasa kehidupannya penuh gairah, optimis, tujuan

hidupnya terarah dan memiliki tujuan sebagai dampak dari terpenuhinya kebutuhan batin individu.

Dalam pencapaiannya, kebermaknaan hidup dapat dicapai dengan dua dimensi yakni dimensi kerangka, yaitu suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dia pasti dapat mencapai tujuan hidupnya yang sebenarnya adalah suatu kekuatan yang dia miliki dalam menghadapi apa yang telah dijalani sekarang berdasarkan pengalaman-pengalaman hidupnya, kemudian yang kedua adalah dimensi pemenuhan, yaitu suatu kondisi dimana seseroang memiliki perasaan senang akan pemenuhan kebutuhan yang lebih terarah dan tujuan hidup yang lebih jelas.

Schultz (Zainurrifikoh, 2000) merumuskan bahwa individu yang menjalani kehidupan bermakna dan memiliki kebermaknaan hidup mempunyai ciri-ciri bahwa individu tersebut bertanggung jawab secara pribadi dalam mengarahkan hidup dan dalam menyikapi nasib atau takdir, mengenali diri sendiri, menyadari sebagai makhluk Tuhan, dapat merasakan kemuliaan sebagai pemimpin, serta menolak perbuatan-perbuatan yang merendahkan derajat, memiliki kebebasan untuk memilih cara bertindak dan bersikap sesuai dengan dirinya (sesuai dengan kebenaran yang diyakini), berorientasi pada masa depan dan bersikap optimis, memiliki alasan untuk menjalani hidup dan menggunakan waktu mereka sebijaksana mungkin agar kerja dan hidup mereka dapat

dikembangkan secara maksimal, karnea menyadari hidup di dunia fana tidak abadi.

“Siapa yang memiliki suatu alan untuk hidup maka dia akan sanggup mengatasi persoalan hidup dengan cara apapun,” demikian kata Nietzsche (Frankl 2006). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa kekuatan akan makna hidup sangat mempengaruhi karakteristik seseorang. Menurut Frankl (2006) keinginan untuk hidup secara bermakna merupakan motivasi utama yang ada pada diri manusia. Motivasi akan makna akan menarik seseorang untuk mencapai makna dan nilai-nilai hidup. Motivasi hidup yang bermakna dapat terpenuhi maka individuakan merasakan kehidupan yang bermakna, sebaliknya bila hasrat hidup bermakna ini tidak dapat terpenuhi, maka individu akan mengalami kehidupan tanpa makna.

Berdasarkan teori kebermaknaan hidup Frakl, Shultz (1991) menyimpulkan bahwa individu yang mampu menemukan makna dalam hidupnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bebas memilih langkah dan tindakannya sendiri secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidupnya dan sikap menghadappi nasib, tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya, telah menemukan arti dalam kehidupan yang sesuai dengan dirinya, secara sadar mengontrol hidupnya, mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman atau nilai-nilai

sikap, telah mengatasi perhatian terhadap dirinya berorientasi pada masa depan, mengarahkan dirinya pada tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang akan datang, memiliki alasan untuk meneruskan kehidupan, memiliki komitmen terhadap pekerjaan, mampu memberi dan menerima cinta

2. Sumber Kebermaknaan Hidup

Makna hidup dapat ditemukan dalam kehiudpan itu sendiri, betapapun buruknya kehidupan tersebut. Makna hidup tidak saja ditemukan dalam keadaan-keadaan yang menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya.

Tanpa bermaksud menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan dan makna hidup seseorang, dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup didalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi (Boeree, 2010). Ketiga nilai ini adalah nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap :

a. Nilai-nilai kreatif

Pendekatan nilai-nilai kreatif untuk menemukan makna hidup, yaitu dengan “bertindak”. Ini merupakan ide eksistensial tradisional, yaitu menemukan makna hidup dengan cara terlibat dalam sebuah proyek,

atau lebih tepatnya terlibat proyek berharga dalam kehidupan (Boeree, 2010).

b. Nilai-nilai penghayatan

Melalui nilai-nilai penghayatan, yakni dengancara memperoleh pengalaman tentang sesuatu atau seseorang yang bernilai bagi kita (Boeree, 2010)

c. Nilai-nilai bersikap

Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Hal yang diubah bukanlah keadaannya tapi sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.

Frankl (dalam Koesworo, 1987) menyebutkan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui ketiga jaalan. Pertama melalui apa yang kita berikan kepada hidup (nilai kreatif). Kedua, melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran, dan cinta-nilai penghayatan). Ketiga melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa kita ubah.

C. Faktor-faktor kebermaknaan hidup

Dokumen terkait