• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PRIORITAS (PENUNJANG)

Dalam dokumen germadan rawa pening (Halaman 47-52)

BAB III GERAKAN PENYELAMATAN

PROGRAM PRIORITAS (PENUNJANG)

1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening.

2. Pengembangan Ipal terpadu 3. Pengembangan drainase terpadu

4. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening

5. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok melalui pelibatan masyarakat

6. Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA).

7. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam

8. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening

9. Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaiakan problem blooming dan peningkatan pendapatan masyarakat

10. Pengembangan ekoturisme

III - 4

3.1. Program Super Prioritas

Danau Rawapening memiliki fungsi utama untuk PLTA, sumber air baku minum, irigasi, perikanan, dan wisata. Fungsi tersebut sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas air. Ada kecenderungan penurunan kuantitas air danau karena laju sedimentasi dan erosi yang tinggi dari DTA. Kualitas air danau dalam kondisi eutrofik, yaitu kaya akan unsur hara nitrogen dan fosfor sehingga memicu pertumbuhan tidak terkontrol (blooming) dari tumbuhan air lainnya. Seiring perjalanan waktu, eceng gondok mendominasi, sedangkan tumbuhan air lainnya populasinya menjadi berkurang. Program pemanenan masal sering dilakukan, namun di tahun berikutnya populasinya menjadi tidak terkontrol lagi. Akar permasalahan terletak pada tingginya kandungan nutrien perairan, dalam hal ini nitrogen dan fosfor, sehingga pengelolaan yang harus dikembangkan adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Oleh karena itu, sangat diperlukan aplikasi ekoteknologi guna mengatasi permasalahan eutrofikasi. Hal ini akan dilakukan secara internal (di dalam badan air danau) dan secara eksternal (di daerah DTA).

3.1.1. Penanganan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart.) Solms)

Remediasi badan Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif secara fisik, kimia dan biologi. Aplikasi ekoteknologi akan dilakukan di daerah sekitar danau, khususnya di sekitar inlet sebelum masuk danau.

Prioritas utama dalam penyelamatan ekosistem Danau Rawapening adalah mempertahankan kuantitas air danau agar fungsi utamanya tetap dapat terjaga. Danau Rawapening didominasi tanaman eceng gondok

(Eichornia crassipes) lebih dari 70% dari luas permukaaanya dan kurang dari 10% di dominasi jenis-jenis tanaman air lainnya seperti Typha spp,

Phragmites spp., Justicia spp. (Wilow).,Chara spp., filamentaous algae dan

Potamogeton spp. Penerapan ekoteknologi dalam kegiatan penanganan populasi eceng gondok mutlak dilakukan untuk menghambat dan menurunkan pertumbuhan serta perkembangan tanaman ini dengan menerapkan ekoteknologi.

Upaya kontrol pertumbuhan eceng gondok akan dilakukan secara terintegrasi antara mekanisme mekanik dengan manual (tangan oleh

III - 5

masyarakat setempat) dan mesin pemanen, secara kimiawi dengan zat pengatur tumbuh/zpt (herbisida), dan secara biologi (biokontrol) dengan ikan grasscrap (Ctenopharyngodon idella). Secara biologi, tanaman eceng gondok akan berkurang drastis kapasitas fotosintesisnya (mencapai 81%) apabila lembaran daunnya tidak berfungsi (Lancar & Krake, 2002).

Herbisida akan diaplikasikan untuk eceng gondok yang berada di tengah danau, yang secara mekanik sulit dilakukan. Penggunaan ikan

grasscarp akan ditebar untuk lebih menekan populasi. Penanganan eceng gondok akan dilakukan setiap tahun dengan aktivitas spesifik. Penutupan eceng gondok pada permukaan air Danau Rawapening saat ini 70%. Ditargetkan dalam tahun I kegiatan melalui pemanenan massal eceng gondok, maka penutupannya terhadap permukaan air danau menjadi 20%. Selanjutnya untuk menjaga agar penutupan permukaan perairan danua oleh eceng gondok tidak bertambah/meluas, maka eceng gondok tersebut di lokalisir di tepian danau dengan diberi penghalang jaring agar tidak meluas ke tengah danau. Eceng gondok di bagian tepi danau ini dapat dimanfaatkan sebagai green belt dan menjadi filter air yang masuk ke danau dan memperangkap sedimen sehingga kedalaman danau dapat terjaga.

Guna menjaga agar populasi eceng gondok tidak bertambah pesat, maka pemanenan eceng gondok secara mekanik terus dilakukan, dapat diimbangi secara kimiawi dengan herbisida untuk lokasi yang tidak dapat dilakukan secara mekanik. Penebaran ikan grasscarp dapat dilakukan sebagai pengendali populasi eceng gondok.Taget capaian keberhasilan penanganan eceng gondok seperti Tabel III.1.

Batang eceng gondok hasil panenan dapat dimanfaatkan untuk kerajinan, sedangkan daun dan akarnya dapat dibuat ternak dan pupuk organik. Hal ini akan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat bersamaan dengan Kegiatan 15 (Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat).

III - 6

1. PENANGANAN ECENG GONDOK

KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)

1 2 3 4 5

a. Secara mekanik (pemanenan)

Covering danau oleh eceng

gondok (%) 70,00 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00

b. Biokontrol ikan koan (grass carp) berat 100

gram na 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 25.000.000 c. Herbisida ramah

III - 7

3.1.2.Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi

Secara alami danau akan mengalami pendangkalan meskipun memerlukan waktu yang relatif lama. Pendangkalan danau dapat dipercepat karena aktivitas manusia di daerah DTA seperti tingginya laju sedimentasi dan erosi. DTA Rawapening memiliki lahan sangat kritis 463,62 ha, lahan kritis 7.382,09 ha, agak kritis 5.991,02 ha, potensial kritis 6.188,17 ha, dan tidak kritis 7.409,14 ha (Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun, 2010). Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan biologis, sehingga fungsi lahan menjadi tidak efektif dan cenderung berdampak negatif. Lahan kritis tersebut perlu dilakukan rehabilitasi baik secara vegetatif maupun secara sipil teknis.

Rehabilitasi lahan sangat kritis dapat dilakukan secara vegetatif yaitu dengan meningkatkan jumlah dan jenis tanaman keras melalui kegiatan penghijauan (lahan rakyat) maupun reboisasi (lahan Negara). Pemanfaatan spesies yang mempunyai perakaran kuat dan dapat menyimpan air akan dapat mendukung konservasi tanah di sekitar badan sungai.

Rehabilitasi lahan kritis secara sipil teknis antara lain melalui pembuatan teras pada lahan miring, hal ini dimaksudkan untuk memperkecil laju limpasan permukaan sehingga daya rusaknya berkurang dan meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah, yang pada gilirannya akan meningkatkan sumber mata air serta mampu menurunkan erosi akhirnya akan mampu mengurangi sedimentasi dan pendangkalan danau.

Pengaturan pola tanam perlu dilakukan dengan penanaman secara kontur, pergiliran tanaman, penanaman tanaman lorong serta pemulsaan agar mampu meningkatkan produktivitas lahan dan fungsi perlindungan didaerah hilir. Pengembangan agroforestry dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Alternatif lain yang dapat dikembangkan antara lain dengan pembuatan bronjong/pelindung tebing, monitoring debit air dan seidmen, pembuatan bangunan pengendali sedimentasi (cek dam) dan pembuatan drainase irigasi dan drainase limbah secara terpisah, pengerukan tanah gambut pada badan air danau dan pembuatan sumur resapan dan lubang resapan biopori. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari ketercapaian indikator pada Tabel III.2.

III - 8

Dalam dokumen germadan rawa pening (Halaman 47-52)

Dokumen terkait