• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

5. Profil vegetasi

Profil vegetasi talun memiliki daerah bukaan atau gap horizontal dan kanopi yang tidak bersambungan atau gap vertikal. Secara umum di semua transek, gap horizontal merupakan luasan yang ditumbuhi vegetasi pendek. Gap horizontal berupa area kosong (rumput atau jalan) yang luas hanya ada di transek LP dan Al. Vegetasi pendek tersebut merupakan spesies yang ditanam, seperti tanaman palawija, teh Thea cinensis, singkong Manihot utilisima Pohl. Vegetasi pendek yang tidak ditanam atau liar hanya terdapat di transek P yaitu ki rinyuh

Eupathorium odoratum L. Keberadaan vegetasi pendek dalam profil vegetasi

habitat kukang jawa menjadi indikasi campur tangan manusia berupa lahan garapan.

Keberadaan gap horizontal di lokasi penelitian cenderung tidak mengganggu pergerakan kukang jawa karena kukang memiliki perilaku turun ke tanah untuk menyebarang gap. Indikasi hal ini ditunjukkan oleh perjumpaan kukang jawa yang turun ke tanah pada malam hari untuk menyeberangi gap, yaitu satu kali di Berecek Dusun Cicantel Desa Kawungsari, dan dua kali di Dusun Cidoyang Desa Sukakerta. Perilaku kukang turun ke tanah juga dilakukan jenis kukang lainnya. Streicher (2004) melaporkan bahwa N. pygmaeus turun ke tanah untuk melintas dengan cepat jika tidak ada cabang yang memungkinkan untuk dipanjat, dan hal ini dilakukan N. pygmaeus setelah memeriksa kondisi sekitarnya sebelum turun. N. pygmaeus juga dilaporkan turun ke tanah di area semak setinggi lebih kurang satu meter dan melakukan aktifitas yang berhubungan dengan perilaku mencari makan (feeding purpose) hingga 30 detik.

Laporan penduduk juga dapat menjadi informasi yang menunjukkan bahwa pada saat-saat tertentu, kukang turun ke tanah untuk melintasi gap atau untuk mendapatkan sumber pakan yang berada dekat dengan permukaan tanah. Penduduk Desa Sukamaju dan Sukakerta melaporkan sebanyak masing-masing satu dan dua kali perjumpaan kukang jawa yang melintasi jalan. Penduduk di sekitar habitat kukang jawa di Rangkasbitung Banten melaporkan perjumpaan kukang jawa turun ke tanah untuk memakan buah kasungka Gnetum cuspidatum Bl. dan pucuk tepus Elaterio spermum tapos Bl. (Wirdateti et al. 2005). Penduduk sekitar habitat hutan Pasir Panjang di Kalimantan Tengah juga melaporkan bahwa

N. menagensis sering dijumpai turun ke tanah untuk memakan buah dan sari

bunga topah Etlingera sp. (Wirdateti 2005).

Perilaku turun ke tanah pada kukang jawa di talun cenderung terlindungi karena gap horizontal merupakan area kebun. Pergerakan kukang jawa pada kanopi yang bersambungan didukung oleh profil vegetasi talun yang memiliki stratifikasi yang lengkap. Pembukaan lahan pada saat rotasi tanam cenderung tidak berpengaruh terhadap profil vegetasi suatu habitat, karena dilakukan pada luasan yang kecil saja (Soemarwoti 1984). Secara umum, profil vegetasi talun mendukung pergerakan dan aktifitas kukang jawa.

6. Fase talun

Talun yang mendekati struktur vegetasi hutan sekunder tergolong sebagai talun sempurna (fase III). Pemilihan talun sebagai lokasi transek telah mempertimbangkan keterwakilan fase talun II dan III serta luas talun di setiap desa, akan tetapi bila seluruh talun contoh dibandingkan antara desa satu dengan desa lainnya terdapat beberapa talun yang strukturnya mendekati sempurna atau sudah mirip dengan hutan sekunder. Talun tersebut antara lain LP (Desa Sukamaju), Ct (Desa Raksajaya), dan Al (Desa Sukakerta). Hal ini menjadi indikasi bahwa bahwa struktur vegetasi talun di ketiga desa tersebut cenderung lebih baik dan lebih potensial menjadi habitat kukang jawa. Tentu saja hal ini harus dipertimbangkan dengan faktor lain seperti perburuan dan sosial budaya masyarakat desa tersebut.

Preferensi Habitat Kukang Jawa

Berdasarkan pengamatan sepintas, talun yang menjadi habitat kukang jawa selalu memiliki bambu sebagai penyusun vegetasinya. Hal ini menunjukkan salah satu karakteristik preferensi habitat kukang jawa. Karakteristik habitat kukang jawa ditunjukkan dari keberadaan vegetasi yang mendukung kehidupan kukang jawa, yakni vegetasi untuk tidur dan vegetasi pakan

Vegetasi untuk tidur

Pada saat penelitian dilakukan, kukang jawa lebih sering menggunakan bambu sebagai vegetasi untuk tidur. Dari seluruh perjumpaan kukang jawa tidur, hanya satu perjumpaan kukang jawa tidur pada pohon dan liana; bungur

Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. dan areuy kawao Milletia sericea (Vent.) W. et

A. Penduduk menggunakan areuy kawao Milletia sericea (Vent.) W. et A. untuk tali dan penutup lodong (bahasa Sunda, artinya ruas bambu yang dipakai untuk menampung air nira).

Bambu memiliki kanopi yang rimbun sehingga keberadaan kukang jawa di dalam kanopinya tidak terlihat. Kukang jawa yang dijumpai tidur di vegetasi selain bambu berada pada tinggi posisi tidur lebih kurang 5 m dari permukaan tanah. Meskipun tidak serimbun kanopi bambu, tiga vegetasi untuk tidur selain

bambu terdapat di tengah-tengah rumpun bambu. Kukang jawa menggunakan ketiga vegetasi tersebut tetap terlindung dan tidak terlihat dari luar.

Kisaran tinggi posisi tidur kukang jawa di bambu berkisar antara 3-18 m. Kukang jawa cenderung lebih sering dijumpai tidur di rumpun bambu, terutama bambu tali G. apus Kurz. dan bambu surat G. pseudoarundinaceae (Steud.) Widjaja. Tinggi posisi tidur kukang jawa di bambu tali G. apus Kurz. sekurangnya 5 m di atas permukaan tanah, sedangkan di bambu surat G.

pseudoarundinaceae (Steud.) Widjaja lebih tinggi atau sekurangnya 8 m di atas

permukaan tanah. Kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh kerimbunan rumpun bambu G. pseudoarundinaceae (Steud.) Widjaja tidak serapat bambu tali G. apus Kurz. (Widjaja 2001), sehingga kukang jawa bersembunyi di posisi yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan tinggi posisi tidur kukang jawa tidak begitu berbeda dengan perjumpaan di Sumedang di dua spesies bambu tersebut yaitu pada ketinggian 10-15 m di atas permukaan tanah (Winarti 2003). Kisaran tinggi posisi tidur kukang jawa pada penelitian ini jauh berbeda dengan data hasil wawancara perjumpaan kukang jawa di Banten (Wirdateti et al. 2004) yaitu 12-30 m di atas permukaan tanah. Hal ini dimungkinkan karena parameter dalam menentukan tinggi pada penelitian tersebut hanya berdasarkan sedikit data perjumpaan dan informasi dari penduduk.

N. coucang di Manjung Malaysia cenderung berganti vegetasi untuk tidur

setiap hari dengan posisi tinggi dari permukaan tanah 1,8-35 m (Wiens 2002). Berbeda dengan N. coucang di Manjung Malaysia, N. pygmaeus cenderung memilih vegetasi untuk tidur yang sudah pernah digunakan sebelumnya dengan berganti lokasi tidur pada radius 97,2-289,6 m. Tinggi posisi tidur kukang jawa pada penelitian tesis ini berkisar antara 3-18 m dari permukaan tanah. Seperti pada

N. pygmaeus, kukang jawa di lokasi tidak berganti jenis vegetasi untuk tidur.

Terutama pada induk dengan infan, kukang jawa di habitat talun akan tetap menggunakan vegetasi yang sama atau masih dalam lokasi yang sama selama 3-9 hari.

Preferensi kisaran tinggi 3-18 m ini dapat menjadi indikasi bahwa kukang jawa secara umum tidak merubah posisi tinggi. Pemilihan jenis vegetasi untuk

tidur dan jarak dengan vegetasi untuk tidur sebelumnya juga lebih dekat. Perbedaan ini disebabkan oleh keanekaragaman spesies dan jumlah vegetasi untuk tidur di habitat talun yang lebih sedikit daripada habitat N. coucang dan N.

pygmaeus.

Bambu merupakan vegetasi yang paling banyak dimanfaatkan kukang jawa untuk tidur. Bambu memiliki INP tertinggi di setiap transek (bambu tali G. apus Kurz. 54,72-209,42%; bambu surat G. pseudoarundinaceae (Steud.) Widjaja 43,70-68,13%; bambu hitam G. atroviolaceae Widjaja 33,48%). Nilai penting bambu terhadap vegetasi di habitat serta pemanfaatannya oleh kukang jawa dapat menggambarkan peran talun sebagai habitat kukang jawa, terutama dalam menyediakan perlindungan dari predator.

Kukang jawa di TNGH dijumpai tidur di pohon puspa Schima walichii (DC) Korth. pada ketinggian lebih kurang 10 m dari permukaan tanah (Wirdateti 2003). Berdasarkan informasi penduduk, kukang jawa di Rangkasbitung Banten Selatan menggunakan puspa Schima walichii (DC) Korth., beunying Ficus fistulosa Reinw. Bl., dan hamerang Ficus fulva Reinw untuk bersarang. Ketiga spesies pohon tersebut dapat ditemukan di lokasi penelitian ini. Puspa Schima walichii (DC) Korth. dijumpai di transek PR dan PCu, beunying Ficus fistulosa di transek Cm, dan hamerang Ficus fulva Reinw. di transek LP dan P. Keberadaan ketiga spesies vegetasi untuk tidur tersebut dapat mendukung potensi talun untuk menjadi habitat kukang jawa.

Vegetasi pakan

Potensi pakan kukang jawa dapat ditunjukkan oleh ketersediaan spesies vegetasi pakan di tiap talun pada tingkat permudaan pohon. Potensi pakan juga dapat diketahui dari jenis pakan berdasarkan penelitian kukang jawa di tempat lain ataupun penelitian spesies kukang lainnya.

Tiga vegetasi pakan kukang jawa yaitu sengon Paraserianthes falcataria (L) I. C. Nielsen., aren Arenga pinnata Merr., dan pisang Musa paradisiaca L. merupakan jenis vegetasi yang selalu ditemukan dan secara umum memiliki INP yang tinggi di tiap transek (sengon 30,42-51,30%; aren 32,16-83,30%; pisang 40,29-97,67%). Nilai penting ketiganya menunjukkan potensi talun dalam

mendukung ketersediaan pakan bagi kukang jawa. Ketiga spesies tersebut merupakan jenis komoditi yang memiliki nilai ekonomi bagi pemilik talun. Selain aren Arenga pinnata Merr., vegetasi tersebut sengaja ditanam oleh pemilik. Nilai ekonomi menjadi indikasi ketersediaan di masa depan karena pemilik cenderung akan menanam atau membiarkan sengon Paraserianthes falcataria (L) I. C. Nielsen, aren Arenga pinnata Merr., dan pisang Musa paradisiaca L. tetap tumbuh di talun. Pemanenan atau penebangan pohon dewasa di talun cenderung tidak bersifat tebang habis atau hanya membuka sebagian kecil area talun saja (Soemarwoto 1984). Oleh karena itu ketersediaan ketiga jenis vegetasi pakan di talun cenderung terjamin.

Potensi ketersediaan pakan di talun juga terlihat dari spesies vegetasi pakan yang berada pada tingkat pertumbuhan yang lebih muda (semai dan pancang). Anakan pohon yang menjadi pakan kukang jawa terdapat di lima transek, yaitu LP, B, Cm, Ct, dan PCi. Secara umum, talun di Desa Sukamaju dan Raksajaya memiliki potensi ketersediaan pakan yang lebih tinggi daripada talun di tiga desa lainnya.

Pakan kukang jawa berdasarkan spesies vegetasi pakan kukang lainnya juga tersedia di talun. Keberadaan vegetasi tersebut dapat menambah informasi data mengenai sumber pakan kukang jawa di talun (Tabel 25). Namun penelitian yang lebih intensif perlu dilakukan untuk memastikan apakah vegetasi pakan yang sama digunakan oleh kukang jawa atau tidak.

Pakan kukang jawa di hutan Bodogol TNGGP yaitu buah dan getah pasang

Quercus sp. (Pambudi 2008). Pasang Quercus sp. dapat dijumpai di transek B dan

Ct. Vegetasi pakan kukang jenis lainnya yang ditemukan di lokasi ada tiga spesies, yaitu leungsir Pometia pinnata Forst., puspa Schima walichiii (DC) Korth., dan nangka Artocarpus heterophyllus Lmk. (Wiens 2002; Swapna 2008). Enam genus yang sama dengan pakan kukang lainnya yaitu Garcinia sp, Ficus spp., Mangifera sp., Dillenia sp., Diospyros sp., dan Stercullia sp. Pakan yang sama pada tingkat famili yaitu Lecythidaceae dan Palmae. Secara keseluruhan terdapat 25 spesies vegetasi yang menjadi potensi pakan kukang jawa di talun. Keberadaan spesies dalam semua tingkat pertumbuhan menjadi indikasi keberlanjutan fungsi talun sebagai penyedia pakan kukang jawa.

Tabel 25 Potensi vegetasi pakan kukang jawa di habitat talun Spesies yang ada di

lokasi Nama lokal Famili Bagian yang dapat dimanfaatkan Lokasi transek (tingkat pertumbuhanb) Nycticebusa (spesies pakan)

Quercus sp Pasang Faga ceae

Batang & getah

B & Ct (po) j1 Pometia pinnata Forst Leungsir Sapin

daceae Buah2 P (po) c2 Schima walichiii (DC) Korth. Puspa Thea ceae Serangga3, batang4

PR & PCu (po) j3, b5 Garcinia diodica Bl. Garcinia mangostana L. Garcinia celebica L. Ceuri, Manggis, Manggis hutan Gutti ferae Bunga Ct (po)

B & Ct (pa & po) P (po)

c2 (Garcinia

sp.)

Ficus quercifolia Roxb. Ficus benjamina

Ficus fistulosa Reinw. Bl. Ficus hispida L.

Ficus sp.

Ficus fulva Reinw. Ficus ampelas Burn. Ficus annulata Bl. Ficus septica Burm. Ficus ribes Reinw. Bl.

Amis mata Beringin Beunying Bisoro Ficus Hamerang Hampelas Kiara Ki ciat Walen Mora ceae Buah Cm, Ct, PCi, P PP (po) Cm (po) LP (se) PP (po) PP (po) LP & P (po) PP (po) PCi (se) Ct (po) c2 (Ficus spp.)

Mangifera foetida Lour. Mangifera indica L

Limus Mangga

Anacar diaceae

Getah B & Cm (pa & po) PCi (pa)

c2

(Mangifera

griffithii) Dillenia excelsa Gilg.

Dillenia indica L. Ki segel Sempur Dille nia ceae Buah LP & Cm (pa) PP (po) b5 (Dillenia pentagyna) Diospyros kaki Linn. F. Kesemek Ebena

ceae

Buah PCu (pa) c2 (Diospyros

kingie) Sterculia javanica R. Br. Sterculia macrophylla Vent. Hantap Hantap heulang Ster cullia ceae

Getah LP & P (pa), PCi (se),

Ct (pa)

b5 (Sterculia

villosa) Baringtonia racemosa Putat Lecy

thida ceae Getah, nektar, & batang P (po) b5 (Careya arborea) Palmae sp. Kakalapa an

Palmae Buah & nektar/bagian dari bunga

B & PCi (se) c2 (Elaeis

guineensis & Eugeissona tristis

Keterangan:

a. Spesies kukang; b = Nycticebus bengalensis, c = N. coucang, j = N. javanicus, b. pa = pancang, po = pohon, se = semai,

c. PL = pengamatan langsung, IF = identifikasi feses,

1 = Pambudi (2008), 2 = Wiens (2002), 3 = Wirdateti et al. (2005), 4 = Wirdateti (2003), 5 = Swapna (2008)

Populasi Kukang Jawa

Kepadatan Populasi Kukang Jawa

Rerata kepadatan individu kukang jawa di habitat talun sebesar 25,52 individu/km2 (0-101,21 individu/km2 pada pengamatan siang hari dan 0-43,38 individu/km2 pada pengamatan malam hari). Kecuali di transek Al, kepadatan individu kukang jawa pada pengamatan siang lebih tinggi daripada kepadatan individu pengamatan malam. Hal ini disebabkan oleh adanya induk dan infan di semua lokasi kecuali di transek Al. Induk dan infan akan selalu ditemukan bersama-sama kecuali pada saat aktif di malam hari (Wiens 2002).

Saat pengamatan transek pada malam hari, belum pernah terjadi perjumpaan dengan infan. Pada awal pengamatan malam induk dan infan tampak masih bersama, terlihat dari pantulan dua pasang sorot mata oranye. Akan tetapi pengamatan malam pada ulangan pada sub waktu berikutnya hanya menjumpai individu dewasa saja. Hal ini berkaitan dengan perilaku infant parking pada kukang. Induk berperan dalam menyembunyikan atau menempatkan anaknya di tempat yang tersembunyi dan aman. Saat memulai aktifitas mencari makan, induk meletakkan infan-nya untuk sementara (infant parking), sehingga saat dilakukan pengamatan malam hari kukang jawa lebih sering terlihat sendirian. Infant

parking teramati pada induk & infan di transek PCi.

Rerata kepadatan individu kukang jawa pada penelitian ini lebih tinggi dari kepadatan individu di TNGGP (4,29-15,29 individu/km2), maupun kepadatan jenis kukang lainnya (N. coucang di Semenanjung Malaya 20 individu/km2, N.

bengalensis di Khao Ang Rue Nai Wildlife Sanctuary Thailand 1,27-4,26

individu/km2) (Barrett 1991, diacu dalam Wiens 2002; Pambudi 2008; Pliosungnoen et al. 2010). Akan tetapi rerata kepadatan individu kukang jawa pada penelitian ini jauh lebih rendah daripada kepadatan N. coucang di Manjung Malaysia yaitu 80 individu/km2 (Wiens 2002).

Nilai kepadatan individu ditentukan oleh jumlah perjumpaan kukang jawa. Di banyak daerah sebarannya, kukang jarang dijumpai tetapi di beberapa daerah lainnya justru memiliki tingkat perjumpaan yang tinggi (Nekaris et al. 2008). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan lokasi, ketinggian, tipe habitat, metode

penelitian yang digunakan serta durasi penelitian. Durasi memiliki korelasi positif terhadap kisaran hasil penelitian. Durasi atau lamanya waktu pengambilan data dianggap cukup atau optimal jika penambahan waktu tidak menyebabkan perubahan hasil yang signifikan. Durasi dan metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil dari survei pendahuluan, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan benar-benar menggambarkan habitat, populasi, dan sebaran kukang jawa di talun. Tingginya perjumpaan dan kepadatan individu kukang jawa di lokasi kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tipe habitat dan waktu pengamatan yang dilakukan pada waktu siang dan malam.

Penelitian kukang jawa yang penulis lakukan merupakan habitat di luar kawasan konservasi berupa lahan pertanian yang sewaktu-waktu dapat berubah struktur vegetasi dan luasannya. Kukang jawa di tipe habitat ini kemungkinan sudah mengalami perkembangan perilaku dalam waktu yang lama dan beradaptasi dengan kondisi habitat talun. Hal tersebut menyebabkan kukang jawa di talun cenderung mudah dijumpai baik siang maupun malam hari. Deteksi keberadaan kukang jawa pada siang hari lebih mudah diterapkan di talun karena struktur vegetasinya tidak serapat hutan sekunder.

Rerata kepadatan individu kukang jawa di talun sempurna lebih besar daripada kepadatan individu di talun kebun (28,24 individu/km2 dan 24,03 individu/km2). Kepadatan individu kukang lebih tinggi pada habitat alami atau hutan dengan sedikit gangguan (Wiens 2002; Pliosungnoen et al. 2010). Tingkat gangguan di talun sempurna lebih rendah daripada talun kebun. Gangguan manusia di habitat talun sempurna berupa kunjungan untuk perawatan talun ataupun pemanenan lebih rendah dibandingkan dengan talun kebun yang terdapat area garapan. Talun sempurna memiliki struktur vegetasi mirip hutan sekunder. Kepadatan individu kukang jawa di hutan sekunder Bodogol TNGGP bahkan lebih tinggi daripada hutan primer yaitu 15,29 individu/km2 dibandingkan dengan 4,29 individu/km2 (Pambudi 2008).

Talun kebun B Desa Sukamaju dan PCu Desa Kawungsari memiliki kepadatan individu lebih tinggi daripada talun sempurna di desa yang sama. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya vegetasi tidur dan vegetasi pakan di kedua talun berupa bambu tali G. apus Kurz., bambu surat G.

pseudoarundinaceae (Steud.) Widjaja, aren Arenga pinnata Merr., pisang Musa paradisiaca L., dan sengon Paraserianthes falcataria (L) I. C. Nielsen. Tingginya

kepadatan individu kukang jawa di talun B kemungkinan hanya sementara mengingat talun tersebut berdekatan dengan lokasi talun lainnya. Kukang jawa di talun B memiliki kemungkinan pergerakan atau daerah jelajah ke talun di lokasi lainnya yang berdekatan.

Kukang jawa di lokasi sering dijumpai turun ke tanah untuk menyeberang

gap atau jalan. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan kukang jawa tidak terbatas

pada kanopi vegetasi yang bersambungan. Ketersediaan sumber pakan dan aktifitas manusia berpengaruh terhadap daerah jelajah (Rowe 1996). Kukang jawa di lokasi penelitian memiliki kemungkinan daerah jelajah hingga keluar area desa. Selain itu, jumlah perjumpaan dan populasi yang tinggi di tipe habitat yang tidak stabil kemungkinan hanya bersifat sementara (Nekaris et al. 2008). Kukang jawa dapat melakukan migrasi antarlokasi talun dan antarsubpopulasi di dalam area habitat desa tersebut maupun berpindah ke desa-desa sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kepadatan individu kukang jawa di talun memiliki kecenderungan yang fluktuatif.

Komposisi Kelompok Tidur

Kukang merupakan satwa primata soliter, sehingga pada saat pengamatan siang maupun malam hari lebih sering terlihat sendiri. Namun kukang mempunyai unit sosial yang stabil berupa kelompok spasial yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan (Wiens 2002). Kelompok spasial ini biasanya terlihat dalam bentuk kelompok tidur. Jumlah perjumpaan, jumlah kukang jawa yang dijumpai, dan kisaran perjumpaan pada siang hari lebih banyak daripada malam hari. Tingkat perjumpaan kukang jawa berkaitan dengan struktur vegetasi talun yang tidak serapat hutan. Keberadaan kukang jawa yang sedang tidak aktif (tidur) di talun menjadi lebih mudah ditemukan. Luas talun cenderung kecil dan merupakan fragmen dari lansekap (Parikesit et al. 2004). Kondisi ini terdapat di semua talun di lima desa lokasi penelitian ini. Hal ini menjadi indikasi bahwa daerah jelajah kelompok spasial kukang jawa di talun cenderung kecil dan tumpang tindih.

Perjumpaan N. coucang di alam saat tidur biasanya hanya satu hingga tiga individu, terdiri atas dua individu dewasa atau pradewasa dan satu infan (Wiens 2002). Contact sleep atau perjumpaan saat kukang tidur dan tidak aktif di siang hari di lokasi penelitian adalah 1-3 individu. Luas habitat talun yang cenderung kecil dimungkinkan menyebabkan daerah jelajah yang kecil dan tumpang tindih. Populasi yang lebih kecil dengan habitat yang terfragmentasi mendorong kukang jawa lebih efisien dalam penggunaan energi. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan berbagai vegetasi untuk tidur yang sama sehingga komposisi kelompok tidur kukang jawa cenderung sama dengan kukang yang hidup di habitat hutan yang lebih luas.

Secara umum, kelompok tidur kukang jawa di seluruh transek menunjukkan komposisi kelompok umur yang lengkap, yaitu dewasa, juvenil, dan infan. Perjumpaan empat komposisi kelompok tidur di talun sempurna menunjukkan bahwa talun fase ini lebih disukai kukang jawa sebagai habitat terutama dalam mendukung ketersediaan vegetasi untuk tidur.

Keberadaan individu infan di lokasi transek menunjukkan regenerasi yang berjalan dengan baik. Keberadaan individu dewasa menunjukkan potensi perkembangbiakan kukang jawa di talun. Apabila tidak ada gangguan yang merubah total struktur vegetasi talun dan tidak adanya perburuan kukang jawa di lokasi penelitian, komposisi kelompok umur kukang jawa di habitat ini diharapkan dapat berkembang biak dengan baik.

Estimasi Populasi Kukang Jawa

Estimasi populasi kukang jawa dipengaruhi oleh kepadatan individu kukang dan luas habitat representatif. Dengan luas yang sama, kepadatan individu kukang jawa dapat menjadi gambaran kualitas habitat talun di suatu area. Kepadatan individu kukang jawa yang tinggi secara umum terdapat pada talun yang memiliki struktur vegetasi yang baik, yakni ditunjukkan dari struktur vegetasi yang mirip hutan dan ketersediaan vegetasi untuk tidur dan vegetasi pakan.

Kepadatan individu dan populasi kukang jawa tertinggi terdapat di Desa Raksajaya dan Kawungsari, dan estimasi terendah terdapat di Sukakerta (Tabel

19). Berdasarkan pengamatan vegetasi, talun Desa Raksajaya dan Sukakerta memiliki struktur vegetasi dan ketersediaan vegetasi untuk tidur dan vegetasi pakan tergolong lebih baik di antara talun lainnya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingginya estimasi populasi berkaitan dengan struktur vegetasi talun yang memiliki nilai lebih tinggi atau lebih mendekati struktur vegetasi hutan. Kepadatan individu kukang jawa dan estimasi populasi yang tinggi terdapat pada talun dengan nilai H' yang tinggi, artinya kukang jawa menyukai habitat yang memiliki keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi.

Talun Desa Kawungsari menunjukkan parameter struktur vegetasi yang

Dokumen terkait