• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI

4.2 Profil Informan

4.2.1 Profil Guru Di SLB Al-Azhar Medan 4.2.1.1Sutoyo, S.pd (45 Tahun)

Sutoyo, S.pd merupakan kepala sekolah dan juga guru di SLB ini. Beliau merupakan lulusan dari PGSLB Negeri Yogyakarta yaitu salah satu sekolah guru yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus. Dan setelah menamatkan pendidikan di PGSLB, Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di UNIMED. Sebelum menjadi kepala sekolah di SLB

Al-azhar, Beliau pernah menjadi guru di SD negeri dan kemudian mengajukan diri sebagai kepala sekolah. Beliau sudah 3 tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Sekalipun Beliau adalah seorang kepala sekolah, hal itu tidak membuatnya untuk tidak memperhatikan dan melihat perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus di SLB tersebut. Dengan semangat dan kerja keras Beliau mengerjakan setiap tugas da tanggung jawabnya sebagai guru dan kepala sekolah. Bapak Sutoyo beserta dengan keluarganya tinggal dan menetap di daerah Medan Helvetia, yaitu Jl. Karya Ujung No. 2. Kecamatan Medan Helvetia.

Beliau mengajar di kelas terapi, kelas terapi merupakan kelas di mana anak autis dibentuk untuk mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Kelas ini diperuntukkan kepada anak autis yang baru memasuki lingkungan sekolah. Menurutnya salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang guru yang berada di kelas terapi adalah dengan melakukan metode praktek langsung dengan cara mendekatkan diri dengan anak autis, karena di kelas ini anak akan merasa terasing dan bias saja anak tidak mau ikut dalam proses belajar di kelas tersebut.

Meskipun diperhadapkan dengan banyak kegiatan namun tidak membuat Bapak Sutoyo menghindar dari pekerjaannya karena menurutnya pekerjaannya tersebut adalah pekerjaan yang paling mulia karena tidak semua orang mau mengajar anak berkebutuhan khusus. Menurutnya manusia pada umumnya memilih pekerjaan yang paling menyenangkan termasuk juga

dalam hal ekonominya namun mengingat bahwa jarang sekali peduli terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut maka Beliau tertarik untuk mengajar anak berkebutuhan khusus.

Menurutnya, sekalipun mengajar di SLB menarik bukan berarti tidak ada kendala yang dia hadapi. Misalnya saja siswa sering sekali terlambat datang ke sekolah sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan dengan efektif. Kendala tersebut tidak dibiarkan begitu saja karena pihak sekolah khususnya kepala sekolah sudah sering membicarakan hal tersebut kepada orang tua namun tetap saja ada siswa yang terlambat datang ke sekolah.

Dengan penuh kesabaran Beliau mengerjakan tugasnya sebagai kepala sekolah sekaligus sebagai guru. Keramahan yang terlihat dari setiap tindakannya membuat orang-orang di sekitarnya termasuk anak berkebutuhan khusus senang bergaul dengannya. Menurutnya, seorang guru selain mampu mengajar dengan baik maka guru juga harus mampu membaca apa yang sedang terjadi di dalam kelas. Misalnya saja, ketika anak autis menangis, marah dan tertawa, maka si guru harus mampu mengetahui apa penyebabnya. Menurutnya menjadi guru di SLB, maka guru haruslah mampu menjalin interaksi dengan baik bahkan harus memiliki karakter sebagai teman sehingga anak autis tidak merasa asing dengan guru mereka. Karakter yang ramah membuat guru mudah untuk menjalin keakraban dengan orang lain bahkan juga anak berkebutuhan khusus.

4.2.1.2Nizmalinda (43 tahun)

Ibu Nizmalinda adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Jl. Pintu Air IV Gg. Nabar No.06, Beliau berprofesi sebagai seorang guru di yayasan ini. Profesi sebagai seorang guru sudah 18 tahun dia jalani. Ibu Nizmalinda merupakan lulusan dari SPG. Sebelum menjadi guru di SLB Al-azhar, Ibu Nizmalinda pernah menjadi guru di SD Al-azhar. Namun ketika SLB Al-azhar dibangun maka Beliau pun mengajukan permohonan untuk pindah mengajar di SLB Al-azhar.

Baginya mengajar sebagai guru di SLB Al-azhar menarik dan membutuhkan kreatifitas untuk membuat anak berkebutuhan khusus mengerti tentang semua topik pelajaran. Sekalipun dia tahu bahwa mengajar anak-anak tersebut tidak seperti mengajar anak-anak yang ada di kelas regular.

Bila diperhatikan, Ibu Nizmalinda seperti seorang yang begitu tegas namun memiliki hati yang tulus untuk anak berkebutuhan khusus tersebut. Beliau mengajar di kelas anak berkebutuhan khusus. Di dalam kelas ini terdapat anak tuna rungu wicara, tuna grahita dan anak autis. Sekolah ini memang kekurangan guru sehingga ketika si anak mulai dapat berinteraksi dengan teman sebayanya maka mereka akan disatukan ke dalam kelas yang sama, khususnya anak autis.

Meskipun Ibu Nizmalinda adalah seorang yang tamatan SPG namun ketika mengajar Beliau juga membutuhkan keterampilan yang khusus dalam mengajar anak-anak tersebut yang tidak Dia dapatkan di SPG. Sehingga Beliau selalu mengikuti Pelatihan yang diadakan oleh PLB (Pendidikan Luar Biasa).

Ibu Nizmalinda selalu melakukan persiapan di rumah sehingga ketika mengajar di kelas Beliau sudah mampu menguasai mata pelajaran yang berbeda-beda. Menurutnya melakukan persiapan merupakan kewajiban seorang guru ketika akan mengajari anak didiknya. Tidak hanya itu, dia juga mempersiapkan alat peraga yang dibutuhkan ketika mengajar di kelas.

Menurutnya pendidikan di SLB pada umumnya bertujuan untuk mendidik anak supaya mandiri, mampu bersosialisasi dengan lingkungannya dan sekolah ini bukan tempat untuk mentransfer ilmu seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah reguler. Sehingga guru harus mampu mengajari si anak untuk dapat terampil dan dapat membina diri sendiri.

4.2.2 Profil Keluarga Anak Autis 4.2.2.1Asmawati (32 tahun)

Ibu Asmawati adalah seorang ibu rumah tangga yang yang menikah dengan Bapak Zulfikar sejak 6 tahun yang lalu. Dari hasil pernikahannya, mereka memproleh seorang anak yang bernama Muhammad Hizbullah Lubis, seorang anak laki-laki yang saat ini berusia 5 tahun 6 bulan. Muhammad

Hizbullah Lubis lahir di Batam, karena awalnya keluarga ini tinggal di Batam. Saat ini keluarga tersebut tinggal di Jalan Mesjid No. 9 Desa Lama Pancur Batu.

Ibu Asmawati merupakan lulusan dari SMEA dan saat ini bekerja di sebuah apotek di Adam Malik. Sedangkan suaminya bekerja di Loundry, sementara Beliau bekerja di sebuah Apotek di Adam Malik. Keluarga ini baru memiliki satu putra, namun keadaan putra mereka berbeda dengan anak-anak yang lain. Setiap harinya mereka membagi tugas, di mana di pagi hari Ibu Asmawati menemani anaknya sekolah di SLB Al-azhar sedang sang ayah pergi bekerja, dan pada siang harinya si ibu yang bekerja dan si ayah menemani anaknya di rumah.

Muhammad Hizbullah Lubis adalah seorang anak autis yang terlahir autis. Memiliki anak autis bukanlah dambaan keluarga ini bahkan mereka sangat tidak menyangka anak mereka mengalami autis. Karena mereka juga mengetahui anak mereka autis setelah anaknya berusia 1 tahun, namun mereka tetap mensyukuri apa yang sudah diberi oleh Yang Maha Kuasa.

Pengetahuan orang tua ini mengenai autis sebenarnya tidak terlalu dalam, bahkan mereka mengetahui anaknya terkena autis dan mendengar kata autis pertama kali dari dokter yang memeriksa anaknya.

Setelah putranya sudah mampu masuk ke sekolah, maka Bullah pun disekolahkan di SLB Al-Azhar Medan. Bullah (nama yang biasa dipanggil)

berada di kelas terapi di mana yang mengajar di kelas ini adalah Bapak Sutoyo. Alasan orang tua Bullah menyekolahkan Bullah di sekolah ini karena keterbatasan biaya.

Ibu Asmawati langsung saja menyekolahkan putranya di SLB tanpa memasukkan putranya ke tempat terapi terlebih dahulu. Alasan kedua orang tua ini adalah karena biaya untuk terapi begitu mahal belum lagi biaya ke dokter, sehingga berangkat dari alasan tersebut, mereka pun akhirnya membuat latihan-latihan ringan untuk putra mereka dan mengharapkan terapi di SLB di mana Bullah bersekolah saat ini.

Sebelumnya, meskipun Bullah sudah terdaftar sebagai siswa di SLB tersebut, namun selama 3 bulan Bullah tidak mau masuk ke dalam ruangan, dia bahkan menangis dan menjerit. Oleh karena itu Ibu Asmawati menemaninya di sekolah dan sampai saat ini Beliau masih tetap menemani anaknya di sekolah tersebut. Ibu Asmawati selalu menemani anaknya di sekolah dan mengajari anaknya pada siang hari sebelum Beliau berangkat kerja. Hal ini dilakukannya karena keluarga ini tidak mempunyai biaya untuk memasukkan anaknya di sekolah terapi autis.

Beliau mengetahui bahwa anaknya terkena gangguan autis dari dokter, namun tidak mengetahui tingkatan-tingkatan autis, dan Beliau tidak mengetahui kondisi anaknya apakah termasuk ringan atau berat. Ibu ini bahkan sulit mendapatkan informasi mengenai autis dan hanya memperoleh

informasi dari buku, majalah, surat kabar serta tayangan di TV. Dalam memperoleh buku, majalah ataupun surat kabar tidak sengaja mencarinya, Beliau hanya membeli ketika mengetahui bahwa di dalamnya terdapat informasi mengenai autis. Selain itu Beliau juga meminjam buku dari SLB Al-Azhar tentang anak autis sehingga pengetahuannya tentang anak autis dapt diperdalam lagi.

4.2.2.2Irmahani Hasibuan (36 Tahun)

Ibu Irmahani Hasibuan seorang ibu rumah tangga yang menikah dengan Bapak Arno Marzuki. Ibu Irmahani Hasibuan merupakan tamatan dari SMEA (sekarang disebut dengan SMK). Beliau sehari-hari tinggal di rumah sebagai seorang ibu rumah tangga sementara Bapak Arno Marzuki (suaminya) merupakan seorang karyawan di salah satu perusahaan di Bengkulu. Intensitas pertemuan antara ibu, anak dan ayah di keluarga ini tergolong jarang. Oleh karena itu, biasanya apabila ada libur sekolah, Ibu Irmahani beserta anaknya pergi ke Bengkulu atau sebaliknya, si ayah yang datang ke Medan.

Interaksi yang intensif terjadi antara ayah dengan anaknya yang autis tidaklah terlalu sering karena ayah Dimas sibuk bekerja di daerah lain dan hanya dapat berinteraksi secara intensif dengan anaknya yang autis sewaktu pulang ke rumah terkadang 1 bulan sekali. Interaksi inipun tidak dilakukan dengan terapi atau memberi pelajaran untuk anaknya yang autis. Bentuk dari

interaksi tersebut hanyalah menemani atau mendampingi anaknya bermain atau mengajaknya jalan-jalan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah kontrakan yang berada di Jl. Bajak 2H, Gg. Nasional No.20 Marendal. Oleh karena lokasi SLB dan SD Al-Azhar berdekatan maka Ibu Irmahani setiap harinya mengantar anak-anaknya. Sambil menunggu anak-anaknya pulang dari sekolah Beliau menunggu di teras ruangan SLB Al-azhar.

Keluarga ini memiliki 4 orang anak (3 orang perempuan dan 1 orang laki-laki). Keluarga ini memiliki seorang anak yang tergolong ke dalam anak autis. Anak itu bernama Dimas Ramadhana. Dimas begitu nama panggilannya, saat ini berusia 6 tahun. Dimas kini mengenyam pendidikan di SLB Al-azhar Medan. Beliau mengetahui anaknya autis semenjak anaknya berusia 4 tahun.

Salah satu yang menjadi alasan bagi Ibu Irmahani untuk menyekolahkan anaknya di SLB Al-azhar karena ke tiga anak mereka tersebut disekolahkan di Yayasan Al-azhar. Selain itu pendidkan di sekolah ini juga relatif murah yakni Rp 150.000 per bulan. Salah satu yang menjadi alasan bagi Beliau untuk menyekolahkan anaknya di SLB Al-azhar karena ke tiga anak mereka tersebut disekolahkan di Yayasan Al-azhar. Selain itu pendidkan di sekolah ini juga relatif murah. Di mana Rp 150.000.

Beliau mengaku bahwa Dimas tidak mengikuti terapi autis di tempat lain selain di sekolah tersebut. Alasannya karena minimnya biaya dan untuk masalah terapi masih ada terapi di sekolah yang bisa membantu pemulihan anaknya meskipun sebenarnya kurang maksimal. Selain itu, Beliau mengaku bahwa pihak keluarga di rumah juga ikut membantu pemulihan anaknya, misalnya saja dengan mengajak anak-anaknya bermain bersama. Selain itu, mereka juga kadang mengajak anak-anaknya untuk jalan-jalan misalnya saja ke tempat rekreasi anak-anak yang memiliki banyak permainan sekaligus berujuan sebagai arena mengenal lingkungan sekitar dan mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

4.2.2.3Nur Aznah (40 Tahun)

Ibu Nur Aznah dan Bapak Predi Pribadi adalah orang tua dari Muhammad Fadillah yang saat ini berada di SLB Al-Azhar. Muhammad Fadillah biasa dipanggil dengan sebutan Farel. Farel merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Di mana kakak dan abangnya saat ini mengecap pendidikan di SMP. Keluarga ini tinggal di Jl. Karya Wisata, Johor Villa Prima Indah No. B57. Ibu Nur Aznah seorang ibu rumah tangga dan Bapak Predi seorang wiraswastawan.

Menurut Ibu Nur Aznah menyatakan bahwa mereka mengetahui putranya mengalami autis sejak anaknya berusia 2 tahun 4 bulan. Menurutnya ada perpedaan perkembangan yang terjadi pada putranya. Sehingga mereka

pun membawa putra mereka ke dokter anak. Menurut hasil penuturannya, Farel dianjurkan oleh dokter untuk diobati dan harus dibawa ke terapi anak karena untuk mengajarinya dibutuhkan juga peran dari terapis.

Setelah menyelesaikan terapinya, Farel pun akhirnya di sekolahkan di SLB Al-Azhar. Dan saat ini Farel sudah berada di kelas 5 SD Al-Azhar Medan. Dia berada di kelas campuran di mana terdapat siswa tuna rungu dan tuna daksa. Farel digabung dengan teman-temannya yang lain karena sekolah ini kekurangan guru. Namun meskipun demikian pihak keluarga tetap menyekolahkan Farel di sekolah tersebut. Menurut penuturan orang tuanya bahwa alas an mereka menyekolahkan Farel di SLB tersebut karena di sekolah itu biaya pendidikannya murah dan juga putra mereka dapat belajar agama dengan baik.

Komunikasi orang tua Farel dengan anaknya yang autis dapat dikatakan cukup baik, setidaknya orang tua mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan anaknya misalnya dalam meminta sesuatu. Komunikasi yang baik ini tidak hanya terjadi antara orang tua dengan anaknya yang autis, namun anggota keluarga lainnya juga dapat menjalin komunikasi secara baik dengan Farel.

Dengan adanya interaksi yang baik antara keluarga dengan farel maka hal ini juga ikut berperan dalam membantu Farel supaya Farel cepat pulih. Tidak hanya itu, akibat adanya interaksi ynag baik antara orangtua sekolah

dan juga pihak terapis maka sampai saat ini sudah terjadi banyak perubahan pada Farel. Contohnya saja, saat ini Farel sudah mampu membaca meskipun masih kurang sempurna.

4.2.2.4Nur Intan Sari (38 Tahun)

Beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak. Beliau memiliki 2 putri dan 2 putra. Anak keempatnya saat ini berada dan mengecap pendidikan di Yayasan Al-Azhar. Reyhan Dani Alamsyah adalah anak yang sejak lahir mengalami autis. Akan tetapi orang tua mengetahui anaknya autis semenjak Reyhan berusia 3 tahun. Setelah mengetahui anaknya mengalami autis maka pihak kelurga pun membawa Reyhan ke tempat terapi anak autis.

Sikap yang baik senantiasa ditunjukkan oleh orang tua Reyhan dan anggota keluarga lainnya terhadap putra mereka yang mengalami autis, namun pada awalnya pihak keluarga terutama orang tua merasa bingung dan belum bisa menerima keadaan putranya yang autis dengan apa adanya, namun seiring berjalannya waktu akhirnya mereka pun dapat menerima putranya apa adanya. Keluarga ini memperlakukan anaknya yang autis secara wajar, tidak membeda-bedakannya dengan anak-anaknya yang lain.

Meskipun pada awalnya keluarga termasuk anak-anak kami yang lain tidak terima ketika mengetahui bahwa Reyhan mengalami autis. Namun

lama-kelamaan mereka menerima keadaan tersebut dan kakak-kakaknya dapat mengerti bahwa adik mereka terkena autis.

Setelah terapinya selesai maka Reyhan pun akhirnya di sekolahkan di SLB Al-Azhar Medan. Ketika itu Reyhan masih berumur 6 tahun. Setelah terapinya selesai akhirnya orang tua pun menyekolahkan Reyhan di SLB Al-Azhar.

Reyhan sempat mengecap pendidikan di SLB tersebut selama 3 tahun, namun setelah ada pertimbangan dari pihak sekolah ditambah lagi dengan adanya tes untuk siswa autis maka Reyhan dinyatakan lulus tes dan akhirnya dia melanjutkan pendidikannya di sekolah umum yakni SD Al-Azhar. Menurut hasil penuturan Ibu Nur Intan, Reyhan saat ini berada di kelas 5 SD Al-Azhar Medan.

Ketika Reyhan dipindahkan ke sekolah umum tentu saja pihak keluarga merasa bahagia karena Reyhan mengalami perkembangan dan sekolahnya juga dipindahkan ke sekolah umum. Meskipun saat ini Reyhan sudah berada di sekolah umum namun bukan berarti dia sudah sembuh total, namun inilah yang dijadikan sebagai awal di mana Reyhan akan memasuki kehidupan dengan teman-temannya yang tergolong normal.

4.3 Pola Pendidikan Anak Autis di Sekolah

Dokumen terkait