• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 2. Prosedur Analisis Karakterisasi MES

1. Uji Timol Biru (Rosen dan Goldsmith, 1991)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah suatu bahan atau larutan merupakan surfakan anionik atau bukan. Cara pengujian sederhana, yaitu dengan menambahkan reagen yang terdiri dari 5 ml HCl 0,005 N yang ditambahkan 3 tetes timol biru 0,1% ke dalam 5 ml (0,01-0,1%) larutan yang akan diuji (surfaktan). Terbentuknya warna ungu kemerahan mengindikasikan keberadaan surfaktan anionik dalam larutan.

2. pH (BSI, 1996)

Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial. Alat pH-meter disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan 9,0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO2 yang memiliki pH antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya

elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur. Nilai pH dibaca pada pH-meter, pembacaan dilakukan setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO2. Pengukuran minimal

dilakukan dua kali.

3. Warna, metode Hunter (Hutchings, 1999)

Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat chromameter CR-310. Pengukuran dilakukan untuk memperoleh nilai L, a dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai 70 untuk warna biru dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna kuning. Selanjutnya dihitung oHue dari nilai a dan b untuk penentuan warna (oHue = tan-1 (b/a)). Kisaran warna berdasarkan

o

Keterangan :

MU = Merah keunguan H = Hijau

M = Merah BH = Biru kehijauan KM = Kuning kemerahan B = Biru

K = Kuning BU = Biru keunguan

KH = Kuning kehijauan U = Ungu

4. Tegangan permukaan (metode DuNouy)

Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer du Nouy. Peralatan dan wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas dengan diameter lebih besar dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan chromic-sulfuric acid, kemudian dibilas dengan air destilata. Cincin platinum merupakan bagian dari alat Tensiometer, memiliki diameter 4 atau 6 cm. Sebelum digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai dan dibilas dengan air destilata, lalu dikeringkan.

Posisi alat diatur supaya horizontal dengan water pas dan diletakkan pada tempat yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan panas. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan diatas dudukan (platform) pada Tensiometer. Suhu cairan sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran logam tercelup 3 - 5 mm di bawah permukaan cairan), dengan cara menaikkan dudukan (platform). Skala vernier Tensiometer di set pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada pada posis berimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya platform diturunkan perlahan, dan pada saat yang bersamaan skrup kanan diputar sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk tetap berimpit dengan garis pada kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat putus. Pada saat cairan putus skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dapat

dilakukan dengan menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10 persen (dalam air). Nilai tegangan permukaan setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan.

5. Tegangan Antarmuka (metode DuNuoy)

Metode penentuan tegangan antarmuka sama dengan pengukuran tegangan permukaan. Untuk pengukuran cairan yang mengandung dua fase yang berbeda, yaitu fase larut dalam air (aqueous) dan fase tidak larut dalam air (nonaqueous), dilakukan beberapa tahapan. Fase aqueous (air) dimasukkan terlebih dahulu ke dalam wadah gelas, kemudian dicelupkan cincin platinum kedalamnya (lingkaran logam tercelup 3 - 5 mm di bawah permukaan cairan), setelah itu secara hati-hati fase nonaqueous (xilen) ditambahkan diatas fase aqueous sehingga sistem terdiri dari dua lapisan. Kontak antara cincin dan fase nonaqueous sebelum pengukuran harus dihindari. Setelah tegangan antarmuka mencapai ekuilibrium, yaitu benar-benar terbentuk dua lapisan terpisah yang sangat jelas, pengukuran dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran tegangan permukaan. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka dilakukan pada campuran air dengan xylene (1:1), konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen (dalam campuran xylene-air). Nilai tegangan antar muka antara air dengan xylene setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian dibandingkan nilai tegangan antar muka antara sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan.

6. Stabilitas Emulsi (modifikasi ASTM D 1436, 2000)

Stabilitas emulsi diukur antara air dan xylene. Xylene dan air dicampur dengan perbandingan 6 : 4. Campuran tersebut dikocok selama 5 menit menggunakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antar xylene dan air diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa. Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen (dalam campuran xylene-air). Lamanya pemisahan antar fasa sebelum ditambahkan surfaktan dibandingkan dengan sesudah ditambahkan surfaktan.

Penetapan stabilitas emulsi dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan persen pemisahan, dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100. Stabilitas emulsi dihitung sebagai persen pemisahan emulsi selama 24 jam dari emulsi yang terbentuk.

(volume keseluruhan – volume pemisahan)

% stabilitas = x 100

7. Stabilitas Busa

Penentuan kemampuan surfaktan dalam membentuk busa diukur melalui lamanya campuran surfaktan dengan air berada pada bentuk busa setelah pengocokan. Campuran surfaktan dalam air pada konsentrasi 10% dikocok dengan pengaduk vortex selama 1 menit. Setelah busa terbentuk, campuran dibiarkan sampai busa dipermukaan campuran habis. Lamanya waktu yang dibutuhkan sampai busa dipermukaan hilang dicatat sebagai stabilitas busa.

8. Daya Deterjensi

Uji daya deterjensi dilakukan untuk mengetahui kemampuan surfaktan dalam membersihkan kotoran berlemak. Potongan kain putih yang digunakan berukuran seragam dan larutan pengotor dibuat dari larutan kecap 1%. Kain dimasukkan ke dalam larutan pengotor, kemudian dibiarkan selama 30 menit. Setelah diangkat, potongan kain yang telah dikotori tersebut kemudian ditiriskan selama 1 jam. Kemudian potongan kain tersebut direndam dalam larutan surfaktan 10% selama 30 menit. Kekeruhan larutan surfaktan sebagai indikasi larutnya pengotor lemak pada larutan surfaktan diukur dengan menggunakan metode spektroskopi pada panjang gelombang 450 nm. Nilai yang terbaca merupakan nilai kekeruhan dengan satuan abs.

Dokumen terkait