• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.4. Profitabilitas

merupakan variabel independen. Risiko investasi diukur dengan menghitung standar deviasi return histori perusahaan, rumus perhitungannya sebagai berikut:

Dimana: Οƒ = Standar Deviasi Ri = Return ke-i

R = Rata-rata return

n = Banyak return yang dihitung

Alasan digunakannya standar deviasi dalam penelitian ini untuk mengukur risiko investasi karena standar deviasi sebagai pengukuran statistic keuangan yang diterapkan pada tingkat pengembalian tahunan investasi yang menyoroti sejarah penyebaran imbal hasil investasi. Semakin besar risiko investasi semakin besar returnnya.

Menurut (Sutrisno, 2012) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan semua modal yang bekerja didalamnya.

Profitabilitas menurut (Harahap, 2009) adalah menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang perusahaan, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut (Brigham, 2010) Profitabilitas merupakan hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.

Teori profitabilitas sebagai salah satu acuan dalam mengukur besarnya laba menjadi begitu penting untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan usahanya secara efisien. Efisiensi sebuah usaha baru dapat diketahui setelah membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Profitabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba yang berhubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun hutang jangka panjang (Syamsuddin, 2000). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan sumber daya yang ada didalam perusahaan itu sendiri.

2.1.4.2. Pengukuran Rasio Profitabilitas

Menurut (Hery, 2016) jenis-jenis rasio profitabilitas yang lazim digunakan dalam praktek untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba adalah sebagai berikut:

A. Hasil Pengembalian atas Ekuitas (Return on Equity)

Hasil pengembalian atas ekuitas merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang

akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap ekuitas. Semakin tinggi hasil pengembalian atas ekuitas berarti semakin tinggi pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam ekuitas. Sebaliknya, semakin rendah hasil pengembalian atas ekuitas berarti semakin rendah pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam ekuitas. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menghitung hasil pengembalian atas ekuitas (Hery, 2016) :

Kontribusi ekuitas terhadap laba bersih suatu perusahaan sangat tidak baik jika besaran rasionya masih berada jauh di bawah rata-rata industri. Hal ini dapat disebabkan karena: (1) aktivitas penjualan yang belum optimal; (2) belum maksimalnya penggunaan modal untuk menciptakan penjualan; dan/atau (3) terlalu besarnya beban operasional serta beban lain-lain.

B. Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin)

Marjin laba kotor merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba kotor atas penjualan bersih. Rasio ini dihitung dengan membagi laba kotor terhadap penjualan bersih. Laba kotor sendiri dihitung sebagai hasil pengurangan antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan.

Yang dimaksud dengan penjualan bersih di sini adalah penjualan (tunai maupun kredit) dikurangi retur dan penyesuaian harga jual serta potongan penjualan.

Semakin tinggi marjin laba kotor berarti semakin tinggi pula laba kotor yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya harga jual dan/atau rendahnya harga pokok penjualan. Sebaliknya, semakin rendah

marjin laba kotor berarti semakin rendah pula laba kotor yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya harga jual dan/atau tingginya harga pokok penjualan.

Kontribusi penjualan bersih terhadap laba kotor suatu perusahaan dinilai kurang baik jika rasionya berada di bawah rata-rata industri sejenis. Dalam hal ini, penting bagi perusahaan untuk meningkatkan harga jual (tentu saja dengan memperhatikan batas atas harga jual pesaing) dan/atau mengurangi harga pokok penjualan (misalnya dengan mencari pemasok baru pada harga yang sedikit lebih rendah, namun dengan kualitas barang yang sama atau sejenis).

C. Marjin Laba Operasional (Operating Profit Margin)

Marjin laba operasional merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba operasional atas penjualan bersih. Rasio ini dihitung dengan membagi laba operasional terhadap penjualan bersih.

Semakin tinggi marjin laba operasional berarti semakin tinggi pula laba operasional yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya laba kotor dan/atau rendahnya beban operasional. Sebaliknya, semakin rendah marjin laba operasional berarti semakin rendah pula laba operasional yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya laba kotor dan/atau tingginya beban operasional.

D. Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin)

Marjin laba bersih merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba bersih atas penjualan bersih. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap penjualan bersih. Laba bersih sendiri dihitung sebagai hasil pengurang antara laba sebelum pajak penghasilan dengan beban pajak penghasilan. Yang dimaksud dengan laba sebelum pajak penghasilan di sini

adalah laba operasional ditambah pendapatan dan keuntungan lain-lain, lalu dikurangi dengan beban dan kerugian lain-lain. Semakin tinggi marjin laba bersih berarti semakin tinggi pula laba bersih yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya laba sebelum pajak penghasilan.

Sebaliknya, semakin rendah marjin laba bersih berarti semakin rendah pula laba bersih yang dihasilkan dari penjualan bersih. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya laba sebelum pajak penghasilan.

E. Hasil Pengembalian atas Aset (Return on Assets)

Hasil pengembalian atas aset merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar kontribusi aset dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap total aset. Semakin tinggi hasil pengembalian atas aset berarti semakin tinggi pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset. Sebaliknya, semakin rendah hasil pengembalian atas aset berarti semakin rendah pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset.

Kontribusi total aset terhadap laba bersih suatu perusahaan sangat tidak baik jika besaran rasionya masih berada jauh di bawah rata-rata industri sejenis.

Hal ini dapat disebabkan karena : (1) aktivitas penjualan yang belum optimal; (2) banyaknya aset yang tidak produktif; (3) belum dimanfaatkannya total aset secara maksimal untuk menciptakan penjualan; dan/atau (4) terlalu besarnya beban operasional serta beban lain-lain. Menurut (Hery, 2019, hal 228) rumus dari Return On Assets dapat dihitung sebagai berikut :

πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› 𝑂𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠 =

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑒𝑑

Alasan digunakannya return on asset pada penelitian ini adalah Return On Asset (ROA) merupakan perbandingan antara faktor margin laba dengan perputaran total aktiva. Apabila salah satu faktor tersebut meningkat (atau keduanya), maka ROA juga akan meningkat. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik. Investor percaya bahwa manajemen perusahaan telah menggunakan aktiva perusahaan secara efektif untuk menghasilkan laba bagi para pemiliknya (Rudianto, 2013). ROA adalah pengukuran atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan seluruh aset yang dimilikinya.

2.1.4.3. Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas memiliki tujuan dan manfaat tidak hanya bagi pihak internal, tetapi juga bagi pihak ekternal atau diluar perusahaan, terutama pihakpihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan.

Tujuan penggunaan rasio profitabilitas menurut (Kasmir, 2014), adalah:

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu.

2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.

Manfaat yang diperoleh rasio profitabilitas menurut(Kasmir, 2014), yaitu:

1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode

2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

Sedangkan menurut (Hery, 2016) tujuan dan manfaat rasio profitabilitas secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu.

2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.

3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset.

5. Untuk mengukur seberapa besar jumlah laba besih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas.

6. Untuk mengukur marjin laba kotor atas penjualan bersih.

7. Untuk mengukur marjin laba operasional atas penjualan bersih.

8. Untuk mengukur marjin laba bersih atas penjualan bersih.

Dokumen terkait