• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan CMA.

Cendawan mikoriza arbuskula pada ketiga akar tanaman inang dengan ketiga media yang diuji mampu membentuk simbiosis antara CMA dan tanaman inang. Struktur CMA yang teramati antara lain struktur miselia eksternal, spora, vesikula, dan arbuskula (Gambar 3).

Persentase Kolonisasi CMA. Kolonisasi akar

I. reptana yang ditumbuhkan pada ketiga

media mencapai di atas 70%. Persen kolonisasi CMA pada I. reptana di media padat zeolit dan kulur aeroponik berbeda nyata dibandingkan pada media kompos. Nilai persentase kolonisasi tanaman inang I reptana

pada media padat zeolit lebih tinggi dari pada persentase kolonisasi di fase inokulasi dengan media tumbuh yang sama. Persen kolonisasi CMA pada C. pubescens pada fase produksi hampir sama pada fase inokulasi. Persen kolonisasi CMA pada kultur aeroponik berbeda nyata dengan kolonisasi CMA pada kedua media padat. Kolonisasi CMA A. cepa

pada media zeolit dari fase inokulasi ke fase produksi mengalami peningkatan persen kolonisasi. Persen kolonisasi CMA pada media padat zeolit berbeda nyata dengan kolonisasi CMA pada kultur aeroponik dan media padat kompos.

Jumlah Spora Tanaman Inang CMA. Total spora CMA per pot tanaman merupakan hasil penjumlahan spora per total media dan spora per panjang akar. Total spora CMA pada media padat merupakan total spora CMA maksimum sedangkan pada kultur aeroponik merupakan total spora minimum. Kultur aeroponik tidak dilakukan pengamatan jumlah spora yang terdapat pada media air.

Hasil penyaringan spora menunjukkan bahwa spora per total media kompos lebih banyak secara nyata dibandingan dengan spora yang per total media zeolit. Namun demikian, spora CMA pada media zeolit lebih bersih dari kotoran tanah dibandingkan dengan spora CMA pada media kompos.

Jumlah spora pada I. reptana mengalami peningkatan dari fase inokulasi ke fase produksi. Namun, pada media padat zeolit mengalami penurunan jumlah spora per cm akar. Jumlah spora per cm akar dan spora per

pot I. reptana pada media padat kompos

berbeda nyata dengan spora pada kultur aeroponik dan media padat zeolit. Namun, jumlah spora pada kultur aeroponik masih dapat mencapai nilai maksimum (Gambar 4).

Spora per cm akar C. pubescens pada fase produksi di media kultur aeroponik dapat menghasilkan jumlah spora per cm 2 kali lebih banyak dibandingkan jumlah spora di media kompos. Namun demikian, pada media zeolit mengalami penurunan jumlah spora baik di media maupun di akar sehingga jumlah spora per pot pada media zeolit memiliki nilai terendah dari media lainnya. Jumlah spora per pot tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata, namun pada kultur aeroponik cenderung lebih tinggi yang kemudian diikuti oleh media padat kompos (Gambar 4).

Jumlah spora pada A. cepa mengalami peningkatan jumlah spora dari fase inokulasi ke fase produksi. Spora per cm akar pada fase inokulasi hanya dapat menghasilkan 1 spora, sedangkan jumlah spora per cm akar pada fase produksi menghasilkan 2 spora. Jumlah spora per cm akar dan spora per pot pada ketiga media tumbuh menunjukan hasil yang berbeda nyata (Gambar 4).

Pertumbuhan Tanaman Inang

Hasil pengamatan terhadap tanaman inang

I. reptana menunjukkan bahwa tinggi tajuk

dan jumlah daun pada kultur aeroponik lebih tinggi secara nyata pada media padat. Namun demikian, tinggi tajuk dan jumlah daun pada media padat zeolit cenderung lebih baik dari pada media padat kompos. Hasil pengamatan terhadap bobot basah dan kering tajuk I.

reptana pada aeroponik lebih tinggi secara

nyata dari tanaman yang ditumbuhkan pada media padat. Sedangkan bobot basah dan kering akar I. reptana pada ketiga media yang diuji tidak berbeda nyata. Namun demikian, biomassa tajuk dan akar pada media zeolit lebih baik dibandingkan pada media kompos (Tabel 2).

Parameter pertumbuhan C. pubescens

tidak dipengaruhi oleh media yang diuji kecuali parameter jumlah daun. Jumlah daun pada aeroponik meningkat 1,5-2 kali lebih tinggi dibandingkan media padat zeolit dan kompos. Jumlah daun memiliki hubungan positif dengan jumlah cabang tanaman. Jumlah cabang pada kultur aeroponik lebih banyak dari pada jumlah cabang C. pubescens

di media padat zeolit dan kompos yang diuji. Media padat tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan C. pubescens. Namun demikian, pertumbuhan C. pubescens pada media kompos lebih baik dibandingkan pada media zeolit. Bobot basah dan kering tajuk dan akar C. pubescens tidak dipengaruhi oleh media yang diuji. Namun, biomassa tajuk dan

akar pada kultur aeroponik cenderung meningkat dibandingkan media padat kompos yang lebih baik dibandingkan pada media padat zeolit (Tabel 2).

Parameter pertumbuhan A. cepa tidak dipengaruhi ketiga media uji yang digunakan kecuali tinggi tajuk pada kultur aeroponik berbeda nyata dari pada tinggi tajuk pada media lain. Pertumbuhan tanaman inang A. cepa menunjukkan hasil yang bervariasi. Bobot basah tajuk pada kultur aeroponik dan media padat zeolit berbeda nyata dengan bobot basah tajuk di media padat kompos. Bobot basah dan kering tajuk A. cepa di kultur

aeroponik lebih rendah dari media zeolit tetapi lebih tinggi dari media kompos. Bobot basah akar pada kultur aeroponik berbeda nyata dari pada media zeolit dan kompos. Bobot kering akar pada kultur aeroponik dan media kompos berbeda nyata dari pada bobot kering akar di media zeolit (Tabel 2).

Hasil perhitungan total panjang akar tanaman inang yang telah diinokulasikan CMA pada ketiga media yang diuji tidak berbeda nyata kecuali total panjang akar pada

I. reptana dengan kultur aeroponik

menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 2).

Gambar 3 Hasil pewarnaan akar dengan biru tripan pada tanaman inang (A) I. reptana, (B) C.

pubescens, dan (C) A. cepa. Struktur CMA yang teramati (1) miselia eksternal, (2)

arbuskula, (3) vesikula, dan (4) spora umur 18 MST.

C2 A2 A3 B1 A1 A4 B4 B3 B2 C1 C3 C4 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm 100µm

0 4 8 12 16 20 24 28 I. reptana C. pubescens A. cepa Ju m lah s p o ra p er cm ak ar ( sp o ra/cm ) 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

I. reptana C. pubescens A. cepa

Ju m la h sp o ra p er m ed ia ( sp o ra /kg ) 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

I. reptana C. pubescens A. cepa

Ju m la h sp o ra p er p an ja n g a k ar ( sp o ra /c m ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

I. reptana C. pubescens A. cepa

Ko lo n is as i C MA ( % )

Gambar 4 (A) persen kolonisasi CMA, (B) jumlah spora per cm akar, (C) jumlah spora per media, (D) jumlah spora per panjang akar, (E) jumlah spora per pot tanaman pada tanaman inang yang telah diinokulasikan CMA di media padat zeolit ( ), kultur aeroponik ( ), dan media padat kompos ( ) umur 18 MST. Data menunjukkan nilai rataan dari lima kali ulangan ± Standar Deviasi (SD).

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000

I. reptana C. pubescens A. cepa

Ju m lah s p o ra p er p o t tan am an (s p o ra/p o t) E D C B A

Tabel 2 Pengaruh media tumbuh terhadap tanaman inang yang telah diinokulasi CMA pada parameter pengamatan tinggi tajuk, jumlah daun, total panjang akar, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot kering akar pada fase produksi inokulum umur 18 MST

Keterangan: Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Data menunjukkan nilai rataan dari lima kali ulangan ± Standar Deviasi (SD).

Media

Tinggi Tajuk

(cm) Jumlah Daun

Total Panjang Akar (m)

Bobot Basah Tajuk (g) Bobot Kering Tajuk (g) Bobot Basah Akar (g) Bobot Kering Akar (g) Ipomoea reptana

Zeolit 70,20±26,15a 24,40±5,41a 6,77±3,42a 21,38±5,06ab 2,09±0,52a 3,56±0,74a 1,08±0,34a Aeroponik 224,00±116,60b 41,80±14,04b 19,13±12,50b 50,22±37,44b 8,22±6,73b 3,66±2,09a 1,56±1,16a Kompos 55,60±47,42a 16,60±11,10a 5,34±2,17a 11,56±4,70a 1,36±0,51a 2,22±0,81a 1,10±0,66a

Centrosema pubescens

Zeolit 91,60±18,17a 60,60±22,49a 2,81±1,60a 5,30±3,25a 1,74±0,57a 1,88±0,21a 0,52±0,11a Aeroponik 92,40±10,74a 136,80±48,59b 5,33±3,57a 7,26±1,32a 2,42±1,41a 3,24±0,74a 1,31±0,32a Kompos 96,00±13,55a 82,80±21,28a 5,25±3,06a 6,62±2,36a 2,16±0,88a 2,76±0,86a 1,14±0,71a

Allium cepa

Zeolit 25,60±3,36ab 8,00±2,92a 1,82±0,76a 3,64±3,25b 0,74±0,30a 1,4±0,48ab 0,24±0,09a Aeroponik 37,00±9,92b 7,40±4,09a 2,12±0,63a 2,68±1,10b 0,70±0,56a 1,7±0,53b 0,60±0,22b Kompos 23,00±4,22a 5,00±2,24a 1,69±1,86a 1,56±0,49a 0,52±0,29a 1,02±0,26a 0,56±0,24b

0 10 20 30 40 50 60 70 I.reptana C. pubescens A. cepa Kol o n is asi CMA (% )

Panjang Akar dan Panjang Akar Terkolonisasi CMA

Tanaman inang mengalami pertumbuhan panjang akar dari fase inokulasi ke fase produksi pada media padat zeolit. Hal ini dapat dilihat dari data pesentase kolonisasi CMA dan bobot basah akar. Panjang akar dan panjang akar terkoloniasi CMA I. reptana

memiliki persentase peningkatan pertumbuhan akar sebesar 78%, tanaman inang C.

pubescens memiliki persentase peningkatan

pertumbuhan akar sebesar 63%, tanaman inang A. cepa memiliki persentase peningkatan pertumbuhan akar sebesar 18%.

Uji Lanjut Inokulum Akar CMA yang Dihasilkan

Pengamatan persentase kolonisasi CMA pada uji kualitas inokulum akar menunjukkan hasil kolonisasi CMA antara 25-53%, Inokulum akar I. reptana dan A. cepa dari media padat zeolit dan media kultur aeroponik memiliki persentase kolonisasi yang lebih baik dibandingan dengan inokulum akar dari media padat kompos. Inokulum akar C.

pubescens yang dihasilkan dari ketiga media

tumbuh tidak menunjukkan perbedaan persentase kolonisasi. Namun, inokulum akar dari media kultur aeroponik menghasilkan kolonisasi yang lebih baik (Gambar 5).

Gambar 5 Uji lanjut inokulum yang dihasilkan media padat zeolit ( ), kultur aeroponik ( ), dan media padat kompos ( ). Data menunjukkan nilai rataan dari lima kali ulangan ± Standar Deviasi (SD).

PEMBAHASAN

Sumber inokulum CMA dapat dihasilkan dari struktur CMA yang menginfeksi tanaman inang. Sumber inokulum tersebut antara lain

akar dengan tingkat kolonisasi tinggi dan spora yang dihasilkan. Struktur CMA antara lain hifa, vesikula, arbuskula, dan spora (Sieverding 1991).

Percobaan pertama yaitu fase inokulasi dengan kultur pot menggunakan media zeolit. Metode kultur pot pertama kali dikembangkan oleh Mosse pada tahun 1953 yang menginokulasi inokulan murni. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa infeksi CMA pada setiap tanaman inang rata-rata lebih dari 70%. Kormanik dan McGraw pada tahun 1982 melaporkan pembagian kategori kelas dalam persentase kolonisasi yaitu kelas 1: 0-5%, kelas 2: 6-25%, kelas 3: 26-50%, kelas 4: 51-75%, kelas 5: 76-100% (Rajapakse

et al. 1992). Berdasarkan pembagian kategori

kelas persentase kolonisasiakar menunjukkan bahwa kolonisasi CMA pada tanaman inang I.

reptana dan C. pubescens termasuk kategori

kolonisasi CMA tinggi yaitu kelas 5 karena mencapai 78,70% dan 81,60%. Tanaman inang A. cepa memiliki persentase kolonisasi cukup tinggi yaitu kelas 4 sebesar 72,2%. Persentase kolonisasi ketiga tanaman tidak berbeda nyata. Hasil yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada ketiga tanaman seragam. Tanaman inang tersebut dapat digunakan untuk fase produksi CMA selanjutnya.

Pertumbuhan tanaman inang I. reptana

menghasilkan jumlah spora terbanyak dibandingan C. pubescens dengan kolonisasi tertinggi pada fase inokulasi (Gambar 2). Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan akar I.

reptana yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan akar C. pubescens,

sehingga CMA memiliki ruang hidup yang lebih luas pada akar I. reptana dibandingkan dengan akar C. pubescens.

Respon pertumbuhan tanaman inang tanpa inokulasi CMA dapat tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman inang dengan perlakuan CMA kecuali pada tanaman inang

C. pubescens. I. reptana dan A. cepa yang

diinokulasikan CMA memerlukan adaptasi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. CMA dapat bersimbiosis dengan baik pada tanaman inang C. pubescens. Tanaman inang

C. pubescens memiliki ketergantungan yang

tinggi terhadap CMA. Pemberian larutan pupuk Johnson sebesar 50% dari konsentrasi normal sudah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanaman inang tanpa inokulasi CMA.

Kultur aeroponik dapat mempercepat pertumbuhan tanaman inang CMA I. reptana,

tajukserta perbanyakan inokulum CMA. Akar tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik dapat menyerap oksigen lebih banyak dan efisiensi penyerapan unsur hara yang lebih optimal terutama unsur hara makro P. Unsur hara yang disemprotkan ke udara dapat mencapai perakaran secara langsung tanpa melalui media perantara sehingga unsur hara dapat langsung diserap oleh akar. CMA dapat mengkolonisasikan akar secara cepat dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman khususnya akar tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sylvia dan Jarsfer (1994) bahwa simbiosis CMA dapat tumbuh dengan baik pada kultur aeroponik karena dapat meningkatkan kolonisasi CMA, jumlah spora CMA dan akar tanaman menjadi lebih panjang. Hal ini dikarenakan kultur aeroponik dapat menghasilkan aerasi lingkungan yang baik dan tidak adanya media substrat fisik.

Kolonisasi CMA pada I. reptana dengan kultur aeroponik cenderung meningkat jika dibandingkan dengan media padat (Gambar 4). Persen kolonisasi CMA pada I. reptana

dengan kultur aeroponik ialah 87,84% dan 10.363 spora. Nilai tersebut sudah masuk dalam kriteria kualitas inokulum yang tinggi. Menurut Martin-Laurent (1999) CMA dapat mengkolonisasi bagian korteks akar secara penuh pada akar tertua di media aeroponik jika dibandingkan pada korteks akar di media tanah. Oleh karena itu, walaupun persen kolonisasi tidak berbeda nyata namun intensitas kolonisasinya lebih tinggi sehingga jumlah total biomassa cendawan pada media aeroponik lebih tinggi.

Kultur aeroponik dapat menciptakan lingkungan yang lebih aerasi pada media kultur. Persinggungan air dan udara yang dihasilkan butiran kabut air pada kultur aeroponik dapat meningkatkan kandungan oksigen di sekitar perakaran tanaman. Oksigen dan air berperan dalam pertumbuhan tanaman. Salah satunya ialah untuk proses respirasi aerob dan translokasi fotosintat. Respirasi aerob memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi dari hasil fotosintesis. Translokasi fotosintat berjalan dari daerah sumber (source) ke daerah penampungan (sink) dengan melibatkan jaringan floem dan xilem. Pergerakan fotosintat dua arah dari tajuk dan akar dapat menyebabkan biomassa tajuk dan akar semakin meningkat. Pertumbuhan akar yang semakin meningkat dapat dijadikan sebagai tempat hidup CMA untuk melakukan simbiosis mutualisme antara akar tanaman dan CMA. Pertumbuhan tajuk juga semakin meningkat.

Media kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang C. pubescens

dari pada media zeolit. Media kompos jerami dapat menyediakan unsur hara P baik dalam bentuk organik maupun anorganik. Tanaman dapat menyerap fosfor dalam bentuk P- tersedia. Mikoriza dapat mengeluarkan asam- asam organik dan enzim fosfatase yang dapat melarutkan P di tanah menjadi P-tersedia tanah. CMA dapat menyerap unsur hara P yang terdapat di media dengan menggunakan struktur hifa yang dimilikinya (Rao 1994). Fosfat merupakan hara makro esensial yang dibutuhkan tanaman untuk metabolisme tanaman, penyimpanan dan transfer energi (Rao 1994).

Media pertumbuhan terbaik A. cepa yang bersimbiosis dengan CMA ialah media zeolit. Namun demikian, A. cepa juga dapat beradaptasi dengan baik pada kultur aeroponik. A. cepa yang ditumbuhkan dengan media kompos menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan pada saat proses pemindahan akar dari fase inokulasi CMA ke fase produksi dengan menggunakan media padat kompos terjadi kesulitan pemindahan. Sehingga menyebabkan akar tanaman terganggu proses pertumbuhannya.

Panjang akar tanaman mengalami peningkatan persentase pertumbuhan dari fase inokulasi ke fase produksi pada media zeolit. Penambahan media tumbuh dapat meningkatkan ruang hidup yang lebih besar bagi pertumbuhan simbiosis mutualisme CMA. Hifa ekstraradikal yang dihasilkan CMA dapat menggantikan peran akar dalam menjangkau unsur hara dan air yang sulit terjangkau oleh rambut akar (Salisbury & Ross 1992). Penambahan media tumbuh dapat meningkatkan peran hifa sehingga simbiosis mutualisme akar dan cendawan semakin meningkat.

Tanaman inang I. reptana pada media aeroponik memiliki jumlah spora yang cukup tinggi dibandingkan dengan kedua tanaman inang lainnya yang diuji. Tanaman inang I.

reptana berpotensi sebagai penghasil

inokulum CMA yang efektif. Tanaman inang

I. reptana pada kultur aeroponik

menghasilkan tinggi tajuk dan jumlah daun yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber sayuran organik yang merupakan nilai tambah dari produksi massal inokulum CMA. Hal yang sama dengan C.

pubescens yang dapat digunakan sebagai

hijauan ternak dan sumber bahan organik. A. cepa menghasilkan jumlah spora paling

rendah pada ketiga media yang diuji dibandingkan dengan I. reptana dan C.

pubescens namun tanaman ini menghasilkan

tinggi tajuk yang baik pada media aeroponik. Inokulum CMA yang efisien dapat meningkatkan respon pertumbuhan tanaman inang dan CMA. Unsur hara Johnson yang diberikan dapat diserap langsung oleh tanaman dengan sumber unsur hara P dengan konsentrasi 50% dan pertumbuhan akar tanaman meningkat terutama pada kultur aeroponik. CMA dapat bersimbiosis dengan baik pada kandungan hara P yang tidak terlalu tinggi (Smith & Read 1997). Kultur aeroponik dapat memberikan ruangan yang lebih luas dan lingkungan aerasi, sehingga pertumbuhan tanaman dan CMA meningkat. Disisi lain, pertumbuhan akar di media padat memiliki ruang hidup yang lebih sempit dibandingkan pada kultur aeroponik.

Pengujian kualitas inokulum akar mampu menghasilkan persentase kolonisasi CMA sebesar 25-53% (Gambar 5). Rendahnya persentase kolonisasi yang dihasilkan diduga karena umur tanaman inang yang masih muda yaitu 6 minggu. Nilai persen kolonisasi CMA yang dihasilkan memiliki kesamaan dengan persen kolonisasi pada fase produksi. Namun pada inokulum yang dihasilkan dari tanaman inang I. reptana dengan media zeolit memiliki nilai persentase kolonisasi yang lebih rendah dari kultur aeroponik. Hal ini mungkin disebabkan inokulum yang digunakan diuji dengan menggunakan tanaman inang dan media yang sama dari asal inokulum yaitu I.

reptana dan media zeolit, sehingga persentase

kolonisasi CMA mengalami penurunan.

SIMPULAN

Produksi inokulum CMA dengan menggunakan kultur aeroponik dan media padat dapat meningkatkan pertumbuhan CMA dan pertumbuhan tanaman inang. CMA pada fase inokulasi menghasilkan persentase kolonisasi lebih dari 70%. Tanaman inang C.

pubescens tumbuh baik pada perlakuan CMA

dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi. Pertumbuhan CMA mengalami peningkatan dari fase inokulasi ke fase produksi. Pertumbuhan terbaik I. reptana dan

C. pubescens yang bersimbiosis dengan CMA

ialah pada kultur aeroponik sedangkan A. cepa

ialah media zeolit. Uji lanjut inokulum CMA menghasilkan persentase kolonisasi sebesar 25-53%. Kultur aeroponik menghasilkan kualitas inokulum CMA terbaik diikuti oleh media zeolit dan kompos.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan yang lebih lengkap untuk mengetahui kualitas inokulum CMA yang dihasilkan pada kultur aeroponik dan media padat.

DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Bougher N, Dell B, Groove T, Malajczuk N. 1994. Working with

Mycorrhizas in Forestry and Agriculture.

Wembley: CSI RO Centre for Mediterranean Agriculture Research. Celik I, Ortas I, Kilic S. 2004. Effect of

compost, mycorrhiza, manure and fertilizer on some physical properties of a chromonoxerert soil. Soil & Tillage

Research 78: 59-67.

Douds DD Jr, Nagahashi G, Pfeffer PE, Reider C, Kayser WM. 2006. On-farm production of AM fungus inoculum in mixtures of compost and vermiculite.

Biotech 97: 809–818.

Geovanneti M, Mosse B. 1980. An evaluation of techniques for measuring vesicular arbuscular mycorrhizal infection in root.

New Phytol 84: 489-500.

Hung LL, DM Sylvia. 1988. Production of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus inoculum in aeroponic culture. Appl

Environ Microbiol 54:353-357.

Jones JB. 2004. Hydroponics : A Practical

Guide for The Soilless Grower. Ed ke-2.

USA: CRC Pr.

Martin F-Laurent, Lee SK, Tham FY, Jie H, Diem HG. 1999. Aeroponic production of

Acacia mangium saplings inoculated with

AM fungi for reforestation in the tropics.

Elsevier Science 122: 199-207.

Rajapakse S, Miller JC Jr. 1992. Methods for studying vesicular-arbuscular mycorrhizal root colonization and related root physical properties. Microbiol 24: 311-315. Rao NSS. 1994. Mikroorganisme Tanah Dan

Pertumbuhan Tanaman. Jakarta : UI-

rendah pada ketiga media yang diuji dibandingkan dengan I. reptana dan C.

pubescens namun tanaman ini menghasilkan

tinggi tajuk yang baik pada media aeroponik. Inokulum CMA yang efisien dapat meningkatkan respon pertumbuhan tanaman inang dan CMA. Unsur hara Johnson yang diberikan dapat diserap langsung oleh tanaman dengan sumber unsur hara P dengan konsentrasi 50% dan pertumbuhan akar tanaman meningkat terutama pada kultur aeroponik. CMA dapat bersimbiosis dengan baik pada kandungan hara P yang tidak terlalu tinggi (Smith & Read 1997). Kultur aeroponik dapat memberikan ruangan yang lebih luas dan lingkungan aerasi, sehingga pertumbuhan tanaman dan CMA meningkat. Disisi lain, pertumbuhan akar di media padat memiliki ruang hidup yang lebih sempit dibandingkan pada kultur aeroponik.

Pengujian kualitas inokulum akar mampu menghasilkan persentase kolonisasi CMA sebesar 25-53% (Gambar 5). Rendahnya persentase kolonisasi yang dihasilkan diduga karena umur tanaman inang yang masih muda yaitu 6 minggu. Nilai persen kolonisasi CMA yang dihasilkan memiliki kesamaan dengan persen kolonisasi pada fase produksi. Namun pada inokulum yang dihasilkan dari tanaman inang I. reptana dengan media zeolit memiliki nilai persentase kolonisasi yang lebih rendah dari kultur aeroponik. Hal ini mungkin disebabkan inokulum yang digunakan diuji dengan menggunakan tanaman inang dan media yang sama dari asal inokulum yaitu I.

reptana dan media zeolit, sehingga persentase

kolonisasi CMA mengalami penurunan.

SIMPULAN

Produksi inokulum CMA dengan menggunakan kultur aeroponik dan media padat dapat meningkatkan pertumbuhan CMA dan pertumbuhan tanaman inang. CMA pada fase inokulasi menghasilkan persentase kolonisasi lebih dari 70%. Tanaman inang C.

pubescens tumbuh baik pada perlakuan CMA

dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi. Pertumbuhan CMA mengalami peningkatan dari fase inokulasi ke fase produksi. Pertumbuhan terbaik I. reptana dan

C. pubescens yang bersimbiosis dengan CMA

ialah pada kultur aeroponik sedangkan A. cepa

ialah media zeolit. Uji lanjut inokulum CMA menghasilkan persentase kolonisasi sebesar 25-53%. Kultur aeroponik menghasilkan kualitas inokulum CMA terbaik diikuti oleh media zeolit dan kompos.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan yang lebih lengkap untuk mengetahui kualitas inokulum CMA yang dihasilkan pada kultur aeroponik dan media padat.

DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Bougher N, Dell B, Groove T, Malajczuk N. 1994. Working with

Mycorrhizas in Forestry and Agriculture.

Wembley: CSI RO Centre for Mediterranean Agriculture Research. Celik I, Ortas I, Kilic S. 2004. Effect of

compost, mycorrhiza, manure and fertilizer on some physical properties of a chromonoxerert soil. Soil & Tillage

Research 78: 59-67.

Douds DD Jr, Nagahashi G, Pfeffer PE, Reider C, Kayser WM. 2006. On-farm production of AM fungus inoculum in mixtures of compost and vermiculite.

Biotech 97: 809–818.

Geovanneti M, Mosse B. 1980. An evaluation of techniques for measuring vesicular arbuscular mycorrhizal infection in root.

New Phytol 84: 489-500.

Hung LL, DM Sylvia. 1988. Production of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungus inoculum in aeroponic culture. Appl

Environ Microbiol 54:353-357.

Jones JB. 2004. Hydroponics : A Practical

Guide for The Soilless Grower. Ed ke-2.

USA: CRC Pr.

Martin F-Laurent, Lee SK, Tham FY, Jie H, Diem HG. 1999. Aeroponic production of

Dokumen terkait