• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Produksi Gas

4.2.1 Akumulasi Gas

Hasil penelitian produksi gas dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dan lumpur aktif menggunakan digester dua tahap sistem kontinu skala laboratorium volume 15 liter dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Total produksi biogas pada masing-masing perlakuan Kombinasi Limbah Cair

dan Lumpur Aktif

Waktu (hari)

Digester Tahap ke- Total Volgas (Liter) Peningkatan Produksi Volgas Tahap II (%) I II 90 : 10 40 4 ± 3,52 7,35 ± 4,07 11,35 83,75 80 : 20 40 1,08 ± 0,55 2,39 ± 2,14 3,47 121,29 70 : 30 40 1,77 ± 2,02 2,57 ± 3,57 4,34 45,19

Produksi gas tertinggi adalah kombinasi 90LC:10LA pada digester tahap II sebesar 7,35 liter (L), sedangkan produksi gas terendah adalah kombinasi 80LC:20LA pada digester tahap I sebesar 1,08 liter (L) dengan waktu retensi selama 40 hari. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan produksi gas pada tiap perlakuan adalah kandungan C/N rasio substrat, TVS, serta nilai pH. Nilai standar deviasi pada perlakuan terlihat sangat tinggi sekali dikarenakan respon pada masing-masing ulangan dalam satu perlakuan berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan pada produksi gas kombinasi 80LC:20LA pada R2 sebesar 0 L, dikarenakan oleh banyak faktor seperti terjadinya kebocoran pada digester atau faktor lain yang menyebabkan aktivitas mikroba terhenti, selain faktor pH dan suhu.

Produksi gas pada digester tahap II lebih tinggi dibandingkan pada digester tahap I dengan prosentase peningkatan produksi gas tertinggi pada 80LC:20LA sebesar 121,29% diikuti oleh 90LC:10LA

dan 70LC:30LA sebesar 83,75% dan 45,19%. Hasil ini melebihi penelitian Boe (2006) yang menyatakan produksi gas pada digester bertahap meningkat sebesar 11% dibandingkan digester satu-tahap, dengan perbandingan volume digester tahap I dan II adalah 90/10 atau 80/20. Grafik akumulasi produksi gas pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

20

Produksi gas yang relatif rendah dibandingkan penelitian Apriani (2009), yang mampu menghasilkan gas sebesar 20 liter (L) dikarenakan penelitian ini menggunakan suhu mesofil yang mempunyai laju produksi gas lebih rendah dibandingkan suhu termofil. Namun pada kondisi penelitian yang mesofilik, mikroorganisme akan tetap memproduksi gas selama fluktuasi suhu dijaga ± 2°C (Gerardi, 2003). Produksi gas masing-masing kombinasi limbah cair dan lumpur aktif pada digester tahap I dan digester tahap II akan dijelaskan lebih rinci pada sub sub-bab 4.2.2.

4.2.2 Produksi Gas pada Berbagai Kombinasi Substrat

Produksi gas kombinasi 90LC:10LA, pada digester tahap I menghasilkan biogas sebanyak 4 liter (L) dengan keeratan hubungan antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi cukup tinggi, bernilai positif, dan nyata sebesar 0,667. Banyaknya produksi gas ini sekitar 44,50% ditentukan oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan 55,50% ditentukan oleh faktor lain. Waktu fermentasi (Xi) memberikan pengaruh nyata terhadap produksi gas (Yi) dengan garis regresi yang diperoleh yaitu Y = 0,006X – 0,023, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap produksi gas sebesar 0,006 liter (L).

Pada digester tahap II menghasilkan biogas sebanyak 7,35 liter (L) dengan keeratan hubungan antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi cukup tinggi, bernilai positif, dan nyata sebesar 0,855. Sekitar 73,15% dari jumlah produksi gas ditentukan oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan 26,75% dipengaruhi oleh faktor lain. Waktu fermentasi (Xi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi gas (Yi) dengan garis regresi yang diperoleh nyata yaitu Y = 0,021X – 0,289, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap produksi gas sebesar 0,021 liter (L).

Hasil persamaan garis regresi penduga antara waktu (Xi) dan produksi gas (Yi) kombinasi 90LC:10LA pada digester tahap I dan digester tahap II dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Produksi biogas pada digester tahap I mencapai puncak pada hari ke-23 sebesar 0,28 liter (L) dan pada hari ke-33 sebesar 0,63 liter (L) untuk digester tahap II. Grafik menunjukkan tren peningkatan produksi gas pada digester tahap II lebih signifikan dibandingkan pada digester tahap I, seperti terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Produksi biogas kombinasi 90LC:10LA pada digester tahap I dan digester tahap II Selanjutnya kombinasi 80LC:20LA, pada digester tahap I menghasilkan biogas sebanyak 1,08 liter (L) dengan keeratan hubungan antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sangat rendah, bernilai negatif, dan tidak nyata, sebesar -0,183.

21

Waktu fermentasi (Xi) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap produksi gas (Yi), sehingga tren produksi gas selama waktu fermentasi tidak bisa ditentukan.

Pada digester tahap II menghasilkan biogas sebesar 2,39 liter (L) dengan keeratan hubungan antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi cukup tinggi, bernilai positif, dan nyata sebesar 0,877. Jumlah produksi gas ini sekitar 77,05% dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan 22,95% dipengaruhi oleh faktor lain. Waktu fermentasi (Xi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi gas (Yi) dengan garis regresi yang diperoleh yaitu Y = 0,009X – 0,168, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap produksi gas sebesar 0,009 liter (L).

Hasil persamaan garis regresi antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) kombinasi 80LC:20LA pada digester tahap I dan digester tahap II dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Produksi gas pada digester tahap I mencapai puncaknya pada hari ke-4 sebesar 0,26 liter (L), sedangkan pada digester tahap II produksi gas mencapai puncak pada hari ke-34 sebesar 0,26 liter (L). Grafik menunjukkan produksi biogas pada digester tahap II mengalami tren peningkatan, sedangkan produksi gas pada D1 tidak bisa ditentukan trennya , seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Produksi biogas kombinasi 80LC:20LA pada digester tahap I dan digester tahap II Selanjutnya adalah kombinasi 70:LC30LA, digester tahap I menghasilkan biogas sebanyak 1,77 liter (L) dengan keeratan hubungan antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sangat rendah, bernilai negatif, dan tidak nyata sebesar -0,231. Waktu fermentasi (Xi) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap produksi gas (Yi), sehingga tren produksi gas selama waktu fermentasi tidak bisa ditentukan.

Pada digester tahap II menghasilkan biogas sebanyak 2,57 liter (L) dengan keeratan hubungan antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi cukup tinggi, bernilai positif, dan nyata sebesar 0,763. Pada digester tahap II sekitar 58,32% jumlah produksi gas dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi sedangkan 41,68% dipengaruhi oleh faktor lain. Waktu fermentasi (Xi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi gas (Yi) dengan garis regresi yang diperoleh yaitu Y = 0,010X – 0,18, perubahan sebesar satu hari akan berpengaruh terhadap produksi gas sebesar 0,010 liter (L). Hasil persamaan garis regresi penduga antara waktu fermentasi (Xi) dan produksi gas (Yi) kombinasi 70:LC30LA pada digester tahap I dan digester tahap II dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Produksi gas pada digester tahap I mencapai puncaknya pada hari ke-4 sebesar 0,33 liter (L) dan pada hari ke-36 sebesar 0,34 liter (L) untuk digester tahap II. Grafik menunjukkan produksi biogas pada digester tahap II mengalami tren peningkatan, sedangkan produksi biogas pada digester tahap I tidak bisa ditentukan trennya, seperti terlihat pada Gambar 9.

22

Gambar 9. Produksi biogas kombinasi 70LC:30LA pada digester tahap I dan digester tahap II Pada berbagai perlakuan kombinasi limbah cair dan lumpur aktif terlihat bahwa digester tahap II menghasilkan gas lebih tinggi dibandingkan pada digester tahap I dan menunjukkan tren peningkatan setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa waktu fermentasi pada digester tahap II mempunyai korelasi positif terhadap produksi gas dan dapat dijelaskan melalui garis regresi. Sedangkan pada digester tahap I garis regresi hanya dapat diterima pada perlakuan kombinasi 90LC:10LA. Produksi gas harian dari seluruh perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 9.

Hal ini diakibatkan pada digester tahap II reaksi yang terjadi adalah metanogenesis, sebagaimana dinyatakan oleh Demirel dan Yenigun (2002) bahwa pada sistem reaktor dua-tahap, tahap singkat asidogenesis terjadi pada digester pertama dan diikuti oleh tahap panjang metanogenesis pada digester kedua. Reaksi metanogenesis ini adalah tahapan dimana bakteri metanogen memproduksi biogas dari asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida yang dihasilkan dari tahapan reaksi sebelumnya.

4.2.3 Produksi Gas pada Digester Tahap I dan Digester Tahap II

Penelitian ini menggunakan dua digester yang dirangkai sehingga masing-masing digester dapat dilihat kemampuannya dalam memproduksi gas. Pada digester tahap I, terlihat bahwa perlakuan yang mengalami tren peningkatan produksi gas hanya pada kombinasi 90LC:10LA, sedangkan perlakuan lainnya tidak bisa ditentukan tren produksi gas seperti terlihat pada Gambar 10a.

Selanjutnya pada digester tahap II, terlihat bahwa ketiga perlakuan kombinasi limbah cair dan lumpur aktif mengalami tren peningkatan produksi gas. Namun, produksi gas yang mengalami tren peningkatan lebih tinggi adalah kombinasi 90LC:10LA seperti terlihat pada Gambar 10b.

(a) (b)

Gambar 10. Produksi biogas pada : (a) digester tahap I kombinasi 90LC:10LA, 80LC:20LA dan 70LC:30LA

23

Peningkatan atau penurunan produksi gas tidak menunjukkan banyaknya kandungan metan (CH4) pada suatu biogas. Biogas yang dapat menimbulkan nyala api adalah yang mengandung metan (CH4) lebih dari 55%. Pengujian nyala api ini dilakukan dengan melewatkan gas pada nyala api lilin. Biogas dikatakan menimbulkan nyala api, apabila api lilin berubah menjadi api biru dan membesar saat dilewatkan sejumlah gas. Sedangkan, biogas dikatakan tidak menimbulkan nyala api, bila api lilin menjadi padam saat dilewatkan sejumlah gas.

Pada digester tahap I, keseluruhan perlakuan kombinasi limbah cair dan lumpur aktif menghasilkan biogas yang tidak menimbulkan nyala api, karena sekitar 75% proses yang terjadi adalah proses hidrolisis dan pembentukan asam yang menghasilkan karbondioksida (CO2). Sedangkan pada digester tahap II, setiap perlakuan kombinasi limbah cair dan lumpur aktif menghasilkan biogas dengan nyala api pada hari yang berbeda-beda. Pada kombinasi 90LC:10LA, biogas menimbulkan nyala api pada hari ke 35, 36, 37, 38, dan 39, sedangkan pada kombinasi 80LC:20LA timbul nyala api pada hari ke 34, 35, dan 40. Berbeda pula pada kombinasi 70LC:30LA yang menimbulkan nyala api pada hari ke 33, 35, 38, dan 39. Pengujian terhadap nyala api ini membuktikan bahwa pada digester tahap II reaksi dominan yang terjadi adalah reaksi metanogenesis yang menghasilkan gas dominan berupa metana. Nyala api ini juga membuktikan kualitas biogas pada kombinasi 90LC:10LA lebih baik karena nyala api terjadi sebanyak lima hari, diikuti kombinasi 70LC:30LA dan 80LC:20LA sebanyak empat dan lima hari. Hasil pengujian terhadap nyala api dapat dilihat pada Lampiran 10.

Jika dilihat pada kedua digester, kombinasi 90LC:10LA menghasilkan gas lebih tinggi dibandingkan kombinasi lainnya dan menunjukkan tren peningkatan pada digester tahap I dan digester tahap II. Kombinasi 90LC:10LA menghasilkan gas lebih tinggi, karena mampunyai imbangan C/N paling optimum sebesar 22,26 sebagaimana yang dinyatakan oleh Simamora et al. (2006), bahwa imbangan C/N yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 20-25. C/N yang tidak optimum dapat mengganggu proses pembentukan biogas, karena substrat yang mengandung C/N terlalu rendah akan meningkatkan produksi ammonia dan menghambat produksi metana sedangkan C/N yang terlalu tinggi mengindikasikan terlalu sedikit unsur nitrogen yang berakibat buruk bagi pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis sel baru bagi mikroorganisme, karena sebanyak 16% sel bakteri terdiri dari unsur N (Deublein, 2008).

Faktor lain yang mengakibatkan tingginya produksi gas pada kombinasi 90LC:10LA adalah rendahnya nilai TVS, yang menandakan jumlah bahan organik dalam bahan. Jumlah TVS dalam substrat harus sesuai dengan kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi TVS menjadi VFA dan kemampuan dalam mengkonsumsi VFA hingga menjadi biogas. Apabila kemampuan mikroorganisme tidak seimbang, akan terjadi penumpukan VFA yang menyebabkan penurunan pH secara drastis dan menghambat aktivitas bakteri pembentuk metana (Gerardi, 2003). Fenomena ini terjadi pada perlakuan 80LC:20LA, yang akan dibahas lebih rinci pada sub sub-bab 4.3.2.

Dokumen terkait