• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Kopi Biji Merah dan Biji Putih Petani

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Produktivitas Kopi Biji Merah dan Biji Putih Petani

Secara teknis produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (input). Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu (Riyanto, 1986).

Tabel 8. Produktivitas Rata-rata Kopi Arabika Biji Merah (Gelondong)

Menurut Data BPS (2010) Kabupaten Dairi merupakan daerah dengan total produksi paling besar untuk kopi arabika. Tanaman kopi arabika dapat dengan mudah dijumpai hampir di seluruh daerah di Kabupaten Dairi. Sebagian besar penduduk yang berada di Kabupaten Dairi mempunyai areal penanaman kopi di areal pemukimannya. Luas tanam masing-masing petani kopi bervariasi. Kopi arabika termasuk yang dominan selain kopi robusta. Petani banyak menanam kopi arabika karena umur produksinya yang relatif cepat, kemudian dapat dijual dalam bentuk kopi biji merah.

No. Luas Lahan (Ha) Produktivitas (kg/Ha/tahun) Standard Deviasi

Strata 1 0,04-0,53 843,54 139,29

Strata 2 0,54-1 1.791,93 178,46

Strata 3 1,1-1,5 4.110,49 90,67

Dari tabel 8 diperoleh rata-rata tingkat produktivitas kopi arabika biji merah (gelondong) yang paling tinggi berada pada luas lahan 1,1 Ha hingga 1,5 Ha yaitu sebesar 4.110,49 kg dengan nilai standard deviasi 90,67. Sedangkan jumlah produksi kopi arabika biji merah (gelondong) yang paling rendah berada pada luas lahan 0,04 Ha hingga 0,53 Ha yaitu rata-rata sebanyak 843,54 kg dengan nilai standard deviasi 139,29. Strata-rata I merupakan strata-rata

dengan luas lahan yang paling kecil dibandingkan strata II dan strata III. Petani pada strata ini, penggunaan faktor produksi seperti pupuk dan bibit unggul kurang menjadi perhatian bagi mereka. Mereka hanya memanfaatkan faktor produksi seadanya. Pada strata II, penggunaan faktor produksi sudah cukup optimal. Petani pada strata ini sudah menggunakan bibit unggul. Hanya saja pada penggunaan pupuk, mereka masih kurang tepat. Strata III memiliki tingkat produktivitas yang paling tinggi disebabkan oleh penggunaan dan pelaksanaan beberapa faktor produksi yang lebih tepat dibandingkan dengan kedua strata lainnya. Diantaranya, petani pada strata ini menggunakan bibit kopi arabika yang unggul. Pemilihan pupuk kompos dan penggunaannya yang lebih banyak dibandingkan dengan pupuk anorganik dapat memberikan hasil produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan strata lainnya. Selain itu, strata ini merupakan lahan yang paling luas daripada kedua strata lainnya.

Tabel 9. Produktivitas Rata-rata Kopi Arabika Biji Putih (Biji Kering)

No. Luas Lahan (Ha) Produktivitas (kg/Ha/tahun) Standard Deviasi

Strata 1 0,04-0,53 285,43 81,02

Strata 2 0,54-1 1.851,50 206,36

Strata 3 1,1-1,5 4.110,49 90,67

Dari tabel 9 diperoleh tingkat produktivitas kopi arabika biji putih (biji kering) yang paling tinggi berada pada luas lahan 1,1 Ha hingga 1,5 Ha yaitu sebesar 4.110,49 kg dengan nilai standard deviasi 90,67. Sedangkan jumlah produksi kopi arabika biji putih (biji kering) yang paling rendah berada pada luas lahan 0,04 Ha hingga 0,53 Ha yaitu sebanyak 285,43 kg dengan nilai standard deviasi 81,02. Pada strata I, hasil rataan produktivitas kopi arabika biji merah (gelondong) yang diperoleh merupakan yang paling rendah. Oleh karena itu, pada hasil produktivitas biji putih juga merupakan yang paling rendah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor produksi , yaitu luas lahan yang terlalu sempit. Strata II memiliki rata-rata

produktivitas yang cukup tinggi. Petani pada strata ini sudah lebih optimal dalam menggunakan faktor produksi yang tersedia. Hanya saja mereka kurang optimal dalam memanfaatkannya. Untuk biji putih (biji kering) kopi arabika, petani sampel pada strata III juga mempunyai tingkat produktivitas yang paling tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan bibit kopi arabika yang unggul. Ini juga dipengaruhi oleh pemilihan dan penggunaan pupuk kompos yang lebih banyak dibandingkan dengan pupuk anorganik lainnya. Selain itu, petani pada strata ini lebih sering mengolah kopi arabika biji merah (gelondong) menjadi biji putih (biji kering).

Pada tahun 2011, jumlah produksi nasional kopi arabika biji merah (gelondong) hanya sebesar 500 ribu ton per tahun. Hal ini masih jauh dari potensi produksi yang sebenarnya, seandainya teknis budidaya dan pasca panen diterapkan secara baik dan benar. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 12 m. Kopi arabika mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain. Tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya berbeda.

Kopi arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 m dari permukaan laut. Sebenarnya jenis kopi arabika ini dapat hidup juga di dataran rendah sampai dataran yang lebih tinggi lagi, tetapi apabila ditanam di dataran yang lebih rendah atau lebih tinggi kurang produktif. Sebab jenis ini jika ditanam di dataran rendah di bawah 1000 m akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix. Sebaliknya, jika kopi arabika ini ditanam di dataran tinggi, yang lebih dari 1850 m, udara akan terlalu dingin sehingga akan banyak tumbuh vegetatif saja. Dan yang paling optimal bila tanaman ini ditanam pada ketinggian 1250-1850 m dari permukaan laut, dengan suhu sekitar 17-21o

Tanaman kopi arabika memiliki umur produktif pada usia 6 tahun sampai 10 tahun. Varietas kopi arabika yang telah dilepaskan Menteri Pertanian berdasarkan hasil riset dan penelitian terbagi dalam beberapa jenis antara lain : jenis AB 3, USDA 762, S 795, Kartika 1 dan 2.

Kemudian setelah itu banyak hasil riset dan penelitian jenis-jenis baru seperti Ateng, Katimor, Typika dll.

Adapun beberapa cara pengolahan kopi arabika mulai dari biji merah (gelondong) sampai menjadi biji putih (biji kering), yaiu :

1. Pengupasan Kulit Buah Kopi Arabika

Pengupasan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas kulit buah (pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari kayu atau metal. Air dialirkan kedalam silinder bersamaan dengan buah yang akan dikupas. Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran sebelum dikupas.

2. Fermentasi Kopi Arabika

Fermentasi ini dapat dilakukan secara basah dengan merendam biji kopi dalam genangan air, atau fermentasi cara kering dengan cara menyimpan biji kopi HS basah di dalam wadah plastik yang bersih dengan lubang penutup dibagian bawah atau dengan menumpuk biji kopi HS di dalam bak semen dan ditutup dengan karung goni. Akhir fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam.

3. Pencucian Biji Kopi Arabika

Pencucian bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin.

4. Pengeringan Biji Kopi Arabika

Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi dari 60-65 % menjadi maksimum 13 %. Pada kadar air ini, biji kopi relatif aman. Dikemas dalam karung dan disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan kombinasi keduanya. Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai jemur.

5. Pengupasan Kulit Kopi Arabika

Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk yang menghasilkan biji kopi beras. Pengupasan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Sebelum dimasukkan ke mesin pengupas (huller), biji kopi hasil pengeringan didinginkan terlebih dahulu (tempering) selama minimum 24 jam (Herman, 2008).

5. 2 Modal Pedagang Perantara

Modal sangat diperlukan dalam mendirikan sebuah usaha. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan tergantung dari besar kecilnya usaha yang akan didirikan. Modal adalah uang yang digunakan sebagai pokok (induk) untuk berdagang. Modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahan agribisnis maupun suatu usahatani yang masih sederhana (Kasmir dan Jakfar, 2003). Modal yang dibutuhkan oleh pedagang perantara di Desa Tanjung Beringin, yaitu gudang tempat penyimpanan kopi biji, timbangan dan sejumlah uang sebagai modal awal untuk membeli kopi arabika biji

merah dan biji putih dari para petani. Sebagian besar sumber modal pedagang berasal dari tabungan mereka sendiri dan warisan orangtua. Namun, ada juga beberapa diantaranya yang berasal dari piutang pedagang pada petani kopi arabika.

Dokumen terkait