• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Produk Al- Wadi’ah

1. Pengertian Produk Al-Wadi’ah

Al-Wadi’ah merupakan prinsip simpanan murni dari pihak yang menyimpan atau menitipkan kepada pihak yang menerima titipan ntuk dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan.Titipan harus dijaga dan dipelihara oleh pihak yang menerima titipan, dan titipan ini dapat diambil sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menitipkan.14

12Ibid, h.136

13Ibid

14

2. Dasar Hukum Al-Wadi’ah





















































Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

melihat” (Q.S. An-Nisa’ :58)15

Adapun hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Dawud dan At- Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda:

َكَناَخ ْنَم ْنُخَت َلَو َكَنَمَتْئا ِنَمىَلِإ َةَناَمَلأا ِّدَأ

Artinya: “Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah

mengkhianatinya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)16

Berdasarkan dari hadits diatas, bahwa akad wadi’ah (titipan hukumnya boleh, dalam rangka saling tolong menolong disyariatkan dan dianjurkan dalam islam. Dari kedua ayat diatas jelaslah bahwa pemiliknya.

15

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Diponogoro,2013)

16

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia Cendikia, 2001), h. 6

Kebolehan dalam hal ini adalah karena adanya manfaat bagi orang banyak dengan dasar membiarkan harta atau uang tertimbun tidak dipergunakan untuk kepentingan umat manusia dan mensejahterakan umat manusia. 3. Jenis-Jenis Produk Al-Wadi’ah

a. Wadi’ah Yad Al-Amanah

Wadi’ah yad al-amanah merupakan titipan murni dari pihak yang menitipkan barangnya kepada pihak penerima titipan. Pihak penerima titipan harus menjaga memelihara barang titipan dan tidak diperkenankan untuk memanfaatkannya. Penerima titipan akan mengembalikan barang titipan dengan utuh kepada pihak yang menitipkan setiap saat barang itu dibutuhkan. Dalam aplikasi syariah, produk yang dapat ditawarkan dengan menggunakan akad al-wadi’ah yad al-amanah adalah save deposit box.

Produk save deposit box yaitu, bank menerima titipan barang dari nasabah untuk ditempatkan dikotak tertentu yang disediakan oleh bank syariah. Bank syariah perlu tempat dan petugas untuk menjaga dan memelihara titipan nasabah, sehingga bank syariah akan membebani biaya administrasi yang besarnya sesuai dengan ukuran kotak itu. Pendapatan atas jasa save deposit box termasuk dalam fee based income.17

Skema di bawah ini dapat menjelaskan akad Wadi’ah Yad Al -Amanah, sebagai berikut:18

1. Titipan barang

2. Fee penitipan barang

3. Pengembalian barang titipan Gambar 2.1 Skema Wadi’ah Yad Al-Amanah Keterangan:

1. Nasabah menitipkan barang kepada bank syariah dengan menggunakan akad al-wadi’ah yad al-amanah. Bank syariah menerima titipan, dan barang yang dititipkan akan ditempatkan dalam tempat penyimpanan yang aman. Bank syariah akan menjaga dan memelihara barang itu.

2. Atas penitipan barang oleh nasabah kepada bank syariah, maka nasabah dibebani biaya oleh bank syariah. Biaya ini diperlukan sebagai biaya pemeliharaan dan biaya sewa atas tempat penyimpanan barang titipan nasabah. Biaya yang dibayar oleh nasabah penitip bagi bank syariah merupakan pendapatan fee.

18

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 62

NASABAH PENITIP

BANK SYARIAH PENERIMA TITIPAN

b. Wadi’ah Yad Dhamanah

Wadi’ah yad dhamanah adalah akad antara dua pihak, satu pihak sebagai pihak yang menitipkan (nasabah) dan pihak lain sebagai pihak yang menerima titipan. Pihak penerima titipan dapat memanfaatkan barang yang dititipkan.Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang ditipkan dalam keadaan utuh.Penerima titipan diperbolehkan memberikan imbalan dalam bentuk bonus yang tidak diperjanjikan sebelumnya.

Akad wadi’ah yad dhamanah dalam aplikasi perbankan dapat diterapkan dalam produk penghimpunan dana pihak ketiga antara lain giro dan tabungan. Bank syariah akan memberikan kepada nasabah atas dana yang ditipkan di bank syariah. Besarnya bonus tidak boleh diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada kebijakan bank syariah. Bila bank syariah memperoleh keuntungan, maka bank akan memberikan bonus kepada pihak nasabah.19 Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang menjadi hak penerima titipan. Pada prinsip transaksi ini, pihak yang menitipkan barang/uang tidak perlu mengeluarkan biaya, bahkan atas kebijakan pihak

19Op.cit, h. 63-64

yang menerima titipan, pihak yang menerima titipan dapat memperoleh manfaat berupa bonus atau hadiah.20

Dibawah ini merupakan skema Wadi’ah yad dhamanah, sebagai berikut:21

1. Titipan barang

2. Bonus 3. Return

Gambar 2.2 Skema wadi’ah yad dhamanah

Keterangan:

1. Nasabah menitipkan dananya di bank syariah dalam bentuk giro maupun tabungan dalam akad wadi’ah yad dhamanah.

2. Bank syariah menitipkan dananya atau menginvestasikan dananya kepada user of fund untuk digunakan sebagai usaha (bisnis rill). 3. User of fund memperoleh pendapatan dan/atau keuntungan atas usaha

yang dijalankan, sehingga user of fund membayar return kepada bank syariah. Return yang diberikan oleh user of fund kepada bank syariah

20

Sunarto Zulkifli, Panduan Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), h. 34.

21

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 64

NASABAH PENITIP

BANK SYARIAH PENERIMA TITIPAN

antara lain dalam bentuk bagi hasil, margin keuntungan dan pendapatan sewa, tergantung pada akad.

4. Setelah menerima bagian keuntungan dari user of fund , maka bank syariah akan membagi keuntungannya kepada penitip dalam bentuk bonus. Bank syariah akan memberikan bonus bila investasi yang disalurkan oleh bank memperoleh keuntungan.

4. Rukun Dan Syarat Al-Wadi’ah

Menurut hanafiah berpendapat bahwa rukun wadi’ah ada satu, yaitu ijab dan qabul, sedangkan yang lainnya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut Hanafiah dalam shigat ijab dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samar (kinayah). Hal ini berlaku juga untuk kabul, diisyaratkan bagi yang menitipkan dan dititipkan barang dengan mukalaf. Tidak sah apabila yang menitipkan dan yang menerima benda titipan adalah orang gila atau anak yang belum dewasa.22 Menurut Syafi’iyah al-wadi’ah memiliki tiga rukun, yaitu:

a. Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’,

b. Orang yang menitipkan dan yang menerima titipan, diisyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakili.

22

c. Shigat ijab dan qabul al wadi’ah, diisyaratkan pada ijab kabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar-samar.

5. Rusak dan hilangnya Benda Titipan

Jika orang yang menerima titipan mengaku bahwa benda-benda titipan telah rusak tanpa adanya unsur kesenjangan darinya, maka ucapannya harus disertai dengan sumpah supaya perkataanya itu kuat kedudukannya menurut hukum, namun Ibn Al-Munzir berpendapat bahwa orang tersebut diatas sudah dapat diterima ucapannya secara hukum tanpa dibutuhkan adanya sumpah.

Menurut Ibnu Taimiyah apabila sesorang yang memelihara benda-benda titipan mengaku bahwa benda-benda-benda-benda titipan ada yang mencuri, sementara hartanya yang ia kelola tidak ada yang mencuri, maka orang yang menerima benda-benda titipan tersebut wajib menggantikannya. Pendapat Ibnu Taimiyah ini berdasarkan pada atsar bahwa Umar r.a pernah meminta jaminan dari Anas bin Malik R.A ketika baranf titipan yang ada pada Anas r.a dinyatakan hilang, sedangkan harta Anas r.a sendiri masih ada.

Orang yang meninggal dunia dan terbuka padanya terdapat benda-benda titipan milik orang lain, ternayta barang-barang titipan tersebut tidak dapat ditemukan maka ini merupakan utang bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh para ahli warisnya. Jika terdapat surat dengan tulisannya sendiri, yang berisi adanya pengakuan benda-benda titipan, maka surat

tersebut dijadikan pegangan karena tulisan dianggap sama dengan perkataan apabila tulisan tersebut ditulis oleh dirinya sendiri.

Bila seorang menerima benda-benda titipan, sudah sangat lama waktunya sehingga ia tidak lagi mengetahui dimana atau siapa pemilik benda-benda titipan tersebut dan berusaha menarinya dengan cara yang wajar, namun tidak dapat dipeoleh keterangan yang jelas, maka benda-benda titipan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan agama islam, dengan mendahulukan hal-hal yang paling penting diantara masalah-masalah yang penting.23

Dokumen terkait