• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Produksi Maksimal Getah Pinus

5.3.2 Produksi Maksimal Nyata Getah Pinus

Produksi maksimal nyata getah pinus dilakukan berdasarkan hasil perhitungan produksi nyata di hutan. Penentuan nilai maksimal dilakukan dengan mengambil batas atas dari kisaran produksi yang didapat dari hasil pengukuran pendugaan nilai tengah. Hasil perhitungan produksi maksimal nyata getah pinus dapat dilihat dalam Tabel 19

Tabel 19 Produksi maksimal getah pinus untuk KU VI dan KU VII berdasarkan perhitungan produksi nyata

No KU Jml Pohon Prod Rata-Rata (Kg/phn/th) Ragam Kisaran Produksi (Kg/phn/th) Produksi Maksimal/KU (Kg/KU/th) 1 VI 13.248 8,03 9,939 4,312 < x < 11,757*) 155.733,2 2 VII 70.372 9,37 12,618 5,177 < x < 13,565**) 954.596,2

Ket : * Kontrol produksi maksimal KU VI ** Kontrol produksi maksimal KU VII

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai produksi maksimal nyata untuk KU VI sebesar 11,757 Kg/phn/th sedangkan untuk KU VII sebesar 13,565 Kg/phn/th. Keadaan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Poedjorahardjo dan Kamarudin (1933) yang melakukan penelitian di Jawa Timur, bahwa peningkatan produksi getah pinus memiliki korelasi yang positif seiring dengan pertambahan umur tegakan.

Penentuan kontrol produksi maksimal nyata getah pinus untuk setiap KU dilakukan dengan mengkonversi nilai maksimalnya menjadi produksi maksimal tiap KU berdasarkan jumlah pohonnya. Dari hasil konversi tersebut didapat hasil bahwa KU VI memiliki produksi sebesar 155.733,2 Kg/KU/th sedangkan KU VII memiliki produksi sebesar 954.596,2 Kg/KU/th. Untuk KU VII produksi maksimalnya akan selalu tetap karena menurut Iriyanto (2007), KU yang potensial

untuk disadap adalah KU III–KU VI sedangkan untuk KU VII tegakan pinus tersebut sudah masuk dalam waktu sadap mati sebelum dilakukan penebangan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka untuk petak-petak yang termasuk dalam KU VI berpeluang mengalami peningkatan produksi getah pinus karena pada tahun yang akan datang petak-petak tersebut akan masuk ke dalam KU VII. Petak-petak yang termasuk dalam KU VI adalah petak 68O, 72G, 73C, dan 74D

5.3.3 Pendugaan Produksi Maksimal Untuk Tegakan yang Akan Berproduksi

Tegakan pinus yang berada di KPH Banyuwangi Utara belum sepenuhnya dapat diketahui produksi getahnya secara nyata di lapangan, karena masih terdapat beberapa anak petak yang masih termasuk ke dalam KU I dan KU II, dimana tegakan tersebut masih belum siap untuk disadap. Menurut Petunjuk Penyadapan Getah Pinus (2006) kegiatan sadap buka hanya dapat dilakukan pada tegakan pinus yang telah mencapai umur 11 tahun (KU III) atau kelilingnya telah mencapai 63 cm. Sedangkan tegakan KU III hingga KU V pada kenyataannya tidak ditemukan di lapangan sehingga menyebabkan produksi getah pinus pada KU tersebut tidak dapat diketahui secara nyata. Melihat keadaan tersebut maka penentuan produksi maksimal dilakukan dengan menduga produksi getah pada KU III, KU IV, dan KU V berdasarkan data pada penelitian Wijayanti (2008) yang melakukan penelitian di KPH Kediri. Pengambilan data pada penelitian tersebut dikarenakan lokasi penelitiannya yang terdapat di KPH kediri memiliki kondisi lapangan yang relatif sama dengan KPH Banyuwangi Utara dalam hal ketinggian tempat, kondisi tanah, iklim, dan curah hujan (Tabel 20).

Tabel 20. Kesesuaian kondisi lapangan KPH Kediri dengan KPH Banyuwangi Utara

No. Kondisi Lapangan KPH Kediri KPH Banyuwangi Utara 1 Ketinggian tempat 0-500 mdpl 0-600 mdpl

2 Tipe iklim Tipe D TipeD 3 Curah Hujan 107 mm/bln 150,33 mm/bln

4 Jenis tanah Latosol, cokelat merah Asosiasi latosol - regosol, cokelat kemerahan 5 Bentuk lapangan Landai sampai curam Landai sampai curam

Ket : Data KPH Kediri (Wijayanti 2007) dan Buku RPKH KPH Banyuwangi Utara Jangka 2003-2012

Menurut Rianto (1980), keluarnya getah pinus pada dasarnya dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor aktif dan faktor pasif yang meliputi kualita

tempat tumbuh, umur, dan ketinggian tempat. Hal tersebutlah yang dijadikan dasar dalam pengambilan data untuk menduga produksi getah pinus pada tegakan KU III hingga KU V. Namun berdasarkan Tabel 20, ditemui ketidaksesuaian tempat tumbuh bagi pinus di KPH Kediri dan KPH Banyuwangi Utara, yaitu memiliki tipe iklim D dengan curah hujan berturut-turut sebesar 107 mm/bln dan 150,33 mm/bln. Sedangkan menurut Darsidi (1983), jenis Pinus merkusii seharusnya tumbuh pada tipe iklim A dan B menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan minimal 1500 mm/th. Perbedaan tersebut cukup mempengaruhi produksi getah yang dihasilkan pada 2 lokasi penelitian menjadi lebih sedikit dari produksi pinus pada umumnya. Namun masih terdapat faktor lain yang cukup mempengaruhi banyaknya produksi getah yang dihasilkan yaitu faktor ketinggian tempat. Ketinggian tempat yang dimiliki dua lokasi tersebut masih termasuk ke dalam elevasi rendah sehingga masih mampu menghasilkan produksi yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tegakan pinus yang terdapat dalam elevasi yang tinggi karena dipengaruhi faktor suhu udara yang mampu menghambat keluarnya getah (Hermawan 1992).

Selain faktor pasif, keluarnya getah pinus dipengaruhi oleh faktor aktif yang salah satunya adalah penggunaan CAS untuk merangsang keluarnya getah. Pada penelitian Wijayanti (2007), tegakan pinus yang disadap, diuji dengan menggunakan CAS yang memiliki konsentrasi berbeda. Hal tersebut tidak sesuai dengan perlakuan yang diberikan pada tegakan pinus di KPH Banyuwangi Utara, karena pada tegakan pinus di lokasi tersebut CAS yang diberikan hanya menggunakan 1 konsentrasi saja. Untuk menghindari perbedaan tersebut maka pengambilan data produksi getah pinus dilakukan terhadap 5 pohon kontrol yang tidak diberikan perlakuan CAS dari masing-masing KU yang ada.

Tabel 21 Pendugaan produksi maksimal getah pinus untuk KU III, KU IV, dan KU V No KU Prod Rata-Rata (Kg/ph/th) Ragam Kisaran Prod. (Kg/ph/th) 1 III 0,938 0,089 0,569 < x < 1,308*) 2 IV 1,309 0,230 0,713 < x < 1,904**) 3 V 2,146 0,720 1,092 < x < 3,199***)

Keterangan : * Prediksi kontrol produksi maksimal untuk KU III ** Prediksi kontrol produksi maksimal untuk KU IV *** Prediksi kontrol produksi maksimal untuk KU V Sumber : Wijayanti (2007)

Berdasarkan perhitungan data produksi getah pinus Wijayanti (2007), didapat hasil produksi rata-rata getah pinus pada KU III, KU IV, dan KU V berturut-turut sebesar 0,938 Kg/ph/th, 1,309 Kg/ph/th, dan 2,146 Kg/ph/th (Tabel 21). Dari hasil tersebut, penentuan kisaran produksi untuk mencari nilai kontrol produksi maksimal, dilakukan dengan metode pendugaan nilai tengah yang berada pada selang kepercayaan 95%. Menurut Prihanto B dan Muhdin (2006) apabila contoh yang diambil kurang dari 30 individu, maka pendugaan nilai tengah dilakukan menggunakan sebaran T-student. Dari hasil perhitungan kisaran produksi dengan metode tersebut, didapat nilai produksi maksimal untuk KU III sebesar 1,308 Kg/phn/th; KU IV sebesar 1,904 Kg/phn/th; dan KU V sebesar 3,199 Kg/phn/th. Nilai dari produksi maksimal yang didapat, merupakan nilai tertinggi dari kisaran produksi yang telah diketahui. Korelasi yang positif ditemukan pada peningkatan produksi getah pinus seiring dengan bertambahnya umur tegakan, dimana produksi terbesar ditemukan pada KU V. Hasil tersebut berbeda dengan hasil perhitungan Wijayanti (2007) dimana pada penelitiannya, nilai tertinggi ditemukan pada KU III. Perbedaan tersebut dikarenakan perhitungan pada penelitian Wijayanti (2007) dilakukan dengan mengikutsertakan pohon yang diberi perlakuan CAS, sedangkan pada penelitian ini hanya mengambil pohon contoh kontrol yang tidak diberi perlakuan stimulansia.

5.3.4 Prediksi Produksi Maksimal Getah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Penentuan produksi maksimal untuk KPH Banyuwangi Utara dilakukan dengan membuat prediksi dari produksi maksimal setiap tahun untuk 5 tahun ke depan. Hal tersebut dilakukan karena suatu perusahaan yang melaksanakan CoC perlu memiliki catatan mengenai input, proses, dan output sesuai kondisi nyata yang memuat data minimal 5 (lima) tahun terakhir (Gomes et al. 2002). Dengan menggabungkan hasil dari produksi maksimal nyata dan pendugaan produksi maksimal untuk KU yang akan disadap buka maka perhitungan prediksi produksi maksimal KPH Banyuwangi Utara dapat dilakukan.

Berdasarkan Tabel 22, dapat dilihat bahwa keseluruhan petak pada KU II baru bisa disadap pada tahun 2010, karena pada tahun tersebut petak yang termasuk dalam KU II telah menjadi KU III yang siap untuk di sadap buka. Hal serupa juga ditemukan pada KU VI khususnya pada petak 68O, 72G, dan 73C

yang mengalami peningkatan produksi getah karena telah memasuki KU VII dengan produksi getah berturut-turut sebesar 111.884,1 Kg/th, 46.839,9 Kg/th, dan 10.078,8 Kg/th. Berbeda dengan petak 74D, petak yang termasuk dalam KU VI tersebut baru mengalami peningkatan produksi pada tahun 2010 dengan produksi pada tahun tersebut sebesar 10.879,1 Kg/th. Secara keseluruhan total produksi maksimal terbesar yaitu sebesar 1.176.513,4 Kg/th ditemukan pada tahun 2010 hingga 2012, karena pada tahun-tahun tersebut tegakan pinus yang saat ini belum disadap sudah bisa disadap dan tegakan pinus yang saat ini masih berada pada KU VI telah memasuki KU VII sehingga mampu memproduksi getah lebih banyak.

Tabel 22. Prediksi produksi maksimal KPH Banyuwangi Utara 5 tahun ke depan

Produksi Maksimal (Kg/th) KU Petak Umur Luas

(Ha) 2008 2009 2010 2011 2012 II 73A 9 28,5 - - 29.822,4 29.822,4 29.822,4 II 74A 9 7,3 - - 12.412,9 12.412,9 12.412,9 VI 68O 30 27,9 96.971,7 111.884,1 111.884,1 111.884,1 111.884,1 VI 72G 30 11 40.596,9 46.839,9 46.839,9 46.839,9 46.839,9 VI 73C 30 2,9 8.735,4 10.078,8 10.078,8 10.078,8 10.078,8 VI 74D 29 4,4 9.429,1 9.429,1 10.879,1 10.879,1 10.879,1 VII Total KU VII 417,3 954.596,2 954.596,2 954.596,2 954.596,2 954.596,2 Total Prediksi Prod Maks 499,3 1.110.329,3 1.132.828,1 1.176.513,4 1.176.513,4 1.176.513,4 Prediksi Prod Maks Setiap Tahun 1.154.540,5

Berdasarkan Tabel 22 juga dapat diprediksi bahwa secara keseluruhan tegakan pinus yang disadap di KPH Banyuwangi Utara dengan luas 499,3 Ha, memiliki produksi maksimal rata-rata sebesar 1.154.540,5 Kg/th dalam jangka 5 tahun ke depan. Nilai tersebut merupakan nilai kontrol yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pemanenan getah pinus agar berjalan secara lestari sesuai dengan standar FSC (2004) mengenai SLIMF (Small and Low Intensity Managed Forest) pada HHBK. Dengan adanya kontrol produksi maksimal tersebut maka pemanenan getah pinus dapat dievaluasi sebagai standar pemanenan yang masih memiliki intensitas lebih rendah dari standar pemanenan yang tidak bisa dilestarikan secara permanen (FSC 2004). Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila ditemukan produksi nyata getah pinus pada tahun berjalan melebihi prediksi produksi maksimal yang telah diketahui, maka dapat dikatakan bahwa getah pinus bukan berasal dari hutan dengan pengelolaan yang lestari dan sertifikat FSC terhadap getah pinus yang telah diberikan dapat dicabut.

5.4 Uji Coba Pelaksanaan Lacak Getah Pinus

Uji coba pelaksanaan lacak getah dilakukan untuk membandingkan desain CoC lacak getah pinus dalam penelitian ini dengan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC milik KPH Banyuwangi Utara. Pelaksanaan uji coba lacak getah dilakukan pada dua lokasi TPG yang kondisinya dapat mewakili seluruh TPG yang ada di KPH Banyuwangi Utara yaitu TPG II dan TPG III.

Tabel 23 Kondisi TPG untuk pelaksanaan uji coba CoC lacak getah pinus

No Uraian TPG II (Sumberdilem) TPG III (Matamin) 1 Lokasi Di wilayah pemukiman warga

(magersaren)

Dalam hutan 2 Fungsi lain TPG Penyimpan drum kosong,

penyimpan cairan CAS

TPG Bantu untuk petak-petak yang sulit

3 Sistem pengangkutan getah

Tidak 1 (satu) kali angkut (memungkinkan ada sisa persediaan getah di TPG)

1 (satu) kali angkut (tidak ada sisa persediaan getah di TPG) 4 Tingkat Keamanan Aman, karena posisinya yang

berada di dalam pemukiman warga

Kurang aman, karena posisinya yang didalam hutan sehingga jauh dari pengawasan

5 Kesamaan dengan TPG lain

TPG I (Sumbernanas) TPG IV (Curah Kopi) dan TPG V (Junari)

Berdasarkan Tabel 23, dapat dilihat bahwa TPG yang digunakan untuk pelaksanaan uji coba lacak getah memiliki kondisi yang berbeda. TPG II Sumber dilem cenderung memiliki kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan TPG III Matamin, karena lokasinya yang berada di pemukiman warga sehingga mudah untuk diawasi. Berbeda dengan TPG III Matamin, lokasinya berada di dalam hutan menyebabkan kondisinya tidak aman karena jauh dari pengawasan warga. Melihat kondisinya yang cukup aman, maka TPG II memiliki fungsi lain disamping sebagai tempat pengumpulan getah yaitu sebagai tempat penyimpanan drum kosong dan tempat penyimpanan CAS. Berbeda dengan TPG III yang hanya berfungsi sebagai TPG bantu untuk petak - petak yang luas karena mempertimbangkan faktor keamanan dan aksesibilitas yang sulit untuk dijangkau. Berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan penerimaan getah pinus di dua TPG tersebut, ternyata TPG II memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar apabila akan dilakukan ujicoba lacak getah, karena di TPG tersebut selalu terdapat drum yang menjadi sisa persediaan. Berbeda dengan kondisi TPG III yang tidak ditemukan adanya sisa persediaan karena mempertimbangkan faktor keamanan, sehingga pengangkutan getah dilakukan secara langsung tanpa menyisakan drum

sisa untuk menghindari terjadinya pencurian getah pinus. Beberapa kekurangan yang lain ditemukan di TPG III karena dianggap sebagai usaha untuk menghindari tindak pencurian, yaitu seperti tidak ditemukannya timbangan getah, persediaan drum kosong atau peralatan lain yang digunakan pada saat penerimaan getah. Mengingat pentingnya keberadaan alat-alat tersebut dalam pelaksanaan penerimaan getah di TPG maka pembuatan TPG harus dilakukan dengan baik dan memperhatikan tingkat keamanan agar tindakan pencurian dapat dihindari.

5.4.1 Layout TPG Ujicoba Desain CoC Lacak Getah Pinus

Untuk kemudahan pelaksanaan pergerakan hasil hutan dalam rangka uji coba lacak getah, maka setiap TPG percontohan dibuatkan layoutnya agar pelaksanaan separasi getah menurut mutu dan asal petaknya dapat berjalan dengan baik. Pembuatan layout TPG didasarkan atas konsep yang diterapkan di TPK, yaitu membagi areal menjadi beberapa kapling dan blok seperti ditunjukkan dalam Gambar 7 dan Gambar 8.

U

d

Ket :

(a) Tutup drum (b) Timbangan duduk (c) Sampel mutu getah (d) Jalan angkutan getah

Gambar 7 Sketsa layout TPG II (Sumberdilem)

Gambar 7 merupakan sketsa layout TPG II yang berlokasi di kawasan magersaren Sumber Dilem. TPG II menerima getah dari petak 72G 73D, 72H, 72L, 73C, 74D, dan 74B. Khusus untuk petak 74B penerimaan yang dilakukan hanya sebagian saja karena sisanya diterima oleh TPG III yang berfungsi sebagai TPG bantu mengingat kondisi petak 74B yang sangat luas. Pada petak yang

PENYIMPANAN CAS 72 G 73D 73C 74B SISA PERSEDIAAN 72H 72L 74D a c b

Arah keluar drum

memiliki luasan kecil, hasil penerimaannya digabung menjadi satu karena petak yang memiliki luasan kecil cenderung memiliki produksi yang kecil pula. TPG II memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat penyimpanan CAS dan tempat penyimpanan drum kosong disamping fungsi utamanya sebagai tempat pengumpulan getah.

Kondisi berbeda ditemukan pada TPG III yang berlokasi di dalam hutan. Penempatan TPG yang dilakukan didalam hutan cenderung memberikan tingkat keamanan yang kurang karena jauh dari pengawasan warga. Penggambaran layout TPG III dapat dilihat pada Gambar 8.

U

c

Ket :

(a) Sampel mutu getah (b) Timbangan gantung (c) Jalan angkutan getah

Gambar 8 Sketsa layout TPG III (Matamin)

Berdasarkan layout tersebut, TPG III memiliki kondisi cukup berbeda dengan kondisi yang terdapat di TPG II. Beberapa perbedaan yang ditemukan antara lain, tidak ditemukannya penyimpanan CAS dan sisa persediaan. Perbedaan tersebut terjadi karena mempertimbangkan tingkat keamanan di TPG III yang dinilai kurang, sehingga penyimpanan sisa persediaan getah, peralatan atau perlengkapan di TPG tidak dilakukan. Tindakan lain yang dilakukan untuk mengantisipasi tindak pencurian yang merupakan permasalahan utama keamanan di TPG tersebut adalah dengan mengutamakan pengangkutan drum getah. Kondisi serupa dilakukan untuk TPG lain yang berlokasi didalam hutan agar tidak terdapat sisa persediaan drum yang dapat menjadi sasaran tindak pencurian getah.

75 E 74 B

a b

Dalam hal penerimaan getah, TPG III berfungsi sebagai TPG bantu untuk petak 74B yang memiliki areal yang sangat luas disamping petak 75E yang merupakan petak cakupan TPG III itu sendiri. Pelaksanaan administrasi untuk petak tersebut tetap dilakukan di TPG III walaupun sebenarnya petak 74B termasuk dalam cakupan TPG II. Hal ini dilakukan untuk kemudahan penerimaan getah di lapangan, namun pada akhirnya laporan yang terdapat dalam TPG III mengenai petak 74B tetap digabungkan dengan laporan pada TPG II.

5.4.2 Uji Coba Lacak Getah Berdasarkan SOP Pengendalian Pergerakan Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi Utara Pelaksanaan uji coba lacak getah berdasarkan SOP Pengendalian Pergerakan Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC (2008) dilakukan pada TPG II Sumber Dilem dan TPG III Matamin dengan 2 kali pengamatan di lapangan. Dari hasil pengujian di lapangan didapat hasil seperti pada Tabel 24.

Tabel 24 Persentase keberhasilan lacak getah berdasarkan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi Utara

Kegagalan Berhasil Persentase Urut

Pemeriksaan Dokumen/Fisik

Jumlah

drum (drum) (drum) (%) Tanggal Pengamatan : 10/7/2008 1 Perni 51 36 36 0 0 2 FAHHBK/DHHBK 0 0 0 0 3 DK 302 a 0 0 0 0 4 Drum (Fisik) 0 0 0 0 Tanggal Pengamatan : 14/7/2008 1 Perni 51 35 35 0 0 2 FAHHBK/DHHBK 0 0 0 0 3 DK 302 a 0 0 0 0 4 Drum (Fisik) 0 0 0 0

Rata-Rata Keberhasilan Pelacakan Dokumen 0 Rata-Rata Keberhasilan Pelacakan Fisik 0

Berdasarkan hasil uji coba lacak getah di lapangan, untuk pengujian SOP Pengendalian Pergerakan Aliran Getah Pinus dalam Rangka CoC tidak ditemukan adanya keberhasilan pelacakan baik dokumen maupun fisik. Secara keseluruhan kegagalan dalam hal pelacakan ditemukan pada pemeriksaan dokumen awal yaitu pada pemeriksaan Perni 51 berikut koreksinya. Tidak berhasilnya pelacakan dokumen disebabkan karena tidak ditemukannya adanya nomor seri drum yang bersifat konsisten pada setiap dokumen yang digunakan. Pengisian nomor seri drum pada dokumen perlu dilakukan agar terdapat konsistensi penomoran drum

yang digunakan untuk kemudahan pelacakan dokumen. Penomoran drum yang terdapat pada setiap dokumen hanya menitik beratkan pada nomor angkut, sehingga tidak konsisten karena dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti kegiatan pengangkutan yang dilakukan. Kelemahan penomoran ini juga dapat menyebabkan adanya pengulangan nomor drum sehingga proses pelacakan untuk fisik wadah getah tidak dapat dilakukan.

Faktor lain yang menyebabkan kegagalan proses pelacakan dokumen dan fisik adalah tidak diberlakukannya dokumen pengangkutan berupa FA-HHBK dan DHHBK. Pemberlakuan dokumen angkutan tersebut dinilai penting karena disamping sebagai aturan baku yang telah dikeluarkan Perum Perhutani (2006) dalam Petunjuk Penyadapan Getah Pinus, penggunaan dokumen tersebut juga berfungsi sebagai penghubung antara dokumen penerimaan di TPG dengan dokumen penerimaan di PGT. Mengingat kondisi fisik getah pinus yang tidak tetap sehingga tidak dapat ditelusuri secara fisik dan tahapan transportasi merupakan hal yang krusial dalam CoC HHBK menurut Gomes et al. (2002), maka kelengkapan dan keterkoneksian dokumen menjadi sangat penting untuk dipertahankan selama proses pergerakan getah pinus.

5.4.3 Uji Coba Lacak Getah Berdasarkan Desain CoC Lacak Getah Pinus Pelaksanaan uji coba desain CoC lacak getah pada penelitian ini dilakukan bersamaan dengan uji coba desain SOP Pengendalian Pergerakan Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC di TPG II Sumber Dilem dan TPG III Matamin.

Tabel 25 Persentase keberhasilan lacak getah berdasarkan desain CoC lacak getah pinus

Kegagalan Berhasil Persentase Urut

Pemeriksaan Dokumen/Fisik

Jumlah

drum (drum) (drum) (%) Tanggal Pengamatan : 10/7/2008 1 Perni 51 36 6 30 83 2 FAHHBK/DHHBK 30 0 30 83 3 DK 302 a 30 0 30 83 4 Drum (Fisik) 30 20 10 33 Tanggal Pengamatan : 14/7/2008 1 Perni 51 35 0 35 100 2 FAHHBK/DHHBK 35 0 35 100 3 DK 302 a 35 0 35 100 4 Drum (Fisik) 35 22 13 37 Rata-Rata Keberhasilan Pelacakan Dokumen 91 Rata-Rata Keberhasilan Pelacakan Fisik 35

Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa penerapan desain CoC lacak getah dalam penelitian ini memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk pelacakan dokumen yaitu sebesar 91%. Kegagalan pelacakan getah pada tahap dokumen terjadi pada pengamatan pertama, karena saat pengamatan tersebut ditemukan 6 drum sisa persediaan di TPG yang belum melalui prosedur lacak getah namun diberikan nomor seri drum secara permanen. Hal tersebut menyebabkan proses pembuatan dokumen Perni 51 dilakukan dengan tetap mencantumkan drum yang telah diberikan nomor seri drum tanpa diketahui asal petaknya. Pencantuman drum yang belum melalui prosedur lacak getah dalam d0okumen Perni 51 mengakibatkan pemeriksaan pada pengamatan pertama tidak berhasil sepenuhnya melainkan hanya berhasil dengan persentase sebesar 83%.

Pada ujicoba pelacakan untuk fisik drum, persentase keberhasilan pelacakan hanya memiliki rata-rata sebesar 35%. Kegagalan pemeriksaan pada fisik drum disebabkan karena hilangnya tanda permanen yang berisikan nomor seri drum. Nomor seri drum yang terdapat dalam tanda permanen merupakan suatu sistem penomoran yang konsisten guna memudahkan proses penelusuran dalam rangka mengetahui kejelasan alur proses mutasi getah pinus (Matangaran 2006). Hilangnya nomor seri drum tersebut menyebabkan tidak ditemukannya kesesuaian informasi antara dokumen penerimaan getah di TPG (DK 302a) dengan fisik drum pada saat pelacakan fisik. Tanda permanen yang hanya terbuat dari bahan kertas dan ditempelkan dengan menggunakan getah sebagai perekat sangat mudah hilang selama proses pergerakan getah. Mengingat pentingnya tanda permanen untuk dipertahankan keberadaannya dalam rangka lacak getah maka tanda tersebut harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mudah hilang ataupun tertutup getah yang telah kering. Karena selama tanda tersebut tidak ada, maka pelacakan getah hingga ke fisik wadah penampungnya tidak dapat dilakukan.

5.5 Identifikasi Kendala yang Ditemukan Pada Penerapan Desain CoC Lacak Getah Pinus

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dalam rangka ujicoba desain CoC lacak getah pinus, ditemui beberapa kendala mendasar yang dapat menghambat proses pelacakan getah antara lain :

1. Pengetahuan para pekerja yang masih minim mengenai CoC lacak getah pinus Minimnya pengetahuan pekerja mengenai CoC lacak getah terlihat pada saat pelaksanaan uji coba yang tidak dilakukan secara optimal. Pada pelaksanaan uji coba tersebut masih ditemui beberapa kesalahan seperti ditemukannya beberapa penyadap yang tidak menuangkan getah ke dalam drum sesuai dengan asal petaknya. Hal tersebut dapat menyebabkan proses separasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya sehingga berakibat getah pinus yang diterima di PGT di ragukan keaslian asal usulnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka mandor penerimaan harus bersikap tegas dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya pergerakan getah. Selain itu perlu diadakan

Dokumen terkait