• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Persepsi Harga

4. Promosi dalam Perspektif Ekonomi Islam

Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur kehidupan manusia, baik akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Salah

satu bidang yang diatur adalah masalah aturan atau hukum, baik yang berlaku secara individual maupun sosial, atau lebih tepatnya Islam mengatur kehidupan bermasyarakat. Promosi atau dalam istilah ekonomi islam disebut dengan at-tarwij (ج يورت لا) adalah merupakan usaha yang dilakukan oleh pembeli atau produsen untuk memperkenalkan produknya kepada konsumen dan mempengaruhi mereka untuk membelinya, baik dilakukan sebelum transaksi maupun sesudahnya.

Ekonomi Islam menerapkan suatu promosi yang dilakukan untuk menawarkan, menginformasikan, menjual produk atau jasa di pasar. Karena dengan adanya promosi masyarakat akan mengetahui keberadaan produk atau jasa yang dipasarkan.Salah satu contohnya ketika Nabi Muhammad Saw dalam setiap transaksi bisnisnya beliau melakukan transaksi-transaksi secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh, apalagi kecewa. Namun caracara yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW berbeda dengan promosi yang dilakukan pada saat ini. Cara yang dilakukan Nabi Muhammad SAW tidak lepas dari nilai-nilai moralitas, strategi promosi yang dilakukan Rasulullah Saw yang lebih menekankan pada hubungan dengan pelanggan yang dikenal dengan istilah saat ini Customer Relationship Management yang tidak hanya memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan tetapi juga memahami yang dipikirkan pelanggan. Promosi pada era nabi belum berkembang seperti sekarang ini, dimana seluruh produsen telah menggunakan alat yang serba modern, media internet, televisi, radio dan lain-lain

Dalam Islam, promosi yang sangat dianjurkan oleh Rasullulah adalah menjelaskan kepada konsumen dengan benar, tidak hanya keunggulannya saja

yang dijelaskan akan tetapi kekurangan atau efek samping penggunaan produk juga harus dijelasakan. Prinsip ekonomi Islam yang dipakai dalam promosi penjualan yaitu kepercayaan dan suka sama suka. Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli.

Sebagaimana yang diketahui pada zaman sekarang banyak yang mempromosikan dagangannya melalui media iklan hanya menyampaikan kelebihan dari suatu produk yang dia jual tetapi tidak menyampaikan kekurangan dari produk tersebut, sebagaimana yang diajarkan pada zaman Rasulullah. Dengan dia mempromosikan barang dagangannya, melalui sarana iklan yang memikat, baik yang disampaikan dalam bentuk tulisan, lisan, maupun gambar. Tidaklah mengherankan jika dijumpai banyak umat manusia yang dikelabui dengan model iklan atau promosi barang lainnya, lantaran promosi tersebut hanya bohong semata dan tidak terbukti dalam realita.

Islam mengharuskan untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan dimana berlaku adil harus didahulukan dari berbuat kebajikan. Dalam perniagaan, persyaratan adil yang paling mendasar adalah dalam menentukan mutu dan ukuran (takaran maupun timbangan). Berlaku adil akan dekat dengan, karena itu berlaku tidak adil akan membuat seseorang tertipu pada kehidupan dunia. Karena itu dalam perniagaan, Islam melarang untuk menipu bahkan sekedar membawa kondisi yang dapat menimbulkan keraguan yang dapat menyesatkan atau gharar.

Dalam al-Qur‟an surat Hud ayat 85 dinyatakan:



“Dan syu‟aib berkata: Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.

Sebagaimana juga yang diketahui kita seorang islam notabene rahmat li

al-‟alamin tentunya tidak dapat membiarkan begitu saja tindakan yang mengandung unsur probabilitas yang mengarah pada risiko adanya tipuan atau gharar dalam jual beli. Hal ini karena kerelaan antara dua pihak yang berinteraksi dalam jual beli tersebut tidak dapat terwujud padahal Allah menyuruh adanya kerelaan dalam sebuah transaksi sebagaimana firman Allah Swt QS. An-Nisa‟/4: 29



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

(Departemen Agama RI, 2012)

Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas dalam bukunya yaitu “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan, yakni memperoleh harta yang merupakan sarana kehidupan kamu, diantara kamu dengan jalan yang batil, yakni

tidak sesuai dengan tuntunan syariat, tetapi hendaklah kamu memperoleh harta itu dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan diantara kamu, kerelaan yang tidak melanggar ketentuan agama (Shihab, 2013)

Kata “batil” diartikan sebagai “segala sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan dan nilai agama”. Menurut Hasan dan Ibnu Abbas, memakan harta orang lain dengan tidak ada pergantian. Termasuk juga dalam jalan batil ini segala jual beli yang dilarang syara‟, yang tidak termasuk ialah jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu, yakni dari kedua pihak.

Sudah tentu perniagaan yang diperbolehkan oleh syara. Lebih lanjut Quraish Shihab membahas tentang nilai-nilai Islam yang terangkum dalam empat prinsip pokok: tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab.Keempat prinsip tersebut sejalan dengan nilainilai etik Islam yang dikembangkan oleh Naqvi yang menjadi aksioma etik Islam untuk menjadi acuan dalam merumuskan ekonomi Islam, baik sebagai ilmu ekonomi, sistem ekonomi, maupun perilaku ekonomi. Keempat prinsip ini harus mewarnai aktivitas setiap muslim, termasuk aktivitas ekonomi.

Ayat diatas menjelaskan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.

Banyak pelaku bisnis yang menggunakan teknik promosi dengan memuji-muji barangnya setinggi langit dan pelaku bisnis tidak segan-segan mendiskreditkan produk pesaingnya.Dalam berbisnis tentunya tidak boleh mengatakan sudah banyak yang membeli produk ini dan modal barang ini mahal jadi harganya tinggi, tetapi kenyataannya tidak. Pedagang tidak segan segan melakukan sumpah palsu untuk melariskan jual belinya, padahal hal tersebut merusak, sesuai dengan hadis yang artinya:

“Sumpah yang diucapkan untuk melariskan dagangan, dapat merusak keuntungannya”. (HR Muslim)

Kedua, anjuran mengkonsumsi yang baik dan halal, Allah SWT berfirman (QS. Al-Baqarah (2): 168) terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Allah menjelaskan bahwa Dia maha pemberi rezeki kepada seluruh makhluk-Nya. Dia menganugerahkan kepada mereka kebolehan memakan makanan yang halal lagi baik, serta melarang mereka memakan makanan yang diharamkan kepadanya (Al-Rifa‟i, 1999: 267).

Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman memakan yang baik-baik dari rezeki yang telah dianugerahkan kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepada-Nya jika mereka mengaku sebagai hamba-Nya.

Memakan makanan halal merupakan sarana untuk diterimanya do‟a dan ibadah.

Ada sembilan etika promosi lain yang perlu menjadi prinsip-prinsip bagi syari‟ah marketer dalam menjalankan fungsi pemasaran yaitu:

a. Memiliki kepribadian spritual (takwa) b. Berperilaku baik dan simpatik (shidq) c. Berlaku adil dalam bisnis (al-‘adl)

d. Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah) e. Menepati janji dan tidak curang

f. Jujur dan terpercaya (al-amanah)

g. Tidak suka berburuk sangka (su’uzh-zhann) h. Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah) i. Tidak melakukan sogok (riswah)

Dokumen terkait