• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

5.3 Pengaruh Program Pertanian Organik terhadap Sosial Ekonomi

5.3.1 Program Pertanian Organik (Variabel Bebas)

A. Pelatihan Formal

1. Frekuensi Pelatihan Formal Diadakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa seluruh responden, yaitu sebanyak 30 (100%) petani organik memberikan jawaban yang sama mengenai frekuensi pelatihan formal yang diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di Desa Lubuk Bayas yaitu sebanyak 1 kali. Pelatihan tersebut hanya dilakukan pada tahap persiapan program yaitu pada bulan November 2008. Pada pelatihan tersebut peserta yang hadir tidak hanya petani yang menjadi dampingan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia

saat ini, melainkan petani anorganik yang tetap menerapkan pertanian anorganik juga ikut hadir di pelatihan formal tersebut.

Adapun yang menjadi inti dari pelatihan formal tersebut adalah penyadaran petani tentang bahaya dan kerugian yang didapat dari pertanian anorganik serta pentingnya pertanian yang bersifat berkelanjutan.

2. Frekuensi Mengikuti Pelatihan Formal

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa seluruh responden yaitu, sebanyak 30 petani organik (100%) memberikan jawaban yang sama. Semua responden mengikuti pelatihan formal yang hanya sekali diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di Desa Lubuk Bayas.

3. Frekuensi Tingkat Pemahaman Pelatihan Formal

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.6 diketahui bahwa sebanyak 8 orang (26,7%) sangat memahami pelatihan formal yang diikuti, hal tersebut dibuktikan dengan keaktifan mereka dalam mengerakkan petani – petani lainnya untuk beralih ke pertanian organik. Selain itu, mereka juga memberikan alasan mengapa mereka sangat memahami, yaitu dikarenakan sebelumnya mereka pernah mengikuti penyuluhan tentang pertanian organik yang diadakan dinas pertanian provinsi dan kabupaten. Sementara itu sebanyak 14 orang (46,7%) memahami pelatihan formal yang diikuti, hal tersebut dibuktikan dari kemauan mereka untuk mengikuti pelatihan – pelatihan lainnya dan menerapkan pertanian organik. Dan 8 orang (26,7%) lainnya memilih opsi tidak memahami, hal ini dipertegas dengan ketidakikutsertaan mereka pada pelatihan yang diadakan selama dua musim tanam

Pada angket yang disebarkan kepada responden, terdapat pilihan jawaban kurang memahami dan sangat tidak memahami. Namun tidak ada responden yang memilih pilihan jawaban tersebut, sehingga tidak dicantumkan pada tabel. Adapun data mengenai distribusi responden berdasarkan tingkat pemahaman dari pelatihan formal yang telah diikuti disajikan pada tabel 5.7 berikut ini:

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pemahaman dari Pelatihan Formal yang Diikuti

No Tingkat Pemahaman Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 Sangat memahami Memahami Tidak memahami 8 14 8 26,7 46,6 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

B. Pelatihan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik

1. Frekuensi Pelatihan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik Diadakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa keseluruhan responden, yaitu sebanyak 30 orang menyatakan frekuensi pelatihan pembuatan sarana produksi pertanian organik diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia sebanyak 2 kali yaitu hanya pada musim tanam 2008 B.

Pada pelatihan ini Yayasan BITRA Indonesia melatih petani untuk bisa membuat sarana produksi pertanian organik dari berbagai bahan yang mudah

produksi dari bahan – bahan alternatif jika satu bahan tidak tersedia. Hal ini ertujuan untuk memandirikan petani dan menghilangkan ketergantungan dari monopoli pihak lain. Adapun sarana produksi yang dimaksud meliputi pupuk organik, zat perangsang tumbuh, mikroba pengurai dan pestisida nabati.

2. Frekuensi Mengkuti Pelatihan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7 diketahui bahwa mayoritas responden, yaitu sebanyak 22 orang (73,3%) selalu mengikuti pelatihan pembuatan sarana produksi pertanian organik. Sedangkan 8 responden lainnya menyatakan tidak pernah mengikuti pelatihan pembuatan sarana produksi pertanian organik. Mereka menjawab tidak pernah mengikuti pelatihan tersebut dikarenakan mereka belum memiliki keinginan untuk menerapkan pertanian organik pada tahun pertama program pertanian organik dilakukan di Desa Lubuk Bayas.

Data distribusi responden berdasarkan frekuensi mengikuti pelatihan pembuatan sarana produksi pertanian organik disajikan pada tabel 5.7 berikut ini:

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Pelatihan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik

No Jumlah Mengikuti Pelatihan Frekuensi Persentase (%) 1 2 2 kali Tidak pernah 22 8 73,3 26,7 Total 30 100,0

3. Frekuensi Tingkat Pemahaman dari Pelatihan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 diketahui bahwa responden yang sangat memahami ada sebanyak 8 orang (26,7%) dan responden yang memahami ada sebanyak 9 orang (30%). Kebanyakan diantaranya memberikan alasan bahwa mereka memahami dan sangat memahami pelatihan pembuatan sarana produksi pertanian organik karena termotivasi untuk menghemat biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi pertanian. Selain itu juga mereka memahami dikarenakan tersedianya bahan – bahan yang diperlukan dalam pembuatan sarana produksi sehingga mempermudah mereka mempelajari pembuatan sarana produksi secara mandiri. Hal tersebut dibuktikan dari kemampuan mereka membuat sarana produksi sendiri pada musim – musim tanam selanjutnya.

Sementara itu sebanyak 5 responden (16,6%) memberikan jawaban kurang memahami. Kelima responden yang kurang memahami tersebut memberikan alasan bahwa pelatihan yang diberikan terlalu singkat yaitu hanya 2 kali pertemuan pada musim tanam 2008 B sehingga menyulitkan mereka memahami pembuatan semua sarana produksi. Akan tetapi responden tersebut saat ini dapat memproduksi sarana produksi pertanian organik karena mereka didampingi oleh petani – petani organik yang lain, salah satunya yang mendampingi mereka adalah ketua kelompok tani subur yang sangat memahami pembuatan sarana produksi pertanian organik dari pelatihan yang diadakan oleh Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia.

Kemudian 8 orang (26,7%) lainnya memilih opsi tidak memahami, hal ini dikarenakan mereka tidak mengikuti pelatihan pembuatan sarana produksi

mengikuti pelatihan yang diadakan Yayasan BITRA Indonesia. Pada angket yang disebarkan kepada responden, terdapat pilihan sangat tidak memahami. Namun tidak ada responden yang memilih pilihan jawaban tersebut, sehingga tidak dicantumkan pada tabel.

Data mengenai distribusi responden berdasarkan tingkat pemahaman dari pelatihan pembuatan sarana produksi pertanian organik disajikan pada tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pemahaman dari Pelatihan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik yang Diikuti

No Tingkat Pemahaman Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 4 Sangat memahami Memahami Kurang memahami Tidak memahami 8 9 5 8 26,7 30,0 16,6 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

C. Pelatihan Penerapan Pertanian Organik

1. Frekuensi Pelatihan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih Diadakan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa keseluruhan responden, yaitu sebanyak 30 orang menyatakan frekuensi pelatihan penerapan pertanian organik pada tahap persiapan lahan dan benih diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia sebanyak 4 kali yaitu 2 kali pada musim

Pada pelatihan ini Yayasan BITRA Indonesia meberikan pelatihan tentang penataan sistem aliran air, pengolahan tanah, seleksi benih dan penyemaian benih. Penataan sistem aliran air dilakukan bertujuan agar padi tidak selalu digenangi air dan juga tidak terkena bahan kimia dari persawahan yang lain. Sementara pengolahan tanah yang dominan menggunakan pupuk kompos bertuju an untuk memperbaiki kondisi fisik tanah, mendorong berbagai kehidupan didalam tanah serta memperbaiki kondisi kimia tanah. Kemudian seleksi benih dan penyemaian benih bertujuan untuk mendapatkan benih unggul dari petani yang sudah menerapkkan pertanian organik serta meningkatkan jumlah anakan padi.

2. Frekuensi Mengikuti Pelatihan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih Distribusi mengenai responden berdasarkan frekuensi mengikuti pelatihan pada tahap persiapan lahan dan benih disajikan pada tabel 5.9 berikut ini:

Tabel 5.9

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Pelatihan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih

No Jumlah Mengikuti Pelatihan Frekuensi Persentase (%) 1 2 3 4 4 kali 3 kali 2 kali Tidak pernah 8 7 7 8 26,7 23,3 23,3 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

8 orang (26,7%), responden yang mengikuti sebanyak 3 kali berjumlah 7 orang (23,3%), responden yang mengikuti sebanyak 2 kali berjumlah 7 orang (23,3%) dan responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan pada tahap persiapan lahan dan benih berjumlah 8 orang (26,7%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa 8 responden tersebut tidak pernah mengikuti pelatihan pada tahap ini dikarenakan mereka baru menjadi dampingan Yayasan BITRA Indonesia pada tahun 2010.

3. Frekuensi Tingkat Penguasaan Keterampilan dari Pelatihan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih

Data mengenai distribusi responden berdasarkan penguasaan keterampilan dari pelatihan pada tahap persiapan lahan dan benih disajikan pada tabel 5.10 berikut ini:

Tabel 5.10

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penguasaan Keterampilan dari Pelatihan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih

No Tingkat Penguasaan Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 4 Sangat menguasai Menguasai Kurang menguasai Tidak menguasai 8 7 7 8 26,7 23,3 23,3 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10 diketahui bahwa sebanyak 8 orang (26,7%) responden sangat menguasai dan sebanyak 7 orang (23,3%)

tersebut dalam pelatihan pada tahap persiapan lahan dan benih cukup tinggi. Sementara itu sebanyak 7 orang (23,3%) responden memilih opsi kurang mengetahui, 6 diantaranya beralasan karena frekuensi kehadiran mereka hanya 2 kali dan itupun tidak pada musim tanam yang sama. Kemudian 8 orang (26,7%) lainnya memilih opsi tidak menguasai, hal ini dikarenakan mereka tidak mengikuti pelatihan pada tahap persiapan lahan dan benih sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa hanya 22 responden yang mengikuti pelatihan yang diadakan Yayasan BITRA Indonesia. Pada angket yang disebarkan kepada responden, terdapat pilihan sangat tidak memahami. Namun tidak ada responden yang memilih pilihan jawaban tersebut, sehingga tidak dicantumkan pada tabel.

4. Frekuensi Pelatihan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan Diadakan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa keseluruhan responden, yaitu sebanyak 30 orang menyatakan frekuensi pelatihan penerapan pertanian organik pada tahap penanaman dan pemeliharaan diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia sebanyak 18 kali yaitu 9 kali pada musim tanam 2008 B dan 9 kali pada musim tanam 2009.

Pada pelatihan ini Yayasan BITRA Indonesia memberikan pelatihan tentang sistem tanam legowo, penyulaman, penyiangan, pengelolaan air, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan (revitalisasi mikroorganisme lokal) dan pemantauan saat penyerbukan dan penetapan hari panen.

5. Frekuensi Mengikuti Pelatihan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 diketahui bahwa tidak semua

dan pemeliharaan yang diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di Desa Lubuk Bayas. Dari 9 responden (30%) yang menjawab mengikuti pelatihan sebanyak 16-18, hanya 8 yang selalu mengikuti pelatihan tersebut. Sedangkan responden lainnya yang tidak rutin mengikuti pelatihan tersebut beralasan mereka memiliki kesibukan lain disaat pelatihan tersebut diadakan. Sementara itu sebanyak 8 responden (26,7%) menjawab tidak pernah mengikuti pelatihan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa 8 responden tersebut tidak pernah mengikuti pelatihan pada tahap ini dikarenakan mereka baru menjadi dampingan Yayasan BITRA Indonesia pada tahun 2010.

Data mengenai distribusi responden berdasarkan frekuensi mengikuti pelatihan pelatihan pada tahap penanaman dan pemeliharaan disajikan pada tabel 5.11 berikut ini:

Tabel 5.11

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Pelatihan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan

No Jumlah Mengikuti Pelatihan Frekuensi Persentase (%) 1 2 3 4 5 16-18 kali 13-15 kali 10-12 kali 7-9 kali Tidak pernah 9 7 1 5 8 30,0 23,3 3,3 16,7 26,7 Total 30 100,0

6. Frekuensi Tingkat Penguasaan Keterampilan dari Pelatihan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan

Frekuensi kehadiran sangat berdampak terhadap tingkat pemahaman responden akan pelatihan penerapan pertanian organik pada tahap penanaman dan pemeliharaan. Secara keseluruhan responden yang memiliki frekuensi kehadiran kurang dari 11 kali menyatakan kurang menguasai keterampilan dari pelatihan yang diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia. Hal tersebut dikarenakan responden tersebut tidak hadir dalam periode tanam yang sama. Akan tetapi meskipun para responden tersebut kurang menguasai pelatihan, saat ini mereka sudah lebih terampil dalam menerapkan pertanian organik pada tahap penanaman dan pemeliharaan. Responden tersebut terampil karena selalu di dampingi oleh petani yang sangat menguasai, sebagai mana tujuan Yayasan BITRA Indonesia sebelumnya yaitu membuat petani tidak tergantung pada lembaga dan mampu mendampingi petani laiinnya agar semakin banyak petani yang menerapkan pertanian organik.

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 diketahui sebanyak 8 responden (26,7%) memilih opsi tidak menguasai, hal ini dikarenakan mereka tidak mengikuti pelatihan pada tahap penanaman dan pemeliharaan sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa hanya 22 responden yang mengikuti pelatihan yang diadakan Yayasan BITRA Indonesia. Pada angket yang disebarkan kepada responden, terdapat pilihan sangat tidak memahami. Namun tidak ada responden yang memilih pilihan jawaban tersebut, sehingga tidak dicantumkan pada tabel.

Data mengenai distribusi responden berdasarkan tingkat penguasaan keterampilan dari pelatihan pada tahap penanaman dan pemeliharaan disajikan pada tabel 5.12 berikut ini:

Tabel 5.12

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penguasaan Keterampilan dari Pelatihan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan

No Tingkat Penguasaan Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 4 Sangat menguasai Menguasai Kurang menguasai Tidak menguasai 8 8 6 8 26,7 23,3 23,3 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

7. Frekuensi Pelatihan pada Tahap Panen dan Pasca Panen Diadakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa keseluruhan responden, yaitu sebanyak 30 orang menyatakan frekuensi pelatihan penerapan pertanian organik pada tahap panen dan pasca panen diadakan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia sebanyak 4 kali yaitu 2 kali pada musim tanam 2008 B dan 2 kali pada musim tanam 2009 A.

Pada pelatihan ini Yayasan BITRA Indonesia memberikan pelatihan tentang sistem panen yang tepat, penumpukan dan pengumpulan, perontokan, penjemuran, penyimpanan, penggilingan dan pengendalian mutu dan alokasi pemasaran. Kesemua tahapan itu beserta tahapan – tahapan pelatihan sangat penting agar tujuan untuk pembuatan setifikat beras organik dapat dilakukan dan itu dapat meningkatkan nilai jual beras organik pada pasar – pasar besar. Saat ini pemasaran yang dilakukan Yayasan BITRA Indonesia adalah bekerjasama dengan salah satu UD. Beras yang

bekerjasama dengan JAPSA. Namun seiring perkembangan JAPSA mulai kekurangan pasokan beras organik dikarenakan sudah banyak pembeli yang langsung membeli ke UD. Beras yang ada di Desa Lubuk Bayas.

8. Frekuensi Mengikuti Pelatihan pada Tahap Panen dan Pasca Panen

Data mengenai distribusi responden berdasarkan frekuensi mengikuti pelatihan pada tahap panen dan pasca panen disajikan pada tabel 5.13 berikut ini:

Tabel 5.13

Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Pelatihan pada Tahap Panen dan Pasca Panen

No Jumlah Mengikuti Pelatihan Frekuensi Persentase (%) 1 2 3 4 5 4 kali 3 kali 2 kali 1 kali Tidak pernah 14 2 5 1 8 46,6 6,7 16,7 3,3 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 diketahui bahwa responden yang selalu mengikuti berjumlah 14 orang (26,7%) dan responden yang mengikuti pelatihan sebanyak 3 kali berjumlah 2 orang (6,7%). Responden yang mengikuti pelatihan sebanyak 2 kali berjumlah 5 orang (16,7%) dan responden yang hanya sekali mengikuti pelatihan sebanyak 1 orang (3,3%). Responden yang tidak dapat mengahdiri seluruh kegiatan pada tahap panen dan pasca panen karena memiliki

pasca panen cenderung sama dengan pertanian anorganik, sehingga membuat mereka tidak selalu mengikuti pelatihan.

9. Frekuensi Tingkat Penguasaan Keterampilan dari Pelatihan pada Tahap Panen dan Pasca Panen

Data mengenai distribusi responden berdasarkan tingkat penguasaan keterampilan dari pelatihan tahap panen dan pasca panen disajikan pada tabel 5.14 berikut ini:

Tabel 5.14

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penguasaan Keterampilan dari Pelatihan pada Tahap Panen dan Pasca Panen

No Tingkat Penguasaan Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 4 Sangat menguasai Menguasai Kurang menguasai Tidak menguasai 8 8 6 8 26,7 26,6 20,0 26,7 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan data yang disajikan dalam tabel 5.14 diketahui bahwa responden yang kurang menguasai keterampilan dari pelatihan pada tahap panen dan pasca panen berjumlah 6 orang (20%), responden tersebut hanya mengikuti 1 dan 2 kali pelatihan saja. Responden tersebut beralasan bahwa sejak awal mereka tidak berencana menjual beras atau gabah kering giling melainkan gabah kering panen. Karena mereka tidak memiliki lokasi penjemuran padi (gabah).

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 juga diketahui sebanyak 8 responden (26,7%) memilih opsi tidak menguasai, hal ini dikarenakan mereka tidak mengikuti pelatihan pada tahap panen dan pasca panen sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa hanya 22 responden yang mengikuti pelatihan yang diadakan Yayasan BITRA Indonesia. 8 responden lainnya menjadi dampingan Yayasan BITRA Indonesia sejak tahun 2010. Pada angket yang disebarkan kepada responden, terdapat pilihan sangat tidak menguasai. Namun tidak ada responden yang memilih pilihan jawaban tersebut, sehingga tidak dicantumkan pada tabel.

5.3.1.2Implementasi Program

A. Pendampingan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik

1. Frekuensi Pendampingan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik Dilakukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 22 responden (73,3%) mengatakan pendampingan pembuatan sarana produksi yang dilakukan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia dilakukan sebanyak 1 kali, sementara 8 responden lainnya mengatakan tidak tahu ada atau tidak adanya pendampingan pembuatan sarana produksi pertanian organik dilakukan Yayasan BITRA Indonesia di Desa Lubuk Bayas. Mereka menyatakan bahwasannya yang mereka tahu ada pelatihan diadakan, tetapi tidak tahu ada pendampingan dilakukan. Hal tersebut dikarenakan 8 responden tersebut baru menjadi dampingan Yayasan BITRA Indonesia pada tahun 2010. Pendampingan pembuatan sarana produksi dilakukan pada masa tanam kedua yaitu pada tahun 2009.

2. Frekuensi Mendapatkan Pendampingan Pembuatan Sarana Produksi Pertanian Organik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 22 (73,3%) responden mendapat pendampingan pembuatan sarana produksi pertanian organik dari Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia. Semua responden tersebut merupakan responden yang menjawab pendampingan diadakan sebanyak 1 kali. Mereka mendapatkan pendampingan secara menyuluruh dikarenakan pada musim tanam kedua, ketika mereka mulai menerapkan pertanian organik di lahan mereka sendiri, Yayasan BITRA Indonesia masih mengadakan pelatihan. Dikarenakan bertepatan dengan pelatihan, Yayasan BITRA Indonesia ingin memaksimalkan keterampilan petani dalam mendukung pelatihan yang dilakukan bersama dilahan percontohan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui siapa saja petani yang dapat dijadikan Yayasan BITRA Indonesia sebagai pendamping petani – petani lainnya.

B. Pendampingan Penerapan Pertanian Organik

1. Frekuensi Pendampingan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih Dilakukan

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.15 diketahui bahwa sebanyak 8 responden (23,7%) menyatakan bahwa pendampingan dilakukan sebanyak 1 kali. Responden tersebut merupakan petani yang menjadi kelompok dampingan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di tahun 2010. Sementara itu 14 responden (46,6%) tidak memberikan jawaban pada kuesioner. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden tersebut saat penulis membagikan kuesioner,

pertanian organik Yayasan BITRA Indonesia datang. Mereka juga mengatakan staff lapangan pertanian organik dari Yayasan BITRA Indonesia datang hanya untuk melihat saja bukan untuk mendampingi.

Kemudian sebanyak 8 orang (26%) responden lainnya menjawab pendampingan penerapan pertanian organik pada tahap persiapan lahan dan benih dilakukan Yayasan BITRA Indonesia sebanyak 5 kali. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Yayasan BITRA Indonesia setelah penulis melakukan penelitian ke Desa Lubuk Bayas, frekuensi pendampingan penerapan pertanian organik pada tahap persiapan lahan dan benih diadakan Yayasan BITRA Indonesia sebanyak 5 kali. Pendampingan tersebut dilakukan pada musim tanam 2009 A sampai musim tanam 2011 A.

Data mengenai distribusi responden berdasarkan frekuensi pendampingan pada tahap persiapan lahan dan benih dilakukan disajikan pada tabel 5.15 berikut ini:

Tabel 5.15

Distribusi Responden Berdasarkan Pendampingan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih Dilakukan

No Jawaban Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 5 kali 1 kali Tidak tahu 8 8 14 26,7 26,7 46,6 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer 2015

2. Frekuensi Mendapatkan Pendampingan pada Tahap Persiapan Lahan dan Benih

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa seluruh responden mendapatkan pendampingan sesuai dengan pengetahuan responden mengenai frekuensi pendampingan pertanian organik pada tahap persiapan lahan dan benih yang dilakukan oleh Yayasan BITRA Indonesia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa responden yang hanya mendapatkan sekali pendampingan merupakan petani yang hanya mengetahui frekuensi pendampingan diadakan sebanyak 1 kali. Responden tersebut merupakan petani yang baru menjadi bagian kelompok dampingan Yayasan BITRA Indonesia, sehingga Yayasan merasa perlu melakukan pendampingan diwaktu mereka mulai menerapkan pertanian organik untuk musim pertama.

Sementara itu 14 responden yang tidak mendapat pendampingan pada tahap ini dikarenakan Yayasan BITRA Indonesia berkeinginan 8 responden yang mereka dampingi sebanyak 5 kali dapat membantu petani lainnya dalam menerapkan pertanian organik pada tahap persiapan lahan dan benih, termasuk juga 8 responden yang baru menjadi dampingan tahun 2010. Konsep ini diterapkan Yayasan BITRA Indonesia agar petani organik lebih mandiri dan tidak bergantung pada Yayasan BITRA Indonesia.

3. Frekuensi Pendampingan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan Dilakukan

Data mengenai distribusi responden berdasarkan pengetahuan frekuensi pendampingan pada tahap penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan disajikan

Tabel 5.16

Distribusi Responden Berdasarkan Pendampingan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan Dilakukan

No Jawaban Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 13 kali 1 kali Tidak tahu 8 8 14 26,7 26,7 46,6 Total 30 100,0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16 diketahui bahwa sebanyak 8 responden (23,7%) menyatakan bahwa pendampingan dilakukan sebanyak 1 kali. Responden tersebut merupakan petani yang menjadi kelompok dampingan Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia di tahun 2010. Sejak tahun 2010 Yayasan BITRA Indonesia hanya melakukan pendampingan 1 kali dalam semusim untuk penerapan pertanian organik tahap penanaman dan pemeliharaan. Sementara itu 14 responden (46,6%) tidak memberikan jawaban pada kuesioner. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden tersebut saat penulis membagikan kuesioner, responden tersebut justru mengatakan tidak tahu pasti berapa kali staf pelaksana pertanian organik Yayasan BITRA Indonesia datang. Mereka juga mengatakan staff lapangan pertanian organik dari Yayasan BITRA Indonesia datang hanya untuk melihat saja bukan untuk mendampingi.

Kemudian sebanyak 8 orang (26%) responden lainnya menjawab pendampingan penerapan pertanian organik pada tahap penanaman dan pemeliharaan dilakukan Yayasan BITRA Indonesia sebanyak 13 kali. Berdasarkan informasi yang

Desa Lubuk Bayas, frekuensi pendampingan penerapan pertanian organik pada tahap penanaman dan pemeliharaan yang diadakan Yayasan BITRA Indonesia sebanyak 13 kali. Pendampingan tersebut dilakukan sebanyak 9 kali pada musim tanam 2009 A, dan masing-masing sekali untuk musim tanam 2009 B sampai musim tanam 2011 A.

4. Frekuensi Mendapatkan Pendampingan pada Tahap Penanaman dan Pemeliharaan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa seluruh responden mendapatkan pendampingan sesuai dengan pengetahuan responden mengenai frekuensi pendampingan pertanian organik pada tahap penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan Yayasan BITRA Indonesia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa responden yang hanya mendapatkan sekali pendampingan

Dokumen terkait