• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6 Profil Perilaku Responden

Perilaku pencegahan yang dilakukan responden terhadap penyakit DBD terdiri atas pertanyaan mengenai perlindungan diri responden terhadap gigitan vektor (seperti menggunakan semprotan nyamuk) dan upaya yang telah dilakukan responden dalam memberantas sarang nyamuk (seperti membersihkan saluran air). Total seluruh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas adalah 14 skor jawaban. Perilaku pencegahan responden dibagi menjadi 3 tingkatan. Responden yang berperilaku buruk (45%), berperilaku sedang (53%) dan sisanya (2%) responden berperilaku baik.yang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 16.

Skor Jawaban Jumlah Orang Peresentase (%) >70% (Baik) 7 2 40-70% (Sedang) 151 53 <40% (Kurang) 129 45 Jumlah 287 100

Gambar 16 Tingkat perilaku responden terhadap pencegahan penyakit DBD.

Selain perilaku pencegahan yang telah dibagi pada 3 kriteria di atas, beberapa digram lingkaran di bawah ini juga menunjukkan perilaku responden terhadap tempat-tempat penampungan air. Gambar 17 menunjukkan bahwa 86% responden menyatakan bagian TPA yang berada di dalam rumah saja yang dikuras pada 1 bulan terakhir, 12% di dalam dan di luar rumah dan 2% tidak mengurasnya.

Gambar 17 Tempat penampungan air yang dikuras oleh responden pada 1 bulan terakhir.

Sebanyak 94% responden yang telah diwawancara, menguras TPA dalam 1 minggu sebelum dilakukan wawancara, 3% dalam kurun waktu 2 minggu, 2%

26

dalam kurun waktu 1 bulan dan 1% responden yang menguras TPA nya lebih dari 1 bulan yang lalu sejak pengambilan data. Keterangan berdasarkan Gambar 18.

Gambar 18 Waktu terakhir TPA dikuras oleh responden pada 1 bulan terakhir.

Gambar 19 menunjukkan jenis perkumpulan yang diikuti responden. Jenis perkumpulan (arisan RT/RW/keluarga, PKK, keagamaan dan karang taruna) yang paling banyak diikuti adalah keagamaan, kemudian arisan, PKK dan yang paling sedikit diikuti adalah karang taruna.

Gambar 19 Jenis perkumpulan yang sering diikuti responden.

Perkumpulan-perkumpulan yang telah di ikuti oleh responden, sebanyak 51% diadakan gerakan 3M plus/PSN dan 49% tidak ada gerakan tersebut. Artinya, masih banyak perkumpulan yang belum melakukan gerakan-gerakan pencegahan terhadap penyakit DBD. Padahal jika ditinjau, perkumpulan- perkumpulan ini mempunyai peranan yang sangat penting untuk penyampaian

informasi, seperti pencegahan yang perlu dilakukan masyarakat terhadap DBD disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Kegiatan 3M plus/PSN di dalam perkumpulan yang diikuti responden.

4.7 Kegiatan Penyuluhan yang Diharapkan Masyarakat

Promosi kesehatan atau penyuluhan bertujuan melakukan pemberdayaan sehingga orang mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap aspek-aspek kehidupan khususnya bidang kesehatan. WHO (1984) telah mendefinisikan bahwa promosi kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan mereka.

Pada umumnya penyuluhan secara langsung lebih efektif daripada metode informasi lainnya. Karena metode penyuluhan langsung ini, pemberi informasi dan pendengar berkumpul menjadi satu tempat dimana jika ada kekurangpahaman dari pendengar dapat ditanyakan langsung kepada pemberi informasi. Sehingga informasi yang dapat tersampaikan dengan baik dan jelas. Namun, meski metode ini dianggap lebih efektif, seyogyanya dikemas dengan cara penyampaian yang baik dan menarik agar terasa tidak membosankan bagi pendengar. Hasil penelitian ini, responden yang pernah mendapat penyuluhan langsung sebanyak 77% dan yang tidak pernah mendapatkannya sebanyak 23% (Gambar 21).

28

Gambar 21 Responden yang pernah memperoleh penyuluhan langsung.

Penyampaian informasi dengan metode penyuluhan langsung ini berturut-turut paling banyak disampaikan oleh petugas kesehatan, kader, tokoh masyarakat dan lain-lain meliputi mahasiswa dan dosen yang disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Tokoh yang memberikan penyuluhan langsung kepada responden.

Berdasarkan hasil data yang diperoleh, media yang paling disukai oleh responden dalam penyampaian informasi DBD berturut-turut adalah televisi, penyuluhan langsung, media cetak, radio dan lain-lain seperti pamflet dan internet (Gambar 23).

Gambar 23 Media yang paling disukai responden dalam penyampaian informasi DBD.

Ewles dan Simnett (1992) menyatakan bahwa media massa seperti televisi, radio, koran dan majalah dapat dijadikan sebagai media penyuluhan kesehatan.

Isi penyuluhan sebaiknya mencakup gejala khas DBD yaitu demam tinggi dan perdarahan terutama perdarahan kulit, serta apa yang harus dilakukan terhadap penderita DBD. Sosialisasi terhadap upaya pemberantasan DBD yang efektif dan efisien seperti PSN dan upaya perlindungan dini, seperti pemasangan kelambu pada saat anak tidur siang, kawat kasa pada lubang ventilasi udara, dan memakai penolak nyamuk (Teng dan Singh 2001).

Metode yang paling banyak diinginkan oleh responden untuk penyampaian informasi DBD adalah spot/sekias info kemudian wawancara interaktif (Gambar 24).

Gambar 24 Metode yang seharusnya digunakan pada media elektronik. Adapun tokoh yang paling cocok untuk menyampaikan informasi DBD menurut kebanyakan responden adalah tenaga kesehatan karena sesuai dengan

30

bidang keahliannya dan bintang film/artis untuk dapat menarik pendengar (Gambar 25).

Gambar 25 Tokoh yang paling cocok untuk menyampaikan pesan DBD.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar (68%) masyarakat Desa Babakan mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang terhadap masalah penyakit DBD, dan 53% masyarakat memiliki perilaku yang tergolong katagori cukup (sedang) dalam mencegah dan mengendalikan penyakit DBD. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hidayah (2009) mengenai tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik keluarga terhadap pencegahan DBD di Kelurahan Kramatpela Jakarta Selatan bahwa tidak adanya korelasi positif antara pengetahuan dan sikap terhadap praktiknya. Pengetahuan dan sikap yang baik tidak dapat mencerminkan praktik yang baik pula. Meskipun menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Begitu juga dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ikawati dan Wijayanti (2010) mengenai filariasis limfatik, menyatakan bahwa tidak adanya hubungan pengetahuan dan perilaku/praktik dari responden. Hasil penelitian Manalu dan Rachmalina (2010) mengenai pengetahuan sikap dan perilaku penderita TB di Kabupaten Tangerang menyatakan bahwa pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap pencegahan penularan dan kepatuhan minum obat

TB masih kurang. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya adalah pendidikan dan tingkat ekonomi yang masih rendah.

Masyarakat Indonesia belum menyadari akan pentingnya kebersihan lingkungan disekitar tempat tinggal mereka. Banyaknya perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang kurang peduli diantaranya menimbun barang-barang bekas seperti kaleng, botol, maupun ban yang dapat menampung air ketika hujan. Hal tersebut sebagai media yang baik bagi perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti pada musim hujan.

Masalah lain adalah kebiasaan menampung air yang dilakukan oleh masyarakat Desa Babakan. Air dalam bak mandi juga dalam wadah-wadah selain bak mandi biasanya tidak sampai habis terpakai sehingga larva tetap berada di dasar tempat tersebut. Selain itu bila ada gerakan, larva akan bergerak ke bawah sehingga tidak terbuang pada saat air digunakan. Hal itu disebabkan penduduk lebih senang mandi menggunakan gayung daripada shower.

Sungkar (2002) menyatakan kebiasaan lain yang turut menghambat pemberantasan DBD adalah tidak menguras bak mandi secara teratur dan walaupun sebagian masyarakat telah menguras secara teratur, seringkali dengan cara yang salah. Pengurasan umumnya hanya dilakukan dengan mengganti air tanpa menyikat dinding bak mandi. Cara tersebut tidak efektif karena telur Ae. aegypti tetap melekat di dinding bak mandi. Womack (1993) menyatakan bahwa telur Ae. aegypti mampu bertahan hidup antara tiga bulan sampai satu tahun apabila berada pada keadaan kering atau tidak terkena sentuhan air, dan telur bisa menetas menjadi larva jika terendam oleh air.

Wahid (2011) menyatakan hasil penelitian mengenai habitat perindukan larva Aedes di desa Babakan kabupaten Bogor bahwa tempat perindukan larva Aedes untuk di dalam rumah banyak ditemui di bak mandi, sedangkan di luar rumah adalah pot bunga. Adapun bahan dasar yang paling disukai larva Aedes adalah bahan dasar semen. Pentingnya mengetahui habitat perindukan serta bahan dasar yang disukai larva Aedes adalah sebagai sumber informasi dalam upaya pengendalian dan pemberantasan vektor DBD.

32

Dokumen terkait