• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROCUREMENT MENUTUP CELAH KORUPSI PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

E- PROCUREMENT MENUTUP CELAH KORUPSI PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

E-Procurement t dapat dihasilkan akuntabilitas dan transparasi dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan kontraknya.

2. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

Dengan dilaksanakannya tender melalui internet yang memiliki karakteristik

borderless dan ubiquitous, maka para penyedia yang memenuhi syarat dan berminat dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang pengadaan dan mengikuti tender atau proses pengadaan bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun sesuai dengan jadwal pelelangan.

3. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

Dengan E-Procurement, maka pelaksanaan pengadaan yang biasanya memerlukan biaya-biaya tertentu akan semakin berkurang sehingga pelaksanaan lebih efisien dibandingkan dengan pengadaan secara manual.

4. Mendukung proses monitoring dan audit;

Dalam proses monitoring dan audit, E-Procurement sangat mendukung proses pelaksanaannya terutama dalam kebenaran data dan ketersediaan data.

5. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

E-Procurement mampu memberikan informasi yang terkini tentang hasil pelaksanaan pengadaan. Setiap tahap tender bisa diakses oleh semua Penyedia, mulai dari jadwal aanwijzing, upload dokumen penawaran, pengumuman pemenang, masa sanggah, dan yang lainnya.

2.4 Metode Pelaksanaan E-Procurement

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bahwa Kementrian, Lembaga, Perangkat Daerah (K/L/PD) wajib melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan. Ketentuan teknis operasional pengadaan barang/jasa secara elektronik mengacu pada Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Peraturan Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2011 Tentang E-Tendering, Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik. Terhadap informasi, transaksi elektronik pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, maka metode-metode pelaksanaan E-Procurement adalah:

1. E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah;

2. Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-Purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik;

3. E-Tendering merupakan tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.

2.5 E-Procurement Dapat Menutup Celah Korupsi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan Barang/Jasa yang saat ini berlaku, khususnya di Indonesia masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif mampu mencegah terjadinya korupsi. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diatur oleh Pemerintah Indonesia, masih memungkinkan bagi Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk melakukan tindakan fraud berupa korupsi di setiap tahapannya. Kasus korupsi yang selama ini ditangani oleh KPK terkait dengan pengadaan barang/jasa masih tergolong sebagai salah satu kasus korupsi tertinggi yang terjadi di Indonesia. (Nidaur Rahmah; 2020)

Pengadaan Barang/Jasa di organisasi pemerintahan telah melewati sejarah panjang dan berbagai bentuk penyimpangan yang telah teridentifikasi, adapun bentuk-bentuk penyimpangan, yaitu:

1. Adanya kick-back selama proses pengadaan, yaitu penggelapan dana. Contohnya panitia PBJ memenangkan perusahaan yang bukan merupakan penawar terbaik, dan mengalokasikan dana lebih dari yang seharusnya diterima oleh perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memperoleh keuntungan dan sebagai pertukaran atas nilai kontrak pekerjaan, pejabat yang berwenang memperoleh pembayaran balik dari perusahaan, yang merupakan bagian dari jumlah kontrak yang diterima perusahaan;

2. Adanya praktik suap untuk memenangkan pengadaan;

3. Proses pengadaan yang tidak transparan;

4. Pengelola proyek tidak mengumumkan rencana pengadaan;

5. Adanya kongkalikong untuk melakukan mark-up harga perkiraan sendiri (HPS);

6. Memenangkan perusahaan saudara, kerabat, atau kelompok tertentu;

7. Mencantumkan spesifikasi teknis yang hanya dapat dipasok oleh satu Penyedia tertentu;

8. Adanya Penyedia yang tidak memenuhi kelengkapan administrasi namun tetap dapat ikut pengadaan dan bahkan menang;

9. Menggunakan metoda pemilihan penyedia barang dan jasa pemerintah yang tidak seharusnya untuk mencapai maksud tertentu seperti menggunakan metoda penunjukan langsung dengan tidak menghiraukan ketentuan yang telah ditetapkan;

dan

10. Pengaturan spesifikasi barang/jasa dengan niatan menurunkan kualitas barang/jasa untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. (Nidaur Rahmah;2020)

Untuk mengatasi segala persoalan penyimpangan tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Menindaklanjuti Peraturan Presiden tersebut pemerintah bersama dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah) terus berupaya untuk membuat suatu sistem baru untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu melalui E-Procurement.

(Nidaur Rahmah;2020)

Adapun LPSE (Lembaga Pengadaan Secara Elektronik) sebagai pihak yang menjadi mediator antara penyedia barang/jasa (rekanan) dan pihak pengguna (instansi pemerintah), serta sebagai pengelola sistem E-Procurement. Melalui Peraturan Presiden tersebut diharapkan pengadaan barang/jasa bisa berjalan lancar bebas kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). (Nidaur Rahmah;2020)

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah dijelaskan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang prosesnya dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. E-Procurement di Indonesia mulai diwacanakan sejak digalakkannya model E-Government

E-PROCUREMENT MENUTUP CELAH KORUPSI PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

di Indonesia, yang kemudian pada tahun 2003 dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang didalamnya memuat tentang ketentuan baru tentang E-Announcement dan E-Procurement.

Ketentuan tersebut disusul dengan adanya Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dimana didalamnya menyebutkan bahwa e-procurement menjadi salah satu dari 7 (tujuh) Flagship Dewan Teknologi Informasi Nasional (Detiknas).

3. Tujuan dari E-Procurement adalah:

a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

d. Mendukung proses monitoring dan audit;

e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

4. Metode-metode pelaksanaan E-Procurement adalah:

a. E-Marketplace;

b. E-Purchasing;

c. E-Tendering.

5. Untuk mengatasi segala persoalan penyimpangan, pemerintah mengeluarkan

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Menindaklanjuti Peraturan Presiden tersebut pemerintah bersama dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah) terus berupaya untuk membuat suatu sistem baru untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu melalui E-Procurement.

Dokumen terkait